Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang anggota polisi dan seorang lainnya dari imigrasi berada di antara 12 tersangka pelaku tindak pidana perdagangan orang untuk dijual organ ginjal miliknya di Kamboja. Meski begitu, menurut Polda Metro Jaya, keduanya bukanlah bagian dari sindikat--tak seperti sepuluh lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Perlu kami luruskan, itu dua bukan bagian dari sindikat. Mereka tidak kenal dengan sindikat-sindikat," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi, Jumat 21 Juli 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada kasus itu, Hengki menunjuk tersangka bernama Hanim mengatur pergerakan sindikat dan menjembatani dengan rumah sakit Preah Ket Mealea di Kamboja. Rumah sakit itu memfasilitasi transplantasi ginjal korban ke pasien penerima.
Belakangan diketahui Hanim juga sebagai korban yang merelakan ginjalnya dijual pada 2019. Dia bersama sembilan pelaku lain menjaring korban melalui grup di media sosial Facebook.
Menurut Hengki, jumlah korban saat ini lebih dari 100 orang. Tepatnya, yang sudah diidentifikasi Polda Metro Jaya sebanyak 122 orang. "Kami terus lakukan penyidikan apakah ada korban-korban yang lain," ujarnya sambil menambahkan, sindikat memanfaatkan kerentanan korban yang terdesak kondisi ekonomi. "Mereka berasal dari berbagai latar belakang profesi yang kehilangan pekerjaannya."
Dari setiap hasil cangkok ginjal, sindikat menerima Rp 200 juta dan dibagikan ke korban Rp 135 juta. Sisanya untuk pelaku dan dipotong untuk beragam biaya operasional. Korban akan menerima uang beberapa hari setelah operasi dengan cara transfer.
Anggota polisi yang menjadi tersangka, Aipda M, disebutkan telah menerima Rp 612 juta untuk perannya membantu pelarian para tersangka lain. Dia yang mengarahkan ponsel dibuang dan tersangka berpindah-pindah tempat.
Sedangkan A mengurus soal dokumen perjalanan korban ke Kamboja. Atas perannya ini dia mendapat uang Rp 3,2 juta hingga Rp 3,5 juta per orang yang diurus.
Hengki menegaskan tak akan tebang pilih dalam perburuan terhadap para tersangka. Siapapun oknum yang terlibat, kata dia, "Perintah dari pimpinan, kami libas habis."