Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menanggapi rencana Presiden Prabowo Subianto memberikan ampunan kepada koruptor demi memaksimalkan pengembalian kerugian negara (asset recovery) hasil korupsi. Menurut peneliti ICW, Egi Primayogha, presiden seharusnya fokus mendorong percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebagaimana telah tertuang dalam dokumen astacita soal komitmen untuk memperkuat reformasi politik, hukum dan birokrasi serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi,” kata Egi kepada Tempo, Selasa, 24 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Egi menilai mendorong percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset akan lebih kongkret bagi presiden untuk menunaikan janjinya. Dia meminta Prabowo segera mengirimkan surat presiden (supres) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menjadikan RUU Perampasan Aset sebagai prioritas utama pembahasan.
“Ketika RUU ini disahkan juga dapat memulihkan aset negara,” kata dia.
Menurut Egi, untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara tak harus melalui proses pengampunan. Dia menyatakan hal itu bisa dilakukan dengan perampasan aset.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto melontarkan wacana untuk mengampuni koruptor yang mengembalikan uang hasil korupsinya. Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan pernyataan presiden itu sebagai salah satu bagian dari strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pada pemulihan kerugian negara (asset recovery).
"Apa yang dikemukakan Presiden itu sejalan dengan pengaturan UN Convention Againts Corruption (UNCAC) yang sudah kita ratifikasi dengan UU No 7 Tahun 2006. Sebenarnya setahun sejak ratifikasi,” kata dia dalam keterangan resmi, Kamis, 19 Desember 2024.
Dia juga mengatakan pemerintah Indonesia perlu melakukan perubahan terhadap Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan menyesuaikan aturan tersebut agar selaras dengan UNCAC. “Kita terlambat melakukan kewajiban itu dan baru sekarang ingin melakukannya, kata dia.
Yusril mengatakan upaya pemberantasan korupsi sesuai pengaturan konvensi ialah pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif dan pemulihan kerugian negara (asset recovery). Yusril tak merasa ada yang salah dari pernyataan Prabowo yang akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang negara yang dicuri.
“Dapat dimaafkan jika mereka dengan sadar mengembalikan kerugian negara akibat perbuatannya,” kata Yusril.
Yusril Ihza Mahendra menyebut pernyataan Presiden Prabowo Subianto itu menjadi gambaran dari perubahan filosofi penghukuman dalam penerapan KUHP Nasional yang akan diberlakukan awal tahun 2026 yang akan datang.
"Penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif dan rehabilitatif. Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi haruslah membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya, kata dia.