MAHKAMAH Agung (MA) mempertegas sikapnya dalam perkara korupsi. Belum lama ini dua perkara korupsi "kecil-kecilan", yang sebelumnya divonis bebas Pengadilan Negeri Sengkang, Sulawesi Selatan, dibatalkan. Dengan itu pula, MA seperti mengakui ketentuan baru, sejak berlakunya KUHAP: perkara "bebas murni" bisa dimintakan kasasi. Selain itu, kedua vonis MA itu seakan-akan menjawab kekecewaan Jaksa Agung Hari Soeharto terhadap vonis pengadilan. Di DPR, Oktober lalu, Hari Soeharto mengeluh tentang puluhan perkara korupsi yang susah payah dituntut kejaksaan ternyata dibebaskan hakim-hakim. Dua diantaranya 34 kasus korupsiyang disebut Jaksa Agung di DPR itu merupakan perkara yang mendapat sorotan luas, yaitu perkara Jos Soetomo dan lurah di Sleman, Suyadi. Perkara-perkara lain, yang tidak mendapat sorotan, adalah dua perkara di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Salah satu perkara itu menyangkut direktur CV Nekasari, Asape, yang dituduh korupsi Rp 5 juta bersama seorang pegawal Dinas Perikanan daerah itu, Karenaini. Semula Asape didakwa memanipulasikan proyek pembangunan saluran tambak sepanjang 5.000 meter milik Dinas Perikanan di daerah itu. Menurut jaksa, pemborong kecil itu mengelabui pemerintah, dengan hanya menyelesaikan 50% pekerjaannya. Karena itu, jaksa menuntut Asape 1 tahun penjara, dan 2 tahun penjara untuk Karenaini, di samping denda masing-masing Rp 100 ribu. Tapi, majelis hakim Pengadilan Negeri Sengkang berpendapat lain, dan membebaskan kedua orang itu. Menurut majelis, yang diketuai Aminuddin Mangkona itu, jaksa keliru menuduh Asape dan Karenaini dengan tuduhan korupsi. Sebab, Asape bukan pegawal negen yang menJadi obyek undang-undang korupsi. Tentang Karenaini, menurut hakim, walau ia pegawai negeri, statusnya dalam kasus itu sebagai pribadi tidak dalam jabatannya. "Vonis itu benarbenar membuat kami menangis, karena sebelumnya kami telah bersusah payah mengusut kasus itu sampai ada anak buah saya yang cedera di lapangan," ujar kepala Kejaksaan Negeri Sengkang, Charman Hoesin. Usaha Charman untuk kasasi ternyata tidak sia-sia. Akhir tahun lalu MA menerima permohonannya. Majelis hakirt agung, yang diketuai Palti Radja Siregar sependapat dengar jaksa bahwa obyek undang-undang korupsi tidak terbatas hanya pada pegawai negeri. Berdasarkan putusan itu, sejak awal Januari, Karena ini terpaksa menjalani hukuman. Sedang Asape, setelah menerima vonis bebas, meninggalkan Sengkang dan tidak diketahui alamatnya. Bukan dalam perkara korupsi Asape itu saja Charman bergembira bulan ini. Pada waktu yang sama, Majelis hakim agung yang diketuai Ismail Rahardjo juga menerima kasasi Charman, dalam kasus korupsi wakil camat Sabbang Baru, Andi Syafri Muri. Menurut tuduhan, Syafri, selaku sekretaris Badan Pelaksana Bimas, berhasil mengumpulkan pengembalian kredit Bimas sebanyak Rp 17 juta lebih. Tapi yang disetorkan ke BRI setempat hanya Rp 12 juta lebih. Karena itu, jaksa berkeyakinan bahwa Syafri korupsi, walau belakangan sisa pengembalian kredit itu, Rp 4,9 juta, disetorkan Syafri ke BRI. Tapi Majelis Hakim yang diketuai Aminuddin menolak tuntutan jaksa agar Syafri dihukum 6 bulan penjara dalam masa percobaan 1 tahun. Menurut Hakim, Syafri tidak melakukan kejahatan ataupun pelanggaran. Sebab, begitu alasan Hakim, Syafri hanya terlambat menyetorkan uang kredit Bimas yang ada di tangannya. Selain itu, menurut Hakim, tugas Syafri sebagai pengumpul kredit Bimas hanya tugas sambilan, di samping tugas pokoknya sebagai wakil camat. Sebagai pengumpul kredit, jika ia terlambat menyetor ke BRI, berarti status uang yang ada di tangannya bukan uang negara, melainkan uang nasabah BRI atau pihak ketiga. "Seharusnya, jaksa menggugat Syafri atas nama BRI untuk segera menyetorkan uang itu, bukan menuntut dengan undang-undang korupsi," kata Aminuddin di sidang. Semua dalil hakim itu ternyata mentah di MA. Para hakim agung lebih menyetujui dalil jaksa. Adakah hubungan putusan MA itu dengan keluhan Jaksa Agung? "Saya tidak tahu-menahu tentang keluhan itu. Yang pasti, MA memang tidak kenal kompromi dengan korupsi, karena itu kedua putusan itu dibatalkan," ujar ketua muda Mahkamah Agung Bidang Pidana, Adi Andojo Sutjipto. Hakim agung itu membenarkan bahwa dalam perkara korupsi itu terdapat hal baru. Yaitu pembenaran MA atas upaya kasasi langsung dalam vonisvonis bebas di peradilan tingkat pertama. Dulu, pada masa HIR (hukum acara lama sebelum berlakunya KUHAP), vonis bebas tidak bisa dibanding atau kasasi. "Tapi itu belum yurisprudensi, kecuali jika putusan itu sudah 10 kali diambil Mahkamah Agung," tambah Adi Andojo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini