Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Perkara Awal Suap Basuki

Polisi mendahului KPK menyidik kasus dugaan suap Basuki Hariman kepada pejabat Bea-Cukai. Terancam tenggelam.

17 Desember 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Perkara Awal Suap Basuki

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BELASAN tahun berkiprah di bagian penindakan dan penyidikan perkara impor kepabeanan, Aris Murdiyanto kini sama sekali tak bersentuhan dengan urusan itu. Di tempat barunya, di kantor Pengawasan dan Pelayanan Tipe Madya Bea dan Cukai Purwakarta, ia hanya mengurusi urusan kepabeanan yang tak berhubungan dengan ekspor-impor.

"Dia memang ditempatkan di unit yang tidak membuat keputusan strategis," ujar Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar-Lembaga Bea dan Cukai Robert Leonard Marbun, Jumat pekan lalu. Sejak 2 Juni lalu, Aris dimutasi sebagai Kepala Seksi Kepabeanan Kantor Bea dan Cukai Purwakarta.

Bea dan Cukai sengaja "memarkir" Aris di kantor itu karena dia disebut-sebut terbelit kasus suap impor daging yang melibatkan pengusaha Basuki Hariman. Sebelum ke Purwakarta, Aris menjabat Kepala Seksi Penyidikan I kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok. Saat bertugas di sinilah dia diduga bermain mata dengan Basuki agar meloloskan barang impornya. "Kasusnya sekarang sedang diteliti Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian. Dia dimutasi untuk memudahkan proses itu," ucap Robert.

Sesungguhnya kasus yang melibatkan Aris ini sudah lama ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi antikorupsi mengeluarkan surat perintah penyelidikan kasus ini pada 11 April 2016. Penyidik juga sudah dua kali memeriksa Aris saat posisinya masih sebagai Kepala Penyidikan I Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok. Sejumlah kolega Aris dan belasan saksi juga sudah diperiksa.

Bahkan penyidik KPK sudah menggeledah kantor Bea dan Cukai untuk kasus ini. Ruangan Aris di kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok pernah digeledah KPK. Komputer jinjingnya turut disita. Kasus ini tenggelam ketika, di tengah pemantauan Aris, penyidik justru mendapatkan komunikasi suap yang melibatkan Basuki dan hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, pada 6 Oktober 2016. Kasus ini berujung pada penangkapan Basuki dan Patrialis.

Di tengah pengusutan kasus Basuki, penyidik mendapatkan bukti baru untuk melanjutkan kembali dugaan kongkalikong Basuki dengan Aris dan sejumlah pejabat Bea-Cukai di Tanjung Priok. Bukti baru berupa buku bank perusahaan Basuki ini diperoleh saat KPK menggeledah beberapa kantor Basuki di Sunter, Jakarta Utara.

Dalam dua buku bank perusahaan Basuki yang disita KPK, ada catatan transaksi keluar-masuk keuangan untuk Bea-Cukai pada 2011, 2012, dan 2016. Nilai totalnya sekitar Rp 4 miliar plus Rp 145 juta. Dalam dokumen persidangan Basuki, nama Aris termasuk yang disebut menerima duit sebesar Rp 150 juta.

Kendati memiliki bukti baru, KPK tak kunjung menaikkan kasus ini ke penyidikan. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan kasus ini masih dikembangkan. "Masih proses."

Belakangan, pada pertengahan November lalu, penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya juga membuka penyelidikan kasus ini. Sepekan kemudian, polisi memeriksa Basuki, yang tengah menjalani hukuman tujuh tahun kasus suap kepada Patrialis Akbar di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang, Banten.

Selain memeriksa Basuki, polisi telah memeriksa Aris Murdiyanto untuk penyelidikan kasus ini. Aris membenarkan pernah diperiksa polisi. "Lengkapnya tanya kantor pusat," ujarnya. Satu bulan kemudian, polisi meningkatkan kasus ini ke penyidikan.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Adi Deriyan membenarkan kabar terbitnya surat perintah penyidikan itu. "Masih pendalaman," kata Adi, Kamis pekan lalu. "Belum ada tersangka."

Terbitnya surat perintah penyidikan di kepolisian bisa menjadi sandungan KPK membongkar dugaan kongkalikong Basuki Hariman di Bea-Cukai. Sebab, Pasal 50 Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan, jika kepolisian atau kejaksaan sudah memulai penyidikan sebuah kasus, KPK hanya mendampingi.

Tidak hanya dalam kasus Aris, polisi juga pernah mendahului penyidikan KPK dalam kasus pegawai Bea-Cukai, Ahmad Dedi. Ketika menjabat Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Marunda, Jakarta Utara, pada 2012-2015, ia diduga memiliki transaksi tak wajar di rekeningnya.

Menurut dokumen yang diperoleh Tempo, selama periode itu, rekening Dedi pernah menerima aliran dana dari seseorang yang diduga perantara yang menampung aliran duit dari perusahaan importir. Transaksi lain dengan jumlah puluhan miliar rupiah, berupa transfer dari para pengusaha importir, terjadi di rekening istri dan adik Dedi, yang merupakan pemilik PT Prakarsa 81. Rekening perusahaan ini juga menampung puluhan miliar rupiah duit dari belasan importir.

Kasus ini dilaporkan ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri pada 6 April lalu. Satu hari berselang, kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan. "Tinggal mencari tersangkanya," ucap Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul, awal September lalu. Hingga kini, kasus ini tak jelas kabarnya.

KPK, yang menerima laporan sebulan lebih awal dibanding kepolisian, justru masih menyelidiki kasus ini. Komisi antikorupsi sempat memanggil Dedi, tapi yang bersangkutan tak datang dengan alasan sedang menjalankan ibadah umrah di Mekah. "Ini kan masih tahap awal," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo.

Dedi membenarkan pernah diperiksa Bareskrim dalam kasus dugaan rekening tak wajarnya itu dan pernah dipanggil KPK. Adapun tentang dugaan kepemilikan rekening tak wajar, dia membantah keras tuduhan tersebut. "Saya tidak pernah menerima uang dari pengusaha terkait dengan kepabeanan," katanya.

l l l

SEPAK terjang Aris Murdiyanto di Tanjung Priok terpantau radar KPK sejak Januari 2015. Ketika itu perusahaan Basuki Hariman, CV Krsna Jaya, yang beralamat di Surabaya, mengimpor tujuh kontainer. Petugas Bea-Cukai menahan barang tersebut.

Pejabat Bea-Cukai pusat dan Tanjung Priok mengecek isi kontainer itu pada 22 Januari. Pengecekan dilakukan di gudang Krsna Jaya di Bogor, Jawa Barat, bukan di pelabuhan. Artinya, kontainer yang masih disegel itu bisa jalan-jalan ke luar pelabuhan. Kecurigaan petugas terbukti. Isi kontainer bukan kulit, melainkan daging sapi dan jeroan beku.

Berdasarkan Pasal 102a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, importir yang mendatangkan barang tidak sesuai dengan manifes seharusnya dipidana. Ancaman hukuman maksimalnya sepuluh tahun penjara. Nyatanya, tim penyidik di Bea dan Cukai diduga meloloskan kontainer itu pada 29 Januari. Lolos di jerat pertama, akhir bulan itu Krsna Jaya kembali mendatangkan sembilan kontainer "wet blue".

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar-Lembaga Bea dan Cukai, Robert Leonard Marbun, membenarkan kabar bahwa Bea-Cukai Tanjung Priok sempat menyegel kontainer Krsna Jaya karena ada indikasi pelanggaran ketentuan pabean. "Tapi, setelah pemeriksaan fisik, barangnya sesuai dengan dokumen, sehingga memang bisa dilepas," ujar Robert.

Pertengahan Maret 2016, KPK menaikkan status perkara ini menjadi penyelidikan. Tiga pekan kemudian, Komisi menerbitkan surat penyadapan untuk Basuki.

Di tengah penyadapan ini, PT Cahaya Sakti Utama Baru, perusahaan Basuki lainnya, mengimpor tujuh kontainer dengan manifes monocalcium phosphate, senyawa kimia yang biasa dicampur ke pakan ternak. Petugas pelabuhan lagi-lagi curiga karena mereka menemukan fasilitas pembeku di kontainer yang datang.

Kabar masuknya kontainer ilegal ini sampai ke meja Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Dalam jumpa pers pada akhir Juni 2016 itu, Bambang-sekarang Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional-memerintahkan Bea dan Cukai melelang tujuh kontainer berisi 163 ton daging itu plus membawa pengimpor ke jalur pidana.

Bea-Cukai memang menjalankan perintah Bambang. Lelang digelar. Seorang penyidik di Kementerian Keuangan mengatakan Basuki Hariman, melalui Aris Murdiyanto, melobi panitia sehingga lelang dimenangi oleh PT Impexindo Pratama. Perusahaan milik Basuki ini "menebus" Rp 1,5 miliar untuk 163 ton daging sapi itu-jauh lebih murah dari taksiran awal sebesar Rp 6,5 miliar.

Basuki menolak berkomentar. Dua kali disambangi ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang, ia memilih irit bicara. "Saya dilarang ngomong," katanya.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar-Lembaga Robert L. Marbun membenarkan kabar penyelundupan dengan modus bahan kimia tersebut. Ia juga menuturkan bahwa lelang yang dimenangi Impexindo sudah sesuai dengan aturan.

Ditanyai soal intervensi Aris Murdiyanto dalam lelang, Robert mengatakan, "Informasi tersebut saat ini sedang dilakukan penelitian oleh KPK dan polisi serta menggandeng Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan."

Jaksa penuntut umum KPK, Lie Putra Setiawan, mengatakan indikasi dugaan keterlibatan Bea-Cukai dalam memuluskan impor daging sapi ilegal oleh Basuki Hariman kuat. "Daging bisa lepas karena sudah ada kata damai dengan oknum Bea-Cukai," ujar Lie Putra saat membacakan tuntutan Basuki, akhir Juli 2017. "Yang berkolusi dengan importir bernama Basuki Hariman."

KPK menemukan titik terang saat menggeledah kantor Basuki di Sunter, Jakarta Utara, Maret lalu. Mereka menemukan dua buku catatan keuangan perusahaan yang diduga berisi nama-nama penerima uang dari Basuki. Salah satu pengeluaran di buku kas bersampul hitam, misalnya, tertulis "September 6, 2016 - kredit Aris BC" sebesar Rp 150 juta. Aris Murdiyanto menolak berkomentar soal ini. "Tanya ke kantor pusat saja, saya tidak berwenang menjawab," katanya. Robert Marbun menuturkan, informasi ini juga termasuk yang sedang didalami KPK dan polisi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendukung penegakan hukum atas pelanggaran di lingkungan kementeriannya, termasuk soal Aris Murdiyanto. "Jika ada pegawai Kementerian yang melanggar pidana, harus dikenakan sanksi berat," ujar Sri Mulyani melalui surat tertulis yang dikirim Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Jumat pekan lalu.

Syailendra Persada, Linda Trianita


Aliran Duit di Pintu Pabean

BASUKI Hariman memiliki banyak perusahaan yang sebagian besar bergerak di bidang impor. Beberapa perusahaannya masuk radar Komisi Pemberantasan Korupsi karena pernah terpantau diduga memasukkan daging sapi ilegal ke Tanjung Priok, Jakarta Utara. Ada catatan aliran keuangan untuk orang Bea dan Cukai.

Daftar Perusahaan Basuki Hariman
- CV Sumber Laut Perkasa (importir daging sapi)
- PT Panorama Indah (importir daging sapi) > Belum berizin
- PT Cahaya Timur Utama (importir daging sapi) > Belum berizin
- PT Indobaru Utama Sejahtera (importir daging sapi)
- PT Impexindo Pratama (importir daging sapi)
- PT Cahaya Sakti Utama Baru (importir daging sapi)
- PT Harapan Tulus Sejati (importir daging sapi)
- PT Sekawan Anugerah Sejati (importir daging sapi)
- PT Aman Abadi Nusa Makmur
- PT Seamech Aman Abadi Transportasi (jasa kontainer) > Sudah tidak aktif
- PT Delta Mas Sejahtera (jual-beli pasir)
- PT Menara Indah Makmur > Sudah tidak aktif
-CV Krsna Jaya

Daftar Transaksi Buku Kas Perusahaan Basuki yang Menyebut Bea-cukai (berdasarkan dokumen persidangan)

Bea-Cukai

2011:
21 Oktober - Untuk Bea-Cukai (MBM) US$ 200 ribu
14 Desember - Untuk Bea-Cukai (MBM) US$ 50 ribu

2012:
10 April - Untuk Bea-Cukai US$ 50 ribu

2016:
11 Maret - Untuk pejabat Bea-Cukai US$ 20 ribu
14 Maret - Untuk pejabat Bea-Cukai

Rp 100 juta
24 Mei - Sewa rumah pejabat Bea-Cukai Rp 45 juta
3 Juni - Untuk BC pusat US$ 20 ribu
6 September - Untuk Aris BC 150 juta

Kontainer Impor Basuki

2015:
- 23 Desember: CV Krsna Jaya mendatangkan enam kontainer wet blue alias kulit samak.
- 28Desember: CV Krsna Jaya mengimpor sebelas kontainer kulit samak.
- 29Desember: CV Krsna Jaya mendatangkan 12 kontainer kulit samak.

2016:
- 7 Januari: CV Krsna Jaya mengimpor tujuh kontainer wet blue.
- 7 Januari : Petugas Bea-Cukai menyegel kontainer tersebut.
- 22 Januari: Petugas Bea-Cukai membuka segel dan mendapati kontainer berisi daging, bukan kulit samak.
- 29 Januari: Bea-Cukai menyatakan kontainer tersebut tidak bermasalah.
- 29 Januari: Bea-Cukai meloloskan daging itu.
- 16 Mei: PT Cahaya Sakti Utama Baru diduga mendatangkan tujuh kontainer monocalcium phosphate.
- 6 Juni: Bea-Cukai menemukan kontainer tersebut berisi 163 ton daging sapi.
- 3 Juli: Bea-Cukai melelang daging tersebut dan dimenangi oleh PT Impexindo Pratama, perusahaan Basuki.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus