Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

PGI Menyayangkan Pembubaran Paksa Ibadah Gereja Masih Terjadi Setelah Jokowi Kritisi Larangan Ini

PGI menyayangkan pembubaran paksa ibadah di sejumlah gereja masih terjadi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

31 Mei 2023 | 05.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Umat Kristiani mengikuti ibadah Jumat Agung di Gereja Santa Clara, Bekasi, Jawa Barat, Jumat, 7 April 2023. Peringatan Jumat Agung merupakan rangkaian pekan suci Paskah yang dilaksanakan selama tiga hari (jumat-minggu), dengan mengenang prosesi Kematian, Kebangkitan dan Paskah Yesus Kristus. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyayangkan pembubaran ibadah secara paksa dan provokatif yang dilakukan beberapa kelompok masyarakat. Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI Henrek Lokra menyebut pembubaran paksa terjadi di beberapa gereja dalam waktu yang berdekatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sangat disayangkan bahwa kasus-kasus seperti ini masih terjadi setelah Presiden Jokowi secara tajam mengkritisi pelarangan pembangunan rumah ibadah," ujar dia dalam keterangannya, Selasa, 30 Mei 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Henrek menjabarkan pembubaran ibadah pernah dialami jemaat Gereja Mawar Sharon (GMS) Binjai, Sumatera Utara (19 Mei 2023); Gereja Bethel Indonesia (GBI) Gihon di Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau (19 Mei 2023); dan GBI dengan aktivitas pendidikan Agama Kristen di Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat (28 Mei 2023). 

PGI, Henrek berujar, memprotes keras kejadian tersebut dan meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama untuk menyentil Wali Kota Binjai, Wali Kota Pekanbaru, dan Bupati Bandung Barat. 

Tujuannya agar tiga kepala daerah itu menerbitkan izin sementara dengan mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006.

Pasal 13 dan 14 regulasi itu mengamanatkan agar Kepala Daerah memberikan izin sementara sebagai solusi pendirian rumah ibadah. Di sisi lain, jemaat perlu mengupayakan dukungan 90 dan 60 KTP.

Henrek mengingatkan, konstitusi sudah menggaungkan jaminan kebebasan beribadah dan beragama dalam Rakornas Kepala Daerah 2023 di Sentul, Bogor pada Januari lalu. Keberadaan rumah ibadah adalah kebutuhan riil masyarakat.

"Pemerintah daerah sebagai pengayom masyarakat seharusnya dapat menjalankan fungsinya dalam membina kerukunan antarumat beragama, salah satunya dengan memfasilitasi pendirian rumah ibadah," ucap dia. 

PGI juga meminta pemerintah dan aparat keamanan tidak membiarkan kasus-kasus seperti ini berulang tanpa tindakan hukum yang tegas dan transparan. 

Menurut Henrek, sikap pembiaran akan berakibat pada pudarnya wibawa negara, berkembangnya rasa tidak percaya, serta terakumulasinya gesekan di tingkat akar rumput yang berpotensi menjadi konflik terbuka. 

Apalagi, lanjut dia, Indonesia tengah memasuki tahun politik dengan ancaman rawan politik identitas. Terakhir, Henrek mengimbau kepada para pelayan dan jemaat gereja yang mengalami pembubaran paksa untuk tetap teguh dalam iman.

"Tetap mengikuti peraturan yang berlaku untuk izin pendirian rumah ibadah serta terus menjalin persaudaraan sesama anak bangsa di mana saudara berada," terang Henrek. 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus