Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Mengapa Hukuman Bagi Penyiksa Hewan Ringan?

Penyiksaan hewan makin marak. Hukuman yang minim tak kunjung membuat efek jera pelaku.

21 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

VIDEO penyiksaan seekor anjing mendarat di telepon seluler Doni Herdaru Tona pada Ahad pagi, 14 April 2024. Kaki anjing berbulu kecokelatan itu digantung dengan seutas tali dan kepalanya menghadap bawah. Seseorang menggunakan pisau menguliti anjing itu. Anjing yang masih hidup tersebut terlihat berupaya menggigit tangan yang mengulitinya. Ada tulisan “nyam nyam nyam” di potongan video itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Doni, pendiri organisasi penyelamat hewan Animal Defenders Indonesia, mendapatkan video tersebut dari seseorang melalui media sosial Facebook. Doni mengaku kaget dan belum pernah melihat penyiksaan hewan sesadis itu. “Pertama kali selama saya mengurusi kasus hewan puluhan tahun, ini yang paling biadab,” ujar Doni kepada Tempo pada Rabu, 17 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia berusaha menyelidiki pemilik akun Facebook yang membuat video tersebut. Dalam penelusurannya, Doni memperkirakan lokasi pembuatan video itu adalah kawasan Tangerang, Banten. Ia juga sudah berupaya menghubungi pemilik akun tersebut. Sehari kemudian, karena tak mendapat respons, Doni mengunggah ulang video itu di akun Instagram Animal Defenders Indonesia untuk mendapatkan dukungan dari para penyayang hewan.

Pengunggah baru merespons pesan Doni pada malam hari. Pengelola akun berdalih anaknya yang berusia lima tahun yang mengunggah video menguliti anjing itu. Pemilik akun juga mengklaim video itu berasal dari kiriman teman. Doni tidak mempercayai penjelasan itu. “Tidak logis alasannya,” tutur Doni.

Pada malam hari yang sama, Animal Defenders Indonesia melaporkan video tersebut ke Kepolisian Resor Metropolitan Tangerang Kota. Tapi Doni belum mendapat kabar lanjutan dari polisi. “Kami harap polisi bergerak secara profesional dan pelaku bisa mempertanggungjawabkannya,” ucap Doni. Dihubungi lewat WhatsApp, Kepala Polres Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Zain Dwi Nugroho tak kunjung menanggapi pertanyaan mengenai perkembangan penyelidikan video tersebut hingga Sabtu, 20 April 2024.

Kekerasan terhadap hewan juga terjadi di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Seekor anjing ditemukan berlumuran darah pada 10 April 2024. Setelah rekaman kamera pengawas dicek, ternyata anjing bernama Viki itu dipukul dengan batako oleh anak di bawah umur. Sehari setelahnya, anjing itu mati. Rekaman itu juga diunggah di akun Instagram Animal Defenders Indonesia dan dilaporkan ke Polres Jember.

Laporan penyiksaan hewan juga masuk ke Animal Defenders pada Februari 2024. Kala itu seekor kucing mati diduga karena diracun di Kota Semarang, Jawa Tengah. Kasus itu juga akhirnya dilaporkan ke Kepolisian Resor Kota Besar Semarang.

Animal Defenders Indonesia, Doni melanjutkan, banyak mendapatkan laporan dari masyarakat mengenai penyiksaan hewan. Kasus lain di antaranya kucing yang dicekoki minuman keras jenis ciu, anjing yang diseret dengan becak motor, anjing yang dilempar ke kandang buaya, hingga ayam yang diberi petasan di duburnya. “Yang paling umum penyiksaan anjing. Ada juga yang dibakar hidup-hidup, dibuat konten, diadu, sampai dilempar,” kata Doni.

Penyiksaan hewan dilakukan tidak hanya dengan melukai satwa. Pada Lebaran 2024, marak pengiriman parsel sepasang lovebird. Founder Yayasan Natha Satwa Nusantara, Davina Veronica Hariadi, mengatakan koleganya mengadukan hal itu. Ia berpendapat pengiriman burung untuk menjadi hadiah menjelang Lebaran tak tepat karena burung membutuhkan perawatan khusus, sedangkan penerimanya belum tentu bisa merawat burung. “Ini bentuk penganiayaan satwa model baru yang kejam,” ucapnya. Ia berpendapat burung seharusnya hidup bebas dan tidak diperjualbelikan.

Pendiri sekaligus Direktur Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Benfica alias Iben, membenarkan informasi bahwa pengiriman parsel burung merupakan penyiksaan hewan. Bahkan, dia memaparkan, memelihara monyet dan memakaikannya baju bayi termasuk bentuk penyiksaan hewan. Sebab, hewan seharusnya hidup di alam. Masalahnya, lovebird atau monyet tidak termasuk satwa dilindungi sehingga aktivis penyayang hewan kerap kesulitan melaporkan kasusnya ke polisi. “Butuh kerja keras dan kesadaran semua pihak untuk menghentikan penyiksaan hewan itu,” ujar Iben.

Supervisor Media dan Advokasi Garda Animalia, Liana Dee, mengatakan sejauh ini lembaganya hanya mendapat laporan penyiksaan terhadap satwa liar monyet ekor panjang. Lembaga perkumpulan pembela satwa liar itu bahkan terlibat dalam investigasi kasus jual-beli konten penyiksaan monyet ekor panjang yang ditangani polisi. Kasus tersebut terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 2022; Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada 2023; dan yang terbaru Kota Singkawang, Kalimantan Barat, pada 2024.

Aktris dan model, Davina Veronica Hariadi, bersama Anjing di shelter Yayasan Natha Satwa Nusantara, Jakarta. Tempo/M. Taufan Rengganis

Menurut Anna—sapaan Liana Dee—kejadian itu mengkonfirmasi temuan Asia for Animals Coalition pada 2021 yang menyebut Indonesia sebagai negara dengan angka pembuatan konten penyiksaan hewan tertinggi di dunia. Dari 5.480 konten penyiksaan hewan, 1.626 konten dibuat di Indonesia. Namun hukuman untuk para penyiksa hewan di Indonesia tidak menimbulkan efek jera. Ia merujuk pada Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur hukuman kepada pelaku penganiayaan ringan terhadap hewan. “Ancaman hukuman penjara hanya hitungan bulan,” tuturnya.

Anna mengatakan hukuman bagi pelaku penyiksaan hewan yang tidak menimbulkan efek jera membuat kejadian berulang. Sebab, kesadaran masyarakat berhubungan dengan sanksi yang diberikan penegak hukum. “Hukumannya ringan sehingga para pelaku enggak mikir saat menyiksa hewan.”

Selama ini polisi menggunakan Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya untuk menjerat pelaku. Hukumannya tercantum dalam Pasal 40 ayat 4, yaitu pidana kurungan maksimal hanya satu tahun penjara dan denda paling banyak Rp 50 juta. Untuk hukuman tambahan, penyidik biasanya menambahkan jerat Pasal 91B Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Hewan dan Kesehatan Hewan dengan ancaman enam bulan penjara dan denda maksimal Rp 5 juta.

Para pelaku biasanya sadar telah melanggar hukum. Mantan narapidana pembuat video penyiksaan monyet ekor panjang, M. Ajis Rasajana, mengakui tindakannya terlarang. Tapi ia tetap menyiksa monyet untuk memenuhi pesanan video dari luar negeri pada 2022. Ia mengaku menyiksa monyet karena menganggapnya musuh. “Seperti di film Planet of the Apes,” ucap Ajis. Kini Ajis sudah bebas setelah menjalani hukuman lima bulan penjara dan denda Rp 2 juta.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Satyawan Pudyatmoko mengatakan pihaknya belakangan memantau secara intensif maraknya peredaran video penyiksaan satwa di media sosial. Tim KLHK, dia menjelaskan, terus menggelar patroli siber. Satyawan memastikan penyiksaan terhadap hewan merupakan tindakan melanggar norma etika dan hukum serta kesejahteraan hewan. “Ini berkaitan dengan faktor psikologis pelaku. Sering kali tindakan tersebut direkam dan diunggah di media sosial untuk menarik perhatian orang lain,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Adil Al Hasan berkontribusi pada artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah "Ancaman Minimalis Penyiksa Satwa". 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus