Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Alasan Hakim Tolak Praperadilan Hasto: Harusnya Buat Dua Permohonan

Hakim menilai bukti-bukti yang diajukan tim Hasto tidak jelas, apakah ditujukan untuk kasus dugaan perintangan penyidikan, suap, atau keduanya.

14 Februari 2025 | 05.00 WIB

Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Djuyamto memimpin sidang perdana gugatan praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di PN Jakarta Selatan, 21 Januari 2025.  TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Perbesar
Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Djuyamto memimpin sidang perdana gugatan praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di PN Jakarta Selatan, 21 Januari 2025. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Djuyamto menyatakan tidak dapat menerima permohonan praperadilan yang diajukan oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Politikus partai banteng itu mengajukan permohonan pembatalan penetapannya sebagai tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Hakim berpendapat bahwa permohonan praperadilan dari pemohon dinyatakan tidak dapat diterima," ujar Djuyamto saat membacakan putusan praperdilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 13 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dilansir dari Antara, Djuyamto menyatakan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Hasto Kristiyanto ditolak sepenuhnya. Dengan demikian, status tersangka Hasto tetap berlaku dan dinyatakan sah. Namun, apa sebenarnya pertimbangan dan alasan hakim menolak permohonan praperadilan politikus PDIP tersebut? Berikut penjelasannya.


Hakim Sebut Hasto Harus Buat Dua Permohonan

Pada persidangan tersebut, hakim tunggal Djuyamto menjelaskan alasannya menolak permohonan Hasto Kristiyanto. Menurutnya, Hasto seharusnya mengajukan dua permohonan praperadilan untuk dua surat perintah penyidikan yang menjadi dasar penetapan Sekjen PDIP itu sebagai tersangka.

"Hakim berpendapat permohonan pemohon seharusnya diajukan dalam dua permohonan praperadilan," ucap Djuyamto. Dua permohonan yang dimaksud adalah terkait perintangan penyidikan Harun Masiku dan suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

“Permohonan pemohon yang menggabungkan sah tidaknya dua surat perintah penyidikan atau sah tidaknya penetapan tersangka dalam satu permohonan haruslah dinyatakan tidak memenuhi syarat formil permohonan peraperadilan,” jelas hakim. 

Hasto hanya mengajukan satu permohonan praperadilan terkait status tersangkanya. Namun, hakim menilai bahwa bukti-bukti yang diajukan dalam permohonan tersebut tidak jelas, apakah ditujukan untuk kasus dugaan perintangan penyidikan, suap, atau keduanya.

Hakim juga menegaskan bahwa penetapan tersangka Hasto berasal dari dua penyidikan yang berbeda, masing-masing terkait dengan dugaan tindak pidana perintangan penyidikan dan suap. "Kemudian, menyatakan permohonan praperadilan pemohon kabut atau tidak jelas," kata dia.

Dalam pengajuan permohonannya, pihak Hasto menilai penetapan tersangka sang klien terlalu cepat, tidak diperkuat dengan bukti baru, serta menyoroti pergantian pimpinan KPK. Tetapi, Djuyamto menegaskan bahwa tidak ada relevansi antara prosesi pengangkatan pimpinan termohon, yakni KPK, dengan ruang lingkup praperadilan yang diajukan dalam dalil keberatan pemohon atau Hasto Kristiyanto.

"Kepemimpinan pada lembaga termohon (KPK) tidak seharusnya menjadi alasan, sekali lagi termohon bukan organisasi politik yang menggunakan analisa politik dalam melaksanakan tugas pokok pemohon sebagai institusi penegak hukum," ujar Djuyamto.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hasto sebagai tersangka pada 24 Desember 2024 dalam kasus suap yang melibatkan buronan KPK, Harun Masiku. Hasto dan Harun diduga menyuap Wahyu agar Harun dapat menggantikan Nazarudin Kiemas, caleg PDIP yang telah meninggal dunia, untuk menduduki kursi parlemen.

Dalam kasus ini, enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Hasto, Harun, Wahyu, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, kader PDIP Saeful Bahri, dan advokat PDIP Donny Tri Istiqomah. Dari jumlah tersebut, tiga orang di antaranya, yakni Wahyu, Saeful, dan Agustiani, telah divonis dan menyelesaikan masa hukuman. Sementara itu, Donny ditetapkan sebagai tersangka bersamaan dengan Hasto.


Jihan Ristiyani dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus