Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nama Ferdy Sambo menjadi sorotan publik setelah insiden saling tembak antarpolisi, Brigadir J dan Bharada E, terjadi di rumah dinasnya pada Jumat 8 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasalnya, penembakan yang terjadi di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri itu, yang terletak di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, bukan hanya melibatkan sang istri Jenderal bintang dua, namun juga pemberian fakta-fakta yang janggal serta inkonsistensi pernyataan dari Polri sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lalu siapa sebenarnya sosok Irjen Pol Ferdy Sambo? Irjen Pol Ferdy Sambo lahir pada 19 Februari 1973. Pria kelahiran Barru, Sulawesi Selatan, ini merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1994.
Ferdy berpengalaman di bidang reserse. Pada 2010 dia menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Jakarta Barat. Ia lalu menjabat Kapolres Purbalingga pada 2012. Setahun setelahnya, dia menjabat sebagai Kapolres Brebes.
Kariernya melesat. Pada 2015, Ferdy menjabat sebagai Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadireskrimum) Polda Metro Jaya. Sebelum ditunjuk sebagai Kepala Divisi Propam, ia ditunjuk menjadi Kepala Subdirektorat (Kasubdit) IV, lalu Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri pada 2016. Ia palu menjabat Dirtipidum Bareskrim Polri pada 8 November 2019. Pada 2020, Kapolri Jenderal Idham Azis mengangkat Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam Polri.
Selain karir yang gemilang, ia juga moncer menangani kasus terkenal, di antaranya kasus bom bunuh diri di Sarinah Thamrin, Jakarta Selatan, pada 2016, kasus kopi racun sianida pada 2016, kemudian memimpin penyelidikan kebakaran di Kejaksaan Agung, hingga menyelidiki kasus penerbitan surat jalan palsu Djoko Tjandra.
Kediaman dinas Ferdy Sambo kini dijaga ketat. Para pewarta berita berupaya mencari fakta-fakta di tempat kejadi perkara penembakan Brigadir J yang tewas di tempat.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan mengungkapkan kejadian penembakan Brigadir J oleh Bharada E di kediaman Kadiv Propam Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Ia mengatakan kejadian baku tembak terjadi pada Jumat 8 Juli 2022 sekitar pukul 17.00 WIB.
Brigadir J dan Bharada E merupakan staf atau bagian dari Div Propam Mabes Polri. Ia menyebutkan Brigadir J merupakan sopir istri Kadiv Propam, sementara Bharada E adalah ADC atau ajudan Kadiv Propam. Pada saat kejadian, kata Ramadhan, yang berada di lokasi adalah Bharada E, Brigadir J, dan Ibu Kadiv Propam.
Menurut versi Polri, insiden bermula dari dugaan tindakan pelecehan oleh Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo. Ramadhan mengatakan Brigadir J melakukan pelecehan dan menodong istri Ferdy Sambo menggunakan pistol. Sontak, istri Kadiv Propam itu berteriak meminta tolong. Brigadir J kemudian panik dan lekas keluar dari kamar.
"Mendengar teriakan dari ibu, maka Bharada E yang saat itu, berada di lantai atas. Menghampiri dari atas tangga yang jaraknya dari Brigadir J itu kurang lebih 10 meter. Bertanya ada apa, tetapi direspons dengan tembakan yang dilakukan Brigadir J," tutur Ramadhan.
Saling tembak pun terjadi dan berakibat tewasnya Brigadir J di tempat. Dari hasil olah tempat kejadian perkara dan pemeriksaan saksi dan alat bukti di TKP, kata dia, ada tujuh proyektil yang dikeluarkan dari Brigadir J dan lima proyektil yang dikeluarkan Bharada E.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Indonesia Police Watch (IPW) menyoroti kejanggalan dalam pengusutan kasus penembakan Brigadir J. Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mempertanyakan polisi telah melakukan otopsi terhadap Yosua, padahal statusnya sebagai terduga pelaku pelecehan terhadap istri Ferdy, Putri Ferdy Sambo.
IPW mempertanyakan tujuan tindakan bedah mayat tersebut. Menurutnya, bedah mayat umumnya dilakukan terhadap korban, bukan pelaku. Selain itu, Sugeng juga mempertanyakan tidak adanya garis polisi di tempat kejadian perkara. Menurut dia, pemasangan garis polisi dalam rangka pengamanan TKP agar tidak berubah sesuai aturan yang berlaku pada umumnya, tidak dilakukan di rumah Kadiv Propam. Dia juga mempertanyakan adanya luka sayat dan dua jari putus pada jenazah Brigadir J.
Sementara KontraS mengatakan beberapa kronologi yang disampaikan Polri, terdapat beberapa kejanggalan, antara lain terdapat disparitas waktu yang cukup lama antara peristiwa dengan pengungkapan ke publik, yaitu sekitar dua hari; kronologis yang berubah-ubah disampaikan oleh pihak kepolisian; dan ditemukannya luka sayatan pada jenazah Brigadir J di bagian wajah.
Kejanggalan lainnya adalah keluarga yang sempat dilarang melihat kondisi jenazah; CCTV dalam kondisi mati pada saat peristiwa terjadi; serta keterangan Ketua RT yang menyebutkan tidak mengetahui adanya peristiwa dan proses olah tempat kejadian perkara penembakan Brigadir J.
EKA YUDHA SAPUTRA | RIANI SANUSI PUTRI | MUTIA YUANTISYA