Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri telah menggelar sidang etik dan menjatuhkan sanksi demosi terhadap dua polisi yang terlibat dalam pemerasan terhadap penonton festival Djakarta Warehouse Project (DWP) pada Kamis, 2 Januari 2025. Dua orang itu merupakan Kepala Unit berinisial DF dan anggota berinisial S.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan keduanya terbukti melakukan pelanggaran saat bertugas mengamankan penonton konser DWP yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkoba. “Pada saat pemeriksaan terhadap orang yang diamankan tersebut, (yang bersangkutan) telah melakukan permintaan uang sebagai imbalan dalam pembebasan atau pelepasannya," kata Trunoyudo dalam keterangan tertulis pada Jumat, 3 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Trunoyudo, sidang etik keduanya digelar secara terpisah dengan Majelis Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang berbeda. Dia mengatakan sidang etik pertama dilakukan terhadap pelanggar DF dengan Wakil Inspektur Pengawasan Umum Polri Irjen Yan Sultra Indrawijaya sebagai Ketua Sidang Komisi. Dalam sidang yang digelar di Gedung TNCC Mabes Polri ini, 8 orang saksi yang turut diperiksa oleh Majelis KKEP.
Sementara untuk pelanggar S, Trunodoyo mengatakan sidang etik dipimpin oleh Kepala Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi Divpropam Polri Brigjen Agus Wijayanto sebagai Ketua Sidang Komisi. Dalam sidang ini, total ada 5 orang saksi yang diperiksa oleh Majelis KKEP.
Atas perbuatan kedua pelanggar, Trunoyudo mengatakan Majelis KKEP menjatuhi sanksi berupa demosi selama 8 tahun. Selain itu keduanya juga dijatuhi hukuman penempatan khusus yaitu selama 30 hari untuk DF dan 20 hari untuk S.
"Mutasi bersifat demosi selama 8 (delapan) tahun di luar fungsi penegakan hukum," ucap Trunoyudo. Selain itu, kata Trunoyudo, KKEP juga menjatuhkan sanksi etika, yaitu perbuatan pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela. Pelanggar juga diwajibkan mengikuti pembinaan mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan dan pengetahuan profesi selama satu bulan. Trunoyudo mengklaim sanksi tersebut diberikan secara proporsional sesuai peran dan perbuatan masing-masing.
Selain demosi terhadap DF dan S, tiga anggota polisi juga telah dijatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH). Ketiganya adalah Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Donald Parlaungan Simanjuntak; Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, AKP Yudhy Triananta Syaeful; dan Kasubdit III Ditrresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia. Merespons sanksi tersebut, ketiganya pun mengajukan banding.
Karowabprof Divpropam Polri Brigadir Jenderal Agus Wijayanto, menjelaskan hak untuk melakukan banding diajukan setelah tiga hari putusan sidang. Memori banding nantinya diajukan oleh pelanggar ke komisi banding untuk dipelajari. “Apakah ada yang meringankan di banding? Dalam Perpol 7 Tahun 2022 ini memang hak terduga pelanggar diputus sidang kode etik profesi Polri haknya bisa banding,” kata Agus di Gedung TNCC Mabes Polri, Kamis, 2 Januari 2025.
Kasus pemerasan yang terjadi di festival DWP pada 13-15 Desember 2024 lalu mencuat setelah sejumlah korban bercerita di media sosial soal pemerasan yang dialami dengan modus razia narkoba. Mereka mengaku dipaksa menyerahkan sejumlah uang karena polisi mengancam akan menahan mereka.
Polri sendiri telah menyita barang bukti berupa uang sejumlah Rp 2,5 miliar. Dalam kasus ini ada 45 warga asal Malaysia yang menjadi korban. Kemudian, terdapat 18 anggota Polri yang terlibat, mereka merupakan personel Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran.
Alif Ilham Fajriadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.