APA beda kaset bajakan dan kaset resmi? Dari Polda Jawa Timur ada jawaban menarik. Kaset bajakan pasti palsu dan tentu saja berstiker cukai palsu. Kaset resmi -- produksi perekam resmi yang tergabung Asiri (organisasi perusahaan rekaman) -- kasetnya memang asli, tapi sebagian stiker cukainya ternyata juga palsu. Polda Jawa Timur, yang selama tiga minggu terakhir ini menggelar "Operasi Cipta" 90, dengan "menggerilya" toko-toko kaset, menemukan fakta mengagetkan itu. Tak kurang dari 27 ribu kaset yang disita karena menggunakan pita cukai palsu ternyata kaset asli -- bukan bajakan yang diproduksi oleh berbagai perusahaan rekaman. "Baik yang tergabung dalam Asiri maupun di luar Asiri," kata Kapolda Jawa Timur, Mayor Jenderal Koesparmono Irsan. Kaset-kaset asli yang ditempeli pita cukai palsu itu, antara lain rekaman Billboard, AR, Musica, dan Irama Mas. "Jadi, selama ini, ya maling teriak maling," umpat Koesparmono, gemas. Soalnya, kata Kapolda Jawa Timur itu, para produsen lagu rekaman, termasuk Asiri, rajin berteriak meminta bantuan polri untuk menindak pembajak dengan alasan pembajak merugikan produsen resmi dan juga negara. Ternyata, kata Koes, perekam resmi itu diam-diam juga punya belang karena menggunakan pita cukai palsu. Tak hanya kaset rekam bercukai palsu yang ditemukan petugas. Polisi juga berhasil menyita 90 ribu lembar pita cukai palsu yang siap ditempel di kaset-kaset rekaman. Barang-barang itu sebagian besar disita dari kantor PT MEHRS (PT Music Express Hapsa Respati Sentosa), perusahaan produsen kaset di Jalan Tambak Rejo, Surabaya. Koesparmono belum bisa merinci besarnya kerugian negara akibat cukai palsu itu. Sebab, pemeriksaan kasus ini masih terus berkembang. Yang jelas harga pita cukai asli Rp 140 per lembar, sedangkan pita cukai palsu bisa dibeli dengan harga Rp 20. "Kalau cuma diperhatikan sambil lalu, ya ndak kelihatan bedanya," kata sumber TEMPO di Polda Jawa Timur. Selain menyita cukai-cukai palsu itu, petugas Polda juga menjaring 123 orang tersangka termasuk Hok Joe alias Hadi Sunyoto, 38 tahun, pemilik perusahaan EHMRS di Surabaya itu. Semula Hadi Sunyoto sempat buron. Karena itu, melalui media massa, Koesparmono sempat menggertak. "Jika Hadi tak segera menyerahkan diri, polisi tak segan-segan menembaknya," begitu ancaman Koes. Hasilnya, sekitar pukul 06.30, Senin pekan lalu, Hadi dengan langkah gugup memasuki halaman rumah Kaditserse Polda Jawa Timur, Kolonel Muharsipin di daerah Ketintang, Surabaya. Muharsipin sempat kaget menemui tamu tak diundang itu. Rupanya, lelaki berusia 38 tahun itu datang hendak menyerahkan diri setelah sebulan menjadi buronan. "Sebaiknya Anda datang ke kantor saja. Jangan dibicarakan di rumah," kata Muharsipin. Tudingan adanya cukai palsu di Musica dibantah oleh Antok, penyelia (supervisor) Musica Studio. Semua itu ulah produsen kaset bajakan. "Jika perusahaan rekaman itu memalsukan pita cukai, berarti perusahaan itu bodoh," katanya. Sebab, beban biaya cukai itu sebenarnya dikenakan pada pembeli. Menurut pihak Asiri (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia), biasanya yang memakai cukai palsu itu adalah kaset bajakan. Sebab, produsen tidak resmi, apalagi yang belum menjadi anggota Asiri, tak diizinkan membeli pita cukai. "Karena namanya kaset bajakan, maka yang dipakai tentunya juga stiker cukai palsu pula," kata sumber TEMPO di Asiri. Ketua Asiri, Eugene Timothy, membantah keras bahwa anggotanya juga main stiker cukai palsu. Semua stiker palsu itu, katanya, dibeli dan digunakan pembajak di Surabaya. "Jawa Timur itu basisnya. Bukan cuma pembajakan kaset, tapi produsen cukai palsu canggih-canggih," kata Eugene, yang juga anggota tim Lintas Rekam yang dikoordinasikan Menko Polkam. Tentu lebih canggih lagi, bila tuduhan Koes benar, produsen resmi pun ikut bercukai palsu. GT, Jalil Hakim, dan Sri Pudyastuti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini