Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - AKBP Achiruddin Hasibuan resmi dicopot jabatannya sebagai Kepala Bagian Binops pada Direktorat Narkoba Polda Sumut. Pencopotan tersebut dilakukan usai Achiruddin diperiksa Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sumut atas tindakan membiarkan anaknya melakukan penganiayaan terhadap mahasiswa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AKBP Achiruddin pun disanksi penempatan khusus (patsus) karena terbukti melanggar kode etik Pasal 13 huruf M Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Aturan tersebut menyebutkan bahwa setiap pejabat Polri dilarang melakukan tindakan kekerasan, berlaku kasar, dan tidak patut. Atas dasar peraturan tersebut, Achiruddin sebagai polisi bermasalah juga dianggap melanggar Tribrata dan Catur Prasetya. Apakah itu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tri Brata dan Catur Prasetya
Seorang polisi diwajibkan untuk melaksanakan Tribrata dan Catur Prasetya. Tribrata merupakan dua kata yang ditulis tidak terpisahkan yang dapat didefinisikan sebagai tiga asas kewajiban. Tribrata adalah nilai dasar yang merupakan pedoman moral dan penuntun nurani bagi setiap anggota Polri serta dapat berlaku bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya.
Adapun, bunyi dari Tri Brata yang menjadi pedoman hidup bagi setiap anggota Polri adalah sebagai berikut, yaitu:
- Berbakti kepada Nusa dan Bangsa dengan penuh ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
- Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
- Senantiasa melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan serta ketertiban.
Sementara itu, Catur Prasetya menjadi pedoman kerja Polri sebagai insan bhayangkara yang berkorban demi masyarakat, bangsa, dan negara untuk melakukan beberapa tujuan berikut, yaitu: :
- Meniadakan segala bentuk gangguan keamanan
- Menjamin keselamatan jiwa raga, harta benda, dan hak asasi manusia (HAM).
- Menjaga kepastian berdasarkan hukum.
- Memelihara perasaan tentram dan damai
Berdasarkan Fungsi Sosial Kepolisian Republik Indonesia, setiap anggota Polri diikat oleh Kode Etik dalam menjalankan fungsi, wewenang, dan tugasnya. Dasar pertimbangan Kode Etik Kepolisian menjelaskan bahwa pelaksanaan tugas dan tanggung jawab anggota polisi harus dijalankan secara profesional, proporsional, dan prosedural yang didukung oleh nilai-nilai dasar dalam Tribrata dan Catur Prasetya. Akibatnya, dua Tribrata dan Catur Prasetya harus dilaksanakan secara objektif, akuntabel, dan menjunjung tinggi kepastian hukum serta HAM.
Tribrata dan Catur Prasetya merupakan kesatuan pedoman yang saling berhubungan bagi anggota polisi. Sebab, dua pedoman ini harus dijalankan secara bersamaan oleh setiap polisi untuk mencapai tujuan kepolisian, yaitu mengayomi, melindungi, dan membuat aman lapisan masyarakat.
Lebih lanjut, Wakapolres Bangka Barat Kompol Johan Wahyudi menyampaikan bahwa Tribrata dan Catur Prasetya dapat membuat para anggota polisi lebih memahami dan menghayati dalam melaksanakan tugas sehari-hari sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Dengan begitu, anggota Polri tidak bisa menjalankan keduanya tidak secara bersamaan dalam melakukan tugas kepolisian untuk masyarakat, seperti tertulis dalam babel.polri.go.id.
Pilihan Editor: Respons Mahfud MD tentang 2 Polisi, AKBP Achiruddin Hasibuan dan Kombes Teguh Triwantoro
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.