Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Makan tak makan bagi nazir

Pengusaha m. nazir effendi b.a, mogok makam, tidak puas atas sebuah putusan pengadilan tinggi kal-bar yang mengalahkan perkara perdatanya pembabatan kayu dipersilnya. menggugat saad bin abdullah. (hk)

4 September 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UPACARA kenegaraan memperingati HUT RI ke-37 baru saja usai di halaman Kantor Gubernur Kalimantan Barat, di Pontianak. Tapi sejumlah wartawan setempat yang baru saja meliput acara itu, di sebuah gang dihadang seorang laki-laki yang kemudian dikenal bernama M. Nazir Effendi B.A. "Saya mogok makan sampai mati, kecuali putusan Pengadilan Tinggi Pontianak dicabut kembali," ujar laki-laki itu. Nazir yang dikenal sebagai pengusaha rumah penginapan "Sederhana" di kota itu, ternyata melakukan aksi protes yang mungkin pertama kali terjadi di negara ini. Ia merasa tidak puas atas sebuah putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat di Pontianak yang mengalahkan perkara perdatanya. "Jelas ada unsur permainan dalam perkara itu," kata Nazir. Sebab, putusan yang dijatuhkan hakim M. Bantahusin 5 Januari 1981, sampai saat ini belum diterima Nazir sebagai pihak yang dikalahkan. Karena itu ia kehilangan hak untuk kasasi ke Mahkamah Agung. Hakim Bantahusin sendiri telah dipindahkan sebagai Ketua Pengadilan Tinggi di Ambon. Cerita itu bermula, ketika Nazir, 58 tahun, menggugat orang sekotanya, Saad bin Abdullah dkk ke pengadilan. Saad bersama lima orang kawannya, dituduh Nazir telah membabat kayu di persil miliknya. Pengadilan Negeri Pontianak dalam putusannya 15 November 1976, membenarkan gugatan Nazir. Saad bersama kawan-kawannya diperintahkan mengembalikan persil itu kepada Nazir, dan membayar ganti rugi Rp 5 juta. Saad ternyata tidak puas atas putusan itu dan naik banding ke Pengadilan Tinggi. Di peradilan banding ini, keputusan jadi terbalik. Nazir, sarjana muda Akademi Penerangan itu, dikalahkan. Tapi anehnya, putusan itu tidak kunjung sampai kepada Nazir. "Sampai hari ini saya belum menerima putusan itu, padahal kalau putusan itu disampaikan harus ditandatangani sebagai bukti penerimaan," ujar laki-laki pensiunan Kantor P & K Kal-Bar itu pekan lalu. Tujuh bulan setelah putusan Pengadilan Tinggi itu jatuh, barulah Nazir mendengar kabar perkaranya itu. Ia mengirimkan surat ke Pengadilan Negeri Pontianak meminta kepastian putusan itu, 25 Agustus 1981. Balasannya membenarkan, sudah ada putusan Pengadilan Tinggi dan sudah diberitahukan kepada pengacara Nazir, Slamet Rahardjo SH. Tapi pengacara itu tak memberi jawaban pasti. Seperti bingung, Slamet Rahardjo mengatakan, "saya belum bisa bicara banyak". Tapi kemudian ia membenarkan, pernah menerima pemberitahuan dari panitera Pengadilan Negeri Pontianak tentang perkara kliennya itu. Katanya, putusan itu ia sampaikan secara lisan kepada seorang anak Nazir, ketika kliennya itu tidak ada di rumah. "Setelah itu saya tidak pernah ketemu lagi, sampai saya membaca di koran ia mogok makan," ujar Slamet Rahardjo. Tapi tak lupa pengacara itu menambahkan, sebelumnya "saya telah memberitahukan Ketua Pengadilan Negeri Pontianak, harap menyampaikan keputusan langsung kepada pihak yang bersangkutan -- karena dalam kuasa saya tidak untuk kasasi". Pihak pengadilan, yaitu panitera perdata, menurut Slamet Rahardjo, telah menyanggupi untuk memberitahukan keputusan itu kepada Nazir. Tapi anehnya, keputusan itu tetap juga disampaikan melalui pengacara tadi. Karena itulah ayah dari 7 anak itu terlambat mengajukan kasasi. Tapi ia mencoba juga permohonan kasasi itu ke Mahkamah Agung, 23 September tahun lalu. Seperti yang diduga, permohonan kasasi itu ditolak Mahkamah Agung dalam keputusan yang diambil majelis dengan ketua Hakim Agung Piola Isa, 25 Juni 1982 lalu. Alasan Mahkamah Agung, permohonan itu sudah lewat waktu -- semestinya hanya 14 hari setelah putusan Pengadilan Tinggi. Keputusan MA itu disampaikan Pengadilan Negeri Pontianak kepada Nazir, 16 Agustus Ialu. Dan sehari kemudian, Nazir melancarkan aksi mogok makan. Aksi itu, sempat membuat repot pejabat daerah setempat. Baik Polisi maupun Laksusda turun tangan mengendorkan niat Nazir. "Sebelumnya saya sudah mencegah niat Bapak, tapi kemauannya keras dan sulit dibantah," ujar istri Nazir, Djumilah. Berkat bujukan para pejabat daerah, barulah Nazir surut. Tiga hari setelah mogok makan total, ia mengubah aksinya menjadi puasa siang hari saja. "Persis seperti orang puasa bulan Ramadhan, dan saya baru akan berhenti puasa kalau pengadilan mengubah putusannya," kata Nazir. Selain dari bujukan pejabat-pejabat daerah itu, Nazir mengaku mengendorkan aksinya, karena masih ada upaya hukum lain, yaitu peninjauan kembali atau request civiel. Namun, aksi Nazir itu ternyata, katanya, menyebabkan Ketua Pengadilan Tinggi Pontianak, R.L. Tobing, tidak nyenyak tidur. Hampir setiap malam telepon berdering di rumahnya dari berbagai pihak yang ingin menanyakan kasus itu. "Saya seperti kena demam malaria," ujar Tobing. Menurut Tobing, tuduhan Nazir ke alamat Pengadilan Tinggi seakan-akan instansi ini lalai menyampaikan putusan adalah tidak benar. "Ia sudah membalikkan fakta yang sebenarnya," tambah Tobing. Apalagi seperti kata Ketua Pengadilan Negeri Pontianak, R. Saragih, pihaknya punya bukti-bukti pernah menyampaikan keputusan Pengadilan Tinggi itu kepada yang berhak. Sebab itu Tobing tengah mempertimbangkan tindakan balik yang akan dilakukannya terhadap Nazir, tanpa menyebutkan bentuk tindakan itu. "Saya akan lapor dulu pada atasan," tambahnya. Selain diancam tindakan balik, Nazir juga diisukan sebagai orang gila. Tapi jawab Nazir "Kalau saya gila tolonglah kirimkan dokter untuk memeriksa saya," ujar bekas guru dan anggota veteran itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus