Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Raja Gula di Pusaran Perkara

Pernah dihentikan polisi, kasus dugaan penggelapan dan pencucian uang yang menyeret pengusaha Gunawan Jusuf kembali diusut.

6 Desember 2018 | 00.00 WIB

Gunawan Jusuf.
Perbesar
Gunawan Jusuf.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Bukti barunya pengakuan bekas istri bos Sugar Group itu.

Tiba di Indonesia pada Jumat pekan lalu, Toh Keng Siong langsung dirundung kabar tak sedap mengenai laporan perkaranya di Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Pengacaranya, Denny Kailimang, mengabarkan ada gelagat penyidik kembali menyetop laporannya. ”Polisi tidak menghentikan, tapi tidak mem-follow-up,” kata pengusaha asal Singapura itu kepada Tempo di Hotel Pullman, Jumat pekan lalu.

Perkara yang dimaksudkan adalah laporan pria 64 tahun itu ke Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri pada 2016. Toh melaporkan Gunawan Jusuf, bos Sugar Group, produsen gula terbesar di Indonesia, dengan tuduhan penggelapan dan pencucian uang. Ia mengaku tak bisa menarik uang investasi deposito berjangka di PT Makindo Sekuritas Tbk milik Gunawan sekitar US$ 126 juta atau setara dengan Rp 1,13 triliun. Pada 2004, Toh melaporkan Gunawan dengan tuduhan serupa, tapi polisi menyetop kasusnya dengan dalih bukan perkara pidana. Termasuk adanya pengakuan dari Claudine, bekas istri Gunawan yang juga pernah menjadi direktur di Makindo, bahwa tanda tangannya di bukti penerimaan yang dimiliki pelapor palsu.

Gunawan dilaporkan melakukan pencucian uang karena penggunaan dana Toh di Makindo untuk membeli empat perusahaan gula pada 29 November 2001. ”Saya pikir dari deposito berjangka saya karena nilai untuk mengakuisisi perusahaan itu sesuai dengan nilai deposito berjangka saya,” ujar Toh.

Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Komisaris Besar Daniel Tahi Monang Silitonga mengatakan penyidik baru saja mendapat tanggapan jaksa dari Kejaksaan Agung tentang kasus Toh Keng Siong ini. Pendapat jaksa itu merupakan tanggapan atas surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) oleh polisi. Tanggapan jaksa tersebut diterima polisi pada Kamis pekan lalu.

”Jaksa mengembalikan SPDP dengan alasan bukan pidana dan sudah kedaluwarsa,” kata Daniel, Jumat pekan lalu. Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Mukri belum memastikan jawaban jaksa ke polisi tersebut. ”Saya cek dulu, ya,” ucapnya.

Pengacara Toh, Denny Kailimang, mengatakan akan menunggu apa pun keputusan polisi atas laporan kliennya. ”Kami tunggu konfirmasi resmi dari penyidiknya,” ujarnya.

Surat Pernyataan

Polisi sebenarnya sempat bergerak cepat menindaklanjuti laporan Toh Keng Siong pada 2016. Dua pekan setelah laporan itu, polisi menerbitkan surat perintah penyidikan. Dua surat perintah penyidikan berikutnya, untuk kasus penggelapan dan pencucian uang, terbit pada 4 Januari dan 29 Juni lalu. Penyidik juga sudah memeriksa Toh dan Claudine.

Berdasarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan polisi yang diperoleh Tempo, selain memeriksa saksi, polisi sudah menyita dokumen investasi Toh di Makindo. Selain itu, polisi sudah mengecek keaslian tanda tangan Clau-dine dalam beberapa dokumen, meminta informasi transaksi ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, serta meminta dokumen transaksi rekening Makindo kepada Attorney General Chambers Singapore.

MASIH lekat di ingatan Toh Keng Siong peristiwa dua puluh tahun silam itu. Ketika itu, pada 1998, Gunawan Jusuf menelepon dari Jakarta. Pemilik Grup Makindo itu berniat mengungsikan keluarganya ke Singapura, menghindari huru-hara menjelang lengsernya Presiden Soeharto.

Gunawan meminta Toh menjadi penjamin keluarganya selama tinggal di Negeri Singa. Mengenal Gunawan setahun sebelumnya, Toh mengiyakan. Dengan jaminan ini, keluarga Gunawan bisa tinggal di negeri itu selama dua tahun dan anak-anaknya diizinkan menempuh studi di sekolah Amerika Serikat di Singapura. Saking dekatnya, keluarga Toh kerap berkunjung ke kediaman keluarga Gunawan sekadar makan siang bersama atau menghabiskan akhir pekan.

Pada 1999, Gunawan meminta Toh menempatkan uangnya dalam bentuk deposito berjangka di PT Makindo Sekuritas. Toh tergiur dengan iming-iming bunga hampir 5 persen. Gunawan tak menjelaskan bagaimana ia bisa memberikan bunga yang lebih tinggi dibanding bunga rata-rata bank saat itu. Hubungan baik keluarga telah melenakan pengusaha konstruksi itu.

Melalui perusahaannya yang berbasis di Hong Kong, Aperchance Company Limited, sepanjang 1999-2002 Toh mentransfer US$ 126 juta (sekitar Rp 1,13 triliun) ke rekening Makindo. Transfer itu dilakukan melalui Merrill Lynch International Singapura, HSBC Singapura, dan BNP Paribas Hong Kong ke rekening Makindo di Bank Credit Suisse Singapura, United Overseas Bank AG Singapura, dan HSBC Singapura. Dana itu ditransfer dalam berbagai bentuk mata uang.

Setiap uang kiriman Toh diterima, Makindo mengirimkan surat konfirmasi yang diteken Claudine Jusuf, Direktur Makindo yang juga istri Gunawan. Pada 9 Mei 2001, Claudine juga meneken surat untuk Aperchance, yang menyatakan Makindo akan memenuhi kewajibannya membayar kembali uang itu setelah jatuh tempo kapan pun diminta.

Toh mulai curiga saat Makindo, melalui PT Garuda Panca Artha, membeli Sugar Group Companies pada 2001. Apalagi nilai penjualan Sugar Group mirip-mirip jumlah uang yang ia titipkan ke Makindo. ”Dari mana ia mendapat uang sebesar itu untuk membeli Sugar? Padahal dia tidak meminjam dari bank,” kata Toh. Pada November 2002, Toh menelepon Gunawan dan mengatakan ingin menarik semua uangnya.

Gunawan terkejut. Ia lalu terbang ke Singapura membawa istri, anak, beserta ibunya menghadap Toh. Gunawan mengaku tak bisa membayar uang itu dan meminta tidak ditagih dulu. Setelah dua kali pertemuan di Singapura dan Jakarta, keduanya sepakat utang itu akan dicicil US$ 5 juta setiap bulan. ”Tapi dia tidak pernah membayar,” ujar Toh.

Ihwal investasi ini, Claudine, yang dimintai konfirmasi, tidak membantahnya. ”Maaf sekali, Pak, saya lagi mencari pengacara saya untuk menghubungi Bapak,” kata Claudine lewat pesan pendek, Senin pekan lalu. Pengacara Claudine, Joelbaner H. Toendan, bercerita banyak soal ini, tapi ia tidak mau penjelasannya dikutip. ”Tanya saja kepada polisi,” ucapnya.

Gunawan Jusuf tidak bisa dimintai konfirmasi. Tempo mengirimkan surat konfirmasi ke rumahnya di Jalan Biduri, Permata Hijau, Jakarta Selatan, tapi petugas keamanan di sana mengarahkan menemui Sari Warokka, yang disebutnya anggota staf Gunawan, di Gedung Jagat, Jalan Raden Pandji Soeroso, Menteng, Jakarta Pusat.

Tempo dua kali mengirimkan surat konfirmasi buat Gunawan yang diberikan kepada staf Sari Warokka di PT Wahana Rona Semesta di Gedung Jagat. Kuasa hukum Gunawan, Marx Andryan, juga tidak menjawab surat konfirmasi Tempo. ”Sudah saya serahkan suratnya ke Bapak (Marx Andryan),” kata Rani, anggota staf Marx di kantor Marx & Co di gedung Wisma GKBI, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Senin pekan lalu.

Tempo memperoleh permohonan praperadilan Gunawan Jusuf ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia menggugat tiga surat perintah penyidikan yang diterbitkan polisi pada 2016 serta 4 Januari dan 9 Juni 2018. Dalam permohonannya yang diajukan Marx Andryan itu, Gunawan menyebut perkara yang dilaporkan Toh nebis in idem dan sudah kedaluwarsa. Tiga kali Gunawan mengajukan permohonan praperadilan, tiga kali pula ia membatalkannya. ”Sekarang tidak ada lagi permohonan praperadilan Pak Gunawan Jusuf,” ujar Achmad Guntur, juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

PENJELASAN lebih rinci mengenai investasi Toh Keng Siong di Makindo diper-oleh Tempo dari surat pernyataan Claudine yang ia tandatangani pada 5 September 2008. Surat pernyataan bermeterai itu berisi tujuh poin. Intinya, perempuan kelahiran Vietnam pada 1957 ini membenarkan bahwa Toh telah berinvestasi di Makindo selama 1999-2002 dalam beberapa jenis mata uang, yaitu US$ 42 juta, Sin$ 50 juta, Sin$ 22,7 juta, NZ$ 26,5 juta, Aus$ 1,18 juta, dan 3,26 juta euro. ”Seluruh uang tersebut di atas telah diterima dengan baik oleh PT Makindo dalam rekening (offshore) PT Makindo,” kata Claudine.

Ia juga mengakui telah menandatangani time deposit confirmation dan trade confirmation. Kedua surat konfirmasi itu berisi pengakuan pihak Makindo bahwa Toh telah menempatkan dananya di perusahaan tersebut. Surat konfirmasi itu terbit setiap Toh mentransfer dananya ke rekening Makindo. Dalam surat pernyataannya, Claudine mengatakan investasi itu atas persetujuan Gunawan dan Rachmawaty, selaku Direktur dan Komisaris Makindo. Pengakuan Claudine ini berbeda dengan keterangan sebelumnya, yang menyangkal adanya investasi itu.

Surat pernyataan Claudine inilah yang menjadi modal Toh kembali mengadukan Gunawan ke Badan Reserse Kriminal Polri pada 2016. Surat pernyataan ini sekaligus menepis dalih polisi menghentikan penyidikan laporan Toh pada 2004 dengan ala-san tanda tangan Claudine dalam time deposit tidak identik. Dari situ, polisi menyikapinya dengan memeriksa Claudine. Sesuai dengan dokumen yang diperoleh Tempo, Claudine menceritakan kembali proses investasi itu kepada penyidik. Claudine menjelaskan juga kronologi Makindo memutar dana yang diduga dari deposito berjangka Toh untuk membeli empat perusahaan gula, yaitu PT Gula Putih Mataram, PT -Sweet Indo Lampung, PT Indo Lampung Perkasa, dan Indo Lampung Distillery, pada 29 November 2001 melalui proses pelelangan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

Ia menjelaskan, dana Makindo yang ada di Credit Suisse Singapore selanjutnya ditempatkan di rekening PT Garuda Panca Artha, perusahaan Gunawan lainnya. Dari rekening Garuda Panca, dana itu dipindahkan ke rekening Tietliest, perusahaan di Cayman Islands. Dari Tietliest, uang itu ditransfer lagi ke rekening PT Holdiko Perkasa. Uang di rekening Holdiko itulah yang dipakai untuk membeli keempat perusahaan gula tersebut. ”Saksi mengetahui dari pengecekan mutasi rekening bank tersebut,” ujar Claudine dalam dokumen itu.

Claudine juga menyatakan bahwa Toh pernah meminta Makindo mengembalikan semua investasinya pada 2002. Karena tidak sanggup mengembalikan secara penuh, Gunawan meminta pembayaran secara bertahap. Sampai saat ini Claudine mengetahui Makindo hanya membayar kepada Toh sebesar US$ 26 juta.

Pengacara Claudine, Joelbaner H. Toendan, tidak membantah keterangan kliennya itu. Tapi ia tidak mau menjelaskan dengan dalih khawatir akan mengganggu penyidikan polisi. ”Silakan tanya ke penyidiknya saja,” kata Joelbaner.

Investasi Berujung di Polisi

RUSMAN PARAQBUEQ, LINDA TRIANITA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus