Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Asisten rumah tangga keluarga Ferdy Sambo, Rojiah mengatakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J selalu mendampingi Putri Candrawathi untuk segala keperluan pribadi dan resmi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Hal ini diungkapkan oleh jaksa penuntut umum yang membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rojiah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 29 Desember 2022. BAP Rojiah dibacakan jaksa karena tidak bisa hadir di sidang perkara pembunuhan Brigadir J sebagai saksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Rojiah menyatakan Ferdy Sambo selalu didampingi oleh ajudan lain bernama Daden Miftahul Haq dalam setiap kegiatan. Sedangkan Yosua selalu mendampingi Putri Candrawathi.
“Apabila Ibu Putri ada kegiatan Bhayangkari atau pribadi selalu didampingi oleh almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat,” kata ART yang mengurus rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling 3.
Rojiah tidak mengetahui detil apa tugas Yosua, namun ia kerap melihat Putri Candrawathi sering dikawal dan diantar oleh Yosua. Ia mengungkapkan dirinya menyiapkan kebutuhan Putri Candrawathi, namun kadang kala sering dibantu oleh Yosua sejak diangkat menjadi ajudan Putri.
Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, beserta tiga terdakwa lainnya, dianggap melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua pada 8 Juli 2022. Rencana itu disusun Sambo setelah dia mendengar cerita Putri soal pelecehan seksual yang dilakukan Yosua pada malam hari sebelumnya di rumah mereka di Magelang. Putri menceritakan hal itu setibanya dia di rumah pribadi mereka di Jalan Saguling 3, Jakarta Selatan.
Setelah mendengar cerita itu, Sambo lantas memanggil dua anak buahnya, Bripka Ricky Rizal Wibowo dan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, secara terpisah. Ricky yang dipanggil pertama menyatakan tak tahu soal peristiwa yang menimpa Putri dan menolak perintah untuk menembak Yosua.
Lain halnya dengan Richard Eliezer. Dia menyanggupi perintah Sambo itu meskipun juga mengaku tak tahu soal peristiwa di Magelang. Richard menyatakan tak sanggup menolak perintah itu karena secara kepangkatan dirinya dengan Ferdy Sambo terlampau jauh.
Richard Eliezer juga menyatakan bahwa Ferdy Sambo sempat memberikan sekotak amunisi untuk mengisi pistol Glock-17 yang dia pegang. Sambo, menurut cerita Richard, juga sudah merancang skenario palsu kematian Yosua saat masih di rumah Jalan Saguling 3.
Saat eksekusi di rumah Komplek Polri Duren Tiga, yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari rumah Jalan Saguling 3, Richard menyatakan bahwa Sambo juga memberikan perintah untuk melepaskan tembakan. Bahkan, menurut Richard, Sambo juga ikut melepaskan tembakan. Richard mengaku menembakkan tiga sampai empat tembakan ke arah tubuh Yosua sementara Sambo melepaskan satu tembakan ke arah kepala.
Sambo juga membantah sempat memberikan perintah penembakan kepada Richard. Dia menyatakan hanya memberikan perintah agar Richard melindunginya saat akan mengkonfirmasi kejadian di Magelang. Dia juga membantah ikut melepaskan tembakan ke Yosua.
Pernyataan Sambo itu terbantahkan oleh hasil tes poligraf atau tes kejujuran yang pernah dia jalani. Saat itu, Sambo disebut sempat ditanyakan soal apakah dirinya ikut menembak Yosua. Saat tes, Sambo menyatakan tidak dan hasilnya dianggap bohong.
Soal motif pembunuhan terhadap Brigadir Yosua pun sempat dipertanyakan. Pengakuan Putri Candrawathi adanya pelecehan seksual dibantah oleh hasil tes poligraf yang juga dia jalani. Putri disebut sempat ditanya soal apakah dirinya melakukan perselingkuhan dengan Yosua saat di Magelang. Putri Candrawathi menjawab ‘tidak’ untuk pertanyaan itu dan dinyatakan berbohong.