Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

RUU Perampasan Aset Tak Kunjung Disahkan, Pengamat Hukum: Butuh Keberanian Politik DPR

Pengamat hukum menilai masyarakat memandang instrumen RUU Perampasan Aset sebagai langkah strategis memulihkan kerugian negara akibat korupsi.

12 Desember 2024 | 20.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RANCANGAN Undang-Undang Perampasan Aset tidak masuk dalam daftar RUU yang diusulkan DPR untuk masuk ke dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025. Pada pertemuan dengan media di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum di Jakarta Selatan, Rabu, 4 Desember 2024, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan RUU Perampasan Aset sudah ada di DPR sejak April 2023. Namun pembahasannya tak berjalan lantaran bertepatan dengan momen tahun politik, yakni Pilpres 2024.

Pengamat hukum dan pembangunan Universitas Airlangga, Hardjuno Wiwoho, menilai persetujuan pengesahan RUU Perampasan Aset membutuhkan keberanian politik dan kolaborasi yang nyata dari DPR. Sebab, kata dia, rencana implementasi mekanisme Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) atau perampasan aset tanpa pemidanaan melalui pengesahan RUU Perampasan Aset di Indonesia bukan hal mudah.

“Kami terus mendorong political will DPR agar segera menyetujui pengesahan RUU Perampasan Aset tersebut menjadi undang-undang,” kata Hardjuno dalam keterangan di Jakarta pada Rabu, 11 Desember 2024.

Dia menilai masyarakat memandang instrumen RUU Perampasan Aset sebagai langkah strategis untuk memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi, terutama dalam kasus yang pelaku sulit dijerat melalui proses hukum pidana konvensional.

Untuk itu, dia mengatakan RUU Perampasan Aset sangat penting sebagai rancangan regulasi khusus untuk NCB yang terpisah dari kerangka hukum pidana seperti Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Apabila mekanisme NCB digabungkan dengan UU Tipikor, Hardjuno berpendapat akan ada potensi terjadinya tumpang tindih yang kemungkinan menghambat implementasi NCB. Karena itu, kata dia, aturan khusus akan memberikan kejelasan hukum dan memudahkan implementasi, terutama untuk beberapa kasus yang pelaku tidak dapat dituntut secara pidana karena meninggal atau kurangnya alat bukti.

“Dalam konteks ini, NCB memungkinkan negara tetap dapat merampas aset yang terbukti berasal dari tindak pidana tanpa harus melalui proses pidana,” ucapnya.

Hardjuno juga menggarisbawahi berbagai tantangan yang mungkin muncul dalam penerapan RUU Perampasan Aset nantinya, terutama resistensi dari sektor politik dan birokrasi. Menurut dia, tidak sedikit kasus korupsi melibatkan para aktor kuat di ranah politik dan birokrasi, sehingga diperlukan keberanian dan komitmen yang besar untuk mendorong instrumen tersebut.

Dia juga mengatakan pengawasan yang ketat dan transparansi menjadi kunci memastikan penerapan NCB tidak melanggar hak asasi manusia dan tetap menghormati hak properti pihak ketiga yang tidak terlibat. Dia mengungkapkan sebagian besar aset hasil korupsi sering disembunyikan di luar negeri. Karena itu, pemerintah perlu memperkuat perjanjian bantuan hukum timbal balik dengan negara lain.

“Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Australia telah berhasil memanfaatkan NCB untuk memulihkan aset koruptor yang disembunyikan di luar negeri. Indonesia perlu belajar dari mereka,” ujarnya.

Hardjuno berharap DPR harus segera mengambil langkah konkret dengan mengundang para ahli hukum, organisasi masyarakat sipil, dan publik untuk merumuskan RUU Perampasan Aset yang matang dan kuat secara hukum, dapat diterapkan secara efektif, serta relevan dengan kebutuhan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Menurut dia, keterlibatan publik sangat penting untuk menciptakan regulasi yang transparan dan menjawab kebutuhan masyarakat dalam melawan korupsi. Dengan berbagai langkah tersebut, dia optimistis Indonesia dapat mewujudkan sistem hukum yang lebih adil dan efektif, serta memastikan tidak ada lagi celah bagi pelaku korupsi untuk menikmati hasil kejahatannya.

Baleg DPR Sebut PPATK Ingin Sempurnakan Materi RUU Perampasan Aset

Badan Legislasi DPR sedianya menggelar rapat dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 4 Desember 2024. Namun rapat untuk membahas masukan atas RUU Perampasan Aset tersebut ditunda.

Wakil Ketua Baleg DPR Martin Manurung mengatakan pleno itu merupakan tindak lanjut dari permohonan PPATK kepada Baleg DPR. Dia menuturkan Baleg DPR telah menerima surat dari Deputi Bidang Kerja Sama dan Strategi PPATK. 

“Yang pada intinya mengajukan permohonan audiensi mengenai usulan RUU tentang Perampasan Aset terkait tindak pidana atau RUU Perampasan Aset," kata dia di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Desember 2024.

Politikus Nasdem ini mengatakan permohonan tersebut telah ditindaklanjuti dengan surat undangan dari pimpinan DPR kepada Kepala PPATK. Namun, menjelang rapat, PPATK menyampaikan secara lisan mereka perlu menyempurnakan materi paparan dalam pleno.

“Sehingga, pimpinan tadi sudah memutuskan dari rapat pimpinan agar rapat ini ditunda sampai dengan adanya surat kemudian dari PPATK, setelah mereka siap untuk menyampaikan paparan di tengah pleno Baleg,” ujarnya.

Adapun Wakil Ketua Baleg Sturman Panjaitan menyebutkan belum tahu materi apa yang akan disampaikan oleh PPATK. Dia memahami jika PPATK memang perlu waktu karena isu RUU Perampasan Aset cukup sensitif.

“Ini kan isu yang cukup sensitif saat ini, sehingga mereka butuh (waktu), jangan sampai nanti ada pemahaman yang berbeda terhadap apa yang ingin disampaikan dengan apa yang ditangkap oleh audience," kata politikus PDIP itu.

Annisa Febiola dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Piliha editor: Prabowo dan Gibran Hadir di Puncak HUT Golkar ke-60

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus