Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Pelayanan Karantina Ketapang menggagalkan upaya penyelundupan burung kicau dalam jumlah besar. Pengungkapan itu berlangsung di Pelabuhan Tanjung Wangi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, pada Sabtu malam, 1 Februari 2025. Burung tersebut diduga berasal dari Lombok dan Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Burung kicau itu diangkut menggunakan truk bernomor polisi DK yang berasal dari Provinsi Bali. Penanggung Jawab Karantina Satuan Pelayanan Ketapan Fitri Hidayat mengatakan upaya penyelundupan burung kicau melalui Banyuwangi sudah berulang kali terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ya, ini adalah kejadian berulang,” kata Fitri saat dihubungi, Ahad, 2 Feburari 2025. Fitri mengatakan informasi awal adanya truk pengangkut burung kicau tersebut pertama kali datang dari warga setempat.
Informasi itu kemudian ditelusuri oleh kepolisian dari Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3) Tanjung Wangi. Polisi menangkap dua orang pelaku yang bertindak sebagai sopir dan kondektur.
Fitri belum bisa memastikan berapa ekor burung kicau yang sedianya akan diselundupkan tersebut. Saat ini, kata dia, Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur sedang megidentifikasi jenis dan menghitung jumlahnya. “Masih kami dalami itu. BKSDA baru saja datang dan sekarang mau kami proses,” ujarnya.
Flight Indonesia, organisasi nirlaba yang fokus pada perlindungan burung liar, turut memantau pencegahan penyelundupan burung kicau tersebut. “Kami mendapatkan laporan dari dua anggota kami di Banyuwangi, dan jumlahnya memang besar,” kata Direktur Eksekutif Flight Indonesia Marison Guciano saat dihubungi, Ahad, 2 Februari 2025.
Marison menaksir burung kicau yang gagal diselundupkan itu berjumlah delapan hingga 10 ribu ekor. Selama ini, kata Marison, Banyuwangi menjadi pintu gerbang penyelundupan burung untuk didistribusikan di Jawa.
“Lewat Ketapang ini sangat masih, dalam seminggu bisa tiga kali yang terungkap. Yang lolos tentu lebih banyak lagi,” katanya.
Marison mengtakan praktik penyelundupan satwa liar saling berkaitan dengan proses penangkapannya yang dilekaukan secara ilegal. “ Burung-burung ini diselundupkan, tidak ada surat kesehatan, sertifikat kesehatan dari karantina asal,” ujarnya.
Selain melanggar aturan soal karantina, burung kicau itu ilegal karena ditangkap di luar prosedur yang ditentukan oleh pemerintah. Marison mengatakan, sebenarnya satwa liar boleh diperjualbelikaan asalkan mematuhi aturan.
Ketentuan soal hal itu telah diatur melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Dalam regulasi ini diatur bahwa satwa yang diambil di alam harus memenuhi sejumlah persyaratan.
Beberapa persyaratan di antaranya mendapatkan izin dari intansi terkait, harus mematuhi kuota tangkap dan diambil di wilayah tangkap yang ditentukan oleh Balai Konservasi. Namun, kata Marison, ketentuan ini kerap dilanggar.
Penangkapan burung kicau di alam dilakukan secara masif dan tanpa pengawasan. Dia mengatakan dalam lima tahun terakhir terdapat sekitar 300 ribu burung kicau disita dari perdagangan ilegal di Indonesia
“Ketika diambil dalam jumlah besar dan diselundupkan, ini sudah pasti ilegal dan melanggar peraturan. Artinya BKSDA tempat burung berkicau ini berasal gagal menjalankan tugasnya,” kata Marison.