Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Korpolairud) Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri mengungkap tindak pidana pengelolaan benih bening lobster (BBL) ilegal di Lebak, Banten pada Selasa, 1 Oktober 2024. Aparat menyita hampir 134 ribu ekor benih lobster senilai Rp 32,8 miliar dalam kasus tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dari 134 ribu BBL ini, kami berhasil menyelamatkan kerugian negara sebanyak Rp 32,8 miliar lebih dengan asumsi satu benih itu di kisaran, pasar gelapnya kalau berhasil diekspor sebesar Rp 200-250 ribu, tergantung dari jenis variannya,” kata Kepala Subdirektorat Penegakkan Hukum Ditpolair, Komisaris Besar Donny Charles Go dalam konferensi pers di Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Jumat, 4 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, benih lobster tersebut terdiri dari 121.350 ekor lobster jenis pasir dan 12.648 ekor lobster jenis mutiara. Benih-benih lobster senilai puluhan miliar rupiah itu kemudian dilepasliarkan ke laut di wilayah Pandeglang, Banten.
Donny menyampaikan perdagangan benih lobster ilegal termasuk dalam tindak pidana perikanan. “Kasusnya berupa pengelolaan hasil laut yang dilakukan tanpa izin,” ujar dia.
Menurut Donny, para pelaku ditangkap saat berada di tempat kejadian perkara (TKP), yaitu sebuah tempat pemancingan yang mereka sewa untuk beroperasi. Di lokasi tersebut, kata Donny, empat pelaku menggunakan sebuah gudang untuk merawat benih bening lobster ilegal.
Donny menyatakan para tersangka memiliki inisial DS, DD, DE, dan AM. Masing-masing tersangka memiliki peran yang berbeda dalam operasi pengelolaan benih bening lobster ilegal mereka.
Donny berkata awalnya polisi menangkap lima orang dalam kasus ini. Namun, hanya empat orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Donny mengatakan para pelaku dijerat Pasal 92 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Beleid itu melarang usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan yang tidak memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP). Mereka terancam penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.