BAGAIKAN layang-layang yang dapat angin, laju inflasi di
Indonesia masih cukup melayang tinggi selama bulan Nopember
kemarin. Ini antara lain ditandai dengan mencuatnya indeks biaya
hidup dengan 2,94% satu tingkat kenaikan inflasi terbesar untuk
kedua kalinya sesudah kenaikan yang terjadi dibulan September
lalu. Dan siapa yang menjadi biang penyebabnya? Tentu saja bukan
para juru hitung dan pengurus ekonomi negeri ini. Kendati ada
juga mulut usil yang menuding kejutan hutang Pertamina tak
terlepas ikut tak terlepas ikit mengangkat naik harga-harga di
pasaran. tapi yang pasti, sebagaimana dikatakan oleh ahli-ahli
ekonomi Pemerintah, sebagian besar disebabkan oleh naiknya
indeks bahan makanan yang melompat dengan 3,46%. Benar juga.
Tapi ini membuktikan betapa kisah naiknya harga beras yang
diakhir pekan lalu tetap ngotot bertahan Rp 150 seliter eceran
untuk jenis sedangan- masih belum selesai setelah keluarnya
'keputusan yang jatuh bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda itu
pada pokoknya menetapkan kenaikan harga pembelian padi dan beras
oleh BULOG dari petani.
Maka tidak heran jika sepanjang Nopember lalu harga beras jenis
Hongkong naik dengan 5%, sedang jenis pelita mendadak demam
mencapai suhu kenaikan 12% melihat harga beras yang bak kuda
lepas kendali itu, para Menteri yang tergabung dalam Dewan
Stabilisasi Ekonomi langsung rapat di Bina Graha. Rapat, yang
seperti biasa dipimpin Presiden Soeharto sendiri kali ini khusus
memperbincangkan mengapa sang Rata Pelita RU begitu naik
harganya. Tak diketahui, hasil pembicaraan kali ini, kecuali per
nyataan samar-samar bahwa "Bulog akan terus melakukan operasi
pasaran untuk mengendalikan harga beras".
Udang Naik, Kopra Rendah
Di samping 2 beras, beberapa harga bahan makanan lain juga
menunjukkan kenaikan cukup tinggi selama bulan Nopember.
"Penyesuaian" alias dinaikkannya harga gula seiring dengan
dimulainya sistim bagi-hasil dengan petani gula menyebabkan
harga si manis membumbung tinggi 11%. Sementara musim hujan dan
angin mengurangi hasil udang yang dijaring nelayan, menyebabkan
harganya naik 9%. Juga harga terigu yang tak menentu mendrong
harga mie meloncat naik 7%. Beberapa bahan pangan lain memang
turun harganya. Tapi bagi rakyat kecil tak ada yang disambut
dengan lebih gembira selain turunnya harga minyak goreng dengan
5%. Ini menuunjukkan betapa harga kopra masih berada pada titik
terendahnya. Maka bisa dimengerti kalau suara dari petani dan
koperasi kopra makin santer akhir-akhir ini memohon agar
pemerintah menetapkan harga dasar bagi kopra. Tapi pemerintah
sendiri rupanya belum punya sikap tegas yang membuat para petani
kelapa belum sembuh pusingnya.
Dengan demikian, tingkat inflasi Indonesia selama 1975 sampai
bulan lalu sudah mencapai 17,2%. Mengingat lonjakan permintaan
selama Natal dan Tahun Baru ini, maka inflasi selama bulan
Desember mungkin bisa mencapai 1-2%. Jadi total jenderal
tingkat inflasi untuk seluruh 1975 nanti akan bertenger pada
ketinggian 18--19%. Yang jelas ini merupakan tingkat yang agak
rendah dibandingkan dengan inflasi selama tahun lalu (1974)
yang mencapai 33%. Dilihat pada pelaksanaan APBN 1975/76, maka
tingkat inflasi (dihitung dari Maret s/d Nopember) sudah
menunjukkan angka 12%. Masa anggaran masih akan berjalan 4 bulan
lagi. Dan bila tak ada perkembangan yang luar biasa, maka
inflasi di penghujung tahun anggaran akan bisa mencapai 20%. Ini
sesuai dengan sasaran yang semula ditetapkan Pemerintah.
Inflasi yang mereda di sini sedikit banyak merupakan cermin dari
redanya inflasi di seluruh dunia. Negara-neara industri rupanya
mulai berhasil mengendalikan inflasi, sementara resesi yang
mencekamnya selama ini diperkiraka akan berkurang akhir tahun
ini. Dan ekonomi dunia diharapkan pulih kembali tahun 1976
nanti. GNP beberapa negara industri selama kwartal ketiga ini
sudah menunjukkan angka positif sesudah kwartal-kwartal
sebelumnya selalu minus. Keuntungan perusahaan-perusahaan
raksasa sudah mulai pulih lagi. Mereka nampaknya mulai asyik
lagi meningkatkan produksinya. Karena Indonesia paling banyak
berhubungan dengan Jepang dan AS, apa yang terjadi pada
ekonomi kedua negara itu terus merupakan titik perhatian Prof.
Widjojo dan, terutama dalam mempersiapkan RAPBN 1976/77 nanti.
Inflasi di Jepang sudah turun separo dari tingkatnya semula, dan
usaha reflasi yaang cukup berani oleh PM Takeo Miki telah
menelorkan hasil lebih baik dari negara industri lainnya.
Selama 1975, di kala negara industri lain mengalami pertumbuhan
GNP nol - bahkan negatif Jepang akan mengalami pertumbuhan
22% sesudah tahun lalu ekonomi Jepang tak tumbuh sama sekali.
Dan tahun 1976 ekonomi Jepang diperkirakan akan tumbuh dengan
5,6%,. Jumlah ini separo dari tingkat pertumbuhan sebelumnya,
tapi merupakan tingkat pertumbuhan tertinggi sesudah AS. Ini
berita baik bagi Indonesia-- sekarang-kurangnya bagi Menteri
Pertambangan Sadli dan para eksportir kayu di sini. Ekonomi
yang membaik menye babkan perusahaan mobil terkemuka di AS
meningkatkan produksinya lebih banyak dari yang direncanakan
semula. Bulan Oktober kemarin mobil yang terjual mencapai titik
tertingginya, hingga raksasa General Motor dan Ford sepakat
akan memprodusir masing-maing 6000 dan 2000 mobil lebih banyak
dari perkiraan semula. Barangkali ini kabar baik sekalipun belum
menggairahkan - terutama bagi para eksportir karet di
Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini