Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan hakim sekaligus Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto, sebagai tersangka suap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau korupsi minyak goreng. Djuyamto adalah Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memberikan vonis lepas terhadap tiga korporasi yang menjadi terdakwa dalam kasus tersebut, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Berdasarkan alat bukti yang cukup, penyidik menetapkan 3 orang sebagai tersangka. Tersangka DJU (Djuyamto) selaku hakim karir pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Abdul Qohar, Selasa, 14 April 2025.
Sosok Hakim Djuyamto
Djuyamto merupakan Hakim Tingkat Pertama yang kini bertugas di PN Jakarta Selatan. Pria yang lahir di Sukoharjo pada 18 Desember 1967 ini meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Solo (FH UNS).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebelum menjadi hakim di PN Jakarta Selatan, Djuyamto sempat bertugas di sejumlah pengadilan lainnya. Hakim dengan golongan Pembina Utama Muda (IV/c) itu sempat bertugas di PN Tanjungpandan, PN Temanggung, PN Karawang, PN Dompu, PN Bekasi dan PN Jakarta Utara. Dia juga menjabat sebagai Sekretaris Bidang Advokasi Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi).
Selain menangani kasus korupsi minyak goreng, Djuyamto juga sempat menangi sejumlah kasus besar lainnya. Diantaranya, dia menjadi hakim ketua dalam kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan di PN Jakarta Utara pada Juli 2020. Dalam kasus itu, Djuyamto memvonis dua pelaku dengan dua tahun dan satu tahun enam bulan penjara.
Beberapa waktu lalu, Djuyamto juga menjadi hakim tunggal yang memutus praperadilan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) Hasto Kristiyanto di PN Jakarta Selatan. Dalam putusan praperadilan itu Djuyamto menolak permohonan praperadilan Hasto. Akibatnya status tersangka Hasto saat itu tetap dinyatakan sah dan persidangan mengenai perkara suap serta perintangan penyidikan politikus PDIP itu diteruskan.
Rincian Harta Kekayaan Djuyamto
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari laman KPK, Djuyamto tercatat memiliki kekayaan senilai Rp 2.919.521.104 atau Rp 2,9 miliar. Jumlah ini berdasarkan laporan pada 4 Februari 2025 untuk periodik 2024.
Dalam laporannya, Djuyamto mengaku memiliki tiga aset kekayaan berupa tanah dan bangunan serta tiga kendaraan bermotor. Dia juga mempunyai berbagai jenis harta dalam bentuk lain. Adapun rincian harta kekayaannya sebagai berikut:
A. Tanah dan Bangunan
- Tanah dan bangunan seluas 149 m2/80 m2 di Kab / Kota Karanganyar, Hasil Sendiri: Rp 900.000.000
- Tanah dan bangunan seluas 150 m2/95 m2 di Kab / Kota Sukoharjo, Hibah Dengan Akta: Rp 950.000.000
- Tanah dan bangunan seluas 980 m2/152 m2 di Kab / Kota Sukoharjo, Hasil Sendiri: Rp 600.000.000
B. Alat Transportasi dan Mesin
- Motor, Honda Beat Sepeda Motor Tahun 2015, Hasil Sendiri: Rp 2.500.000
- Motor, Vespa Sepeda Motor Tahun 2020, Hasil Sendiri: Rp 23.500.000
- Mobil, Toyota Innova Reborn Tahun 2023, Hasil Sendiri: Rp 375.000.000
C. Harta Bergerak Lainnya: Rp 90.500.000
D. Surat Berharga: -
E. Kas dan Setara Kas: Rp 168.021.104
F. Harta Lainnya: Rp 60.000.000
Total harta kekayaan Djuyamto adalah Rp 3.169.521.104 atau Rp 3,1 miliar. Tetapi, dia tercatat memiliki utang sebesar Rp 250 juta, sehingga jumlah kekayaan bersihnya adalah Rp 2.919.521.104 atau Rp 2,9 miliar.
Djuyamto menjadi sorotan karena diduga menerima suap Rp 5,7 miliar dalam penanganan kasus korupsi minyak goreng, dan memvonis lepas tiga korporasi yang menjadi terdakwa perkara tersebut. Selain Djuyamto, dua anggota majelis hakimnya juga turut menerima suap. Mereka adalah Agam Syarief Baharuddin yang diduga menerima suap Rp 4,5 miliar dan Ali Muhtarom yang menerima Rp 5 miliar.
Selain Djuyamto cs, Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan 4 orang sebagai tersangka di kasus ini. Mereka adalah mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, pengacara korporasi Marcella Santoso dan Ariyanto dan panitera bernama Wahyu Gunawan.