Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Robinhood ujungpandang

Roy Alias Tjakius, 24, menghadapi beberapa penyidangan dalam kasus pembunuhan dan penjambretan sehingga vonis yang diberikan pengadilan negeri Ujungpandang jumlahnya jadi membesar. (krim)

2 Februari 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ROY memang naas. Biasanya orang hanya menghadapi satu kali penyidangan untuk beberapa perkara sejenis, lalu dihukum, atau bebas sama sekali. Tapi tidak bagi Roy. Saat-saat ini dia harus menanti putusan keempat, setelah tiga perkara lainnya diputus Pengadilan Negeri Ujungpandang. Selain itu, masih menanti sidang perkara kelima, perkara-perkara di Gowa, dan malah di Jakarta. Kenaasan bermula di Sudiang, daerah sisi luar Ujungpandang, akhir tahun lalu. Ketika itu Roy, 24, dibonceng Bambang dengan motornya. Seorang wanita yang mengenakan kalung melangkah ke kios kelontong. Bambang menghentikan motornya, dan Roy mendatangi wanita itu. Dengan sekali renggut, kalung emas 100 gram itu beralih padanya. Tapi, malang, wanita itu berteriak. Beberapa orang di situ menangkapnya berikut barang bukti. Roy lalu disidang. Jaksa Abdul Latief Razak mendakwanya dua kali menjambret. Roy dan Bambang, menurut Latief, juga menjambret di tempat lain, di Jalan Korban 40.000, dengan cara yang sama dengan di Sudiang. Bedanya: untuk penjambretan kali ini mereka tak tertangkap tangan, serta membawa hasil 50 gram kalung emas. Dua berkas, di Sudiang dan Korban 40.000, digabungkan. "Memang harus digabungkan, karena perkara ini sejenis, dan pelakunya sama," tutur Abdul Latief. Padahal, polisi menyerahkan berita acara pemeriksaan secara terpisah, dan dalam waktu yang berbeda. Latief merangkumnya, lalu menilai kesalahan dua orang itu dengan tuntutan 1 1/2 tahun penjara. Majelis Hakim ternyata memlal leblh dan memutus masing-masing 3 tahun. Sesudah itu Roy duduk di kursi terdakwa lagi. Kali iniJaksa A. Muchtar Noer melibatkannya dengan perkara semacam di Jalan Belibis, ketika Roy membonceng motor Eddy, lalu menjambret kalung lagi. Jaksa memintakan hukuman 3 1/2 tahun penjara, yang ternyata dipenuhi Majelis Hakim. Roy ternyata tak hanya menjambret dan ini perkara ketiganya: "Badik ini akan makan orang," tuturnya sewaktu minumminum di kios Ramona. Roy memang membuktikannya, setelah dia berselisih dengan Franky di kios itu pula. Kejahatan menghilangkan nyawa itu ditebusnya dengan hukuman 12 tahun penjara, setelah Jaksa Syamsuddin Supar menuntut 15 tahun. Kini giliran Jaksa Yahya yang dihadapi Roy. Walau sudah disidangkan dua kali untuk perkara penjambretan, Roy disidangkan lagi, juga bersama Bambang. Menurut Jaksa, mereka berdua kembali beraksi di Jalan Pontiku. Kali ini sasarannya adalah kalung 100 gram. Jaksa lantas menuntutnya 2 tahun penjara. Perjalanan peradilan Roy tak berakhir sampai di situ. Masih satu lagi yang belum disidangkan, kata Latief Razak. Lagi-lagi bersama Bambang, dia beroperasi di dekat pelabuhan. Belum lagi terhitung kasus yang tengah diperiksa di Gowa dan malah ada permintaan dari Jakarta pula. Mengapa berkas tak dipadukan ? Menurut Syamsuddin, hal itu hanya soal teknis. "Kalau berita acara pemeriksaan (BAP) datang pada waktu yang sama, perkara memang bisa digabungkan." Padahal, sesuai dengan lokasi kejadian, polisi yang menyusun BAP berbeda-beda dan menyerahkan pada waktu yang berlainan pula. Sehingga, ketika satu persoalan tengah disidangkan, berita acara berikutnya baru muncul. "Seharusnya memang digabungkan," begitu kata lain dari Haryano, hakim yang juga menyidangkan Roy. Berkas perkara masuk pengadilan memang dalam keadaan terpisah, jadinya disidangkan secara terpisah pula. "Andai tak disidangkan segera, petugas lebih sulit," tuturnya. Masa penahanan memang terbatas. Bila menunggu berkas berikutnya untuk bisa menyidangkan, masa penahanan bisa habis, dan terdakwa harus - demi hukum - dilepaskan. Roy sendiri tampak pasrah. ,Tak satu pun dakwaan yang disangkal. Sebenarnya nyong Ambon ini semula berdiam di Jakarta. Namun, serangkaian kejahatannya memaksanya hijrah ke Ujunpandang, dan untuk selalu berpindah alamat. Penggemar sepak bola ini juga disenangi kawan-kawannya, yang biasa memanggilnya Tjakius atau Isaak, serta memandang bagai Robinhood. "Dia memang baik hati. Rezeki yang diperolehnya selalu dibagi-bagi dengan kawan-kawannya. Sampai-sampai tukang copet kecil pun mengenal dia," kata seorang petugas. Kini dia harus menjalani hukuman. Dia menerima baik putusan hakim atas perbuatannya membunuh. Tapi tidak untuk menjambret. Tanpa pembela mendampingi, dia memang tak tahu untung ruginya pemisahan perkara. Hanya dia merasa berat dengan dua putusan untuk menjambret yang sudah terkumpul 6,5 tahun. "Saya banding," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus