Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengesahan revisi UU PPP oleh DPR mendapat kecaman dari berbagai pihak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz menyatakan pengesahan revisi Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) itu adalah cara licik dan tidak punya hati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menduga, revisi tersebut memiliki niat jahat. “Awalnya MK dalam putusannya mengatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan diberikan waktu selama dua tahun untuk melakukan perbaikan,” kata Riden Hatam Aziz dalam keterangan tertulis, Rabu, 25 Mei 2022.
Dugaan Riden bahwa revisi UU PPP memiliki niat jahat. Revisi tersebut, kata Riden Hatam, dimaksudkan untuk memuluskan pembahasan kembali omnibus law UU Cipta Kerja yang oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan cacat formil.
“Bukannya melakukan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja, justru yang dilakukan adalah mengakali UU PPP dengan maksud untuk mengadopsi sistem omnibus law agar UU Cipta Kerja memiliki legalitas hukum,” ucapnya.
Riden mengatakan UU Cipta Kerja secara tegas ditolak oleh kaum buruh dan berbagai elemen masyarakat yang lain bahkan sudah dinyatakan cacat formil oleh Mahkamah Konstitusi. Namun, mereka memaksakan kehendak untuk tetap mempertahankan keberadaan UU Cipta Kerja dengan cara merevisi UU PPP.
“Ini benar-benar licik dan tidak punya hati terhadap aspirasi rakyat kecil,” katanya.
Oleh karena itu, Riden menduga revisi UU PPP memiliki niat jahat dan cara licik untuk mengakali omnibus law.
“FSPMI sebagai bagian dari KSPI dan Partai Buruh, bersama-sama elemen yang lain akan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran di berbagai daerah untuk mendesak agar revisi UU PPP dibatalkan,” ujar Riden Hatam Aziz.
Dia menegaskan pihaknya menolak pembahasan kembali omnibus law UU Cipta Kerja.
Sebelumnya, Majelis Hakim Konstitusi menegaskan Undang-Undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil. Untuk itu, Mahkamah menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Demikian Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dibacakan dalam sidang putusan yang digelar pada Kamis, 25 November 2021. Dalam Amar Putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman, Mahkamah mengabulkan untuk sebagian permohonan yang diajukan oleh Migrant Care, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat, Mahkamah Adat Minangkabau, serta Muchtar Said.
“Menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan. Menyatakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini,” kata Anwar Usman.
MUTIA YUANTISYA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini