Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pos hukum di kampung

Pembentukan pos lbh di daerah-daerah, terutama di pedalaman, anggotanya tidak harus berlatar belakang pendidikan hukum.(hk)

4 September 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENGKETA tanah sekolah Taman Siswa di Jalan Masjid Tua Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, tak jadi disidangkan. Sarman, yang semula merasa berhak atas tanah itu, setuju menarik gugatan dari Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Agustus lalu. Mardin dan kawan-kawan, sebagai pihak tergugat, tentu lega. Sengketa yang sudah berlangsung beberapa tahun itu, bisa didamaikan Hamdani Lubis, 58 tahun, Kepala Perwakilan Pos Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Lubuk Pakam, setelah kedua belah pihak diajak bermusyawarah. "Musyawarah merupakan jalan terbaik menyelesaikan masalah. Jadi, tak harus selalu ke pengadilan," kata Hamdani. Sedapat mungkin menghindari ruang pengadilan dan menyelesaikan sengketa dengan musyawarah rupanya menjadi tujuan utama LBH Lubuk Pakam -- seperti yang biasa ditempuh para penasihat hukum di LBH dan Klinik Hukum Peradin, Jakarta. Tapi yang unik, para anggota Pos LBH Lubuk Pakam tidak harus berlatar belakang pendidikan hukum. Proyek milik LBH Medan yang dibuka tiga bulan lalu itu, beranggotakan para tokoh masyarakat setempat. Ada alim ulama, purnawirawan ABRI, tokoh adat atau pensiunan hakim. Bahkan bekas bupati. Hamdani sendiri dulunya jaksa. Kamaluddin Lubis, Direktur LBH Medan, menyebut mereka sebagai "kereta tua". Tapi jangan dianggap enteng. "Kereta tua itu bisa jadi lebih berguna dari seorang sarjana hukum. Di kampung, orang berkharisma lebih didengar," kata Kamaluddin. Ide membentuk Pos LBH muncul ketika Kamaluddin menyaksikan perkelahian antarsuku di Bagan Asahan 1980 lalu, yang menimbulkan kebakaran dan beberapa orang korban. Pemerintah daerah setempat lalu mendekati tokoh kedua suku yang berselisih. Dan perdamaian pun tercapai, setelah diadakan acara adat dengan memotong kerbau. Kamaluddin amat terkesan dengan cara penyelesaian masalah seperti itu. Maka, secara coba-coba ia menghubungi tokoh masyarakat untuk menyumbang waktu dan tenaga di Pos LBH. Nama-nama tokoh itu biasanya ia peroleh dari wartawan. Meski tak menjanjikan bayaran, Kamaluddin mendapat sambutan baik. Selain di Lubuk Pakam, Pos LBH kini sudah berdiri di Labuhan Batu. Rencananya, Oktober nanti semua kota kabupaten di Sumatera Utara sudah mempunyai Pos LBH. "Kalau bisa sampai ke tingkat kecamatan," kata Kamaluddin. Meski tak dibayar, para tokoh masyarakat yang aktif lewat Pos LBH merasa senang. "Badan sudah tua, mudah lelah turun ke desa pedalaman. Tapi saya senang bisa mengabdi di masa tua," komentar O.K. Anwar, 66 tahun, pensiunan bupati. Hamdani Lubis sendiri berkecimpung di pos LBH, "karena hobi." Kegembiraan para tokoh tua itu, menurut Kamaluddin, karena mereka merasa berfungsi kembali dengan mempelajari berkas perkara atau menelepon para pejabat. Pos LBH kini memang cukup sibuk. Mereka yang memerlukan bantuan hukum terus berdatangan, sejak pos itu diresmikan tiga bulan lalu. Tak hanya masyarakat awam, aparat pemerintah pun ada yang datang meminta bantuan. Dua pekan lalu, misalnya, seorang Kepala Desa di Labuhan Batu mohon agar petugas Pos LBH Rantau Prapat turun ke desanya. Di sana ada pencemaran akibat limbah pabrik karet dan minyak kelapa sawit. Tak hanya kasus perdata, perkara pidana ada pula yang ditangani pos ini. Kasus Paeran dan Ponirin (TEMPO, 21 Agustus 1982) yang mirip Karta & Sengkon, terungkap berkat kerja anggota Pos LBH Rantau Prapat. Dan awal Agustus lalu, Nakir, 66 tahun, purnawirawan Mayor Polisi anggota Pos LBH, muncul sebagai pembela Jumadi -- yang dituduh membunuh -- di Pengadilan Negeri Kantau Prapat. Dengan suara tuanya, penampilan Nakir yang berpipi cekung itu sempat membuat majelis hakim dan pengunjung sidang tersenyum. Maklum bukan sarjana hukum, anggota pos yang muncul di sidang memang kurang tangkas bicara. Apalagi bila sudah menyinggung pasal-pasal KUHP. Untuk itu, anggota LBH Cabang Medan yang bertitel SH, tiap minggu mengunjungi pos. Mereka memberi bimbingan tentang tata cara persidangan, berdiskusi dan membagikan buku tentang hukum. "Kalau rajin, mereka bisa diangkat menjadi pengacara praktek," kata Kamaluddin. Pos LBH memang berbeda dengan Posbakum (Pos Bantuan Hukum), proyek Peradin (Persatuan Advokat Indonesia) Cabang Jakarta yang mangkal di gedung Pengadilan Negeri. Beranggotakan mahasiswa hukum lulusan kursus kepengacaraan Peradin, Posbakum hanya mengulurkan tangan bagi mereka yang tersangkut perkara ringan. Tapi Direktur LBH Jakarta, Mulya Lubis, yang bulan lalu meninjau menyatakan ide Pos LBH itu positif. "Paling tidak untuk sekedar pengenalan dan penyuluhan hukum, dan tempat partisipasi orang non-hukum dalam program bantuan hukum," katanya. Jangkauan LBH yang berkantor di ibukota provinsi memang terbatas. Misalnya: menurut Mulya, masyarakat Sumatera Barat, enggan meminta bantuan ke LBH Padang. Mereka menganggap LBH itu khusus untuk masyarakat kota. Padahal berdasar penelitian, "70% kasus tanah terjadi di luar Kota Padang." Sebab itu Mulya mendukung gagasan agar Pos LBH bisa juga didirikan di kota kabupaten. Pengadilan Tinggi Sumatera Utara turut mendukung ide Pos LBH. "Desa masih kekurangan tenaga sarjana hukum. Tampilnya pengacara yang sekedar tahu hukum, jadilah. Asal jangan mempersulit jalannya sidang," kata Thamrin Raja Bangsawan, Humas Pengadilan Tinggi Medan. Ia merasa tak berwenang melarang pengacara yang bukan sarjana hukum berpraktek di pengadilan. Perundang-undangan yang mengatur pembela bantuan hukum belum ada. "Lagi pula Pengadilan Negeri membolehkan," kata Thamrin lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus