Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rumah toko tiga lantai di Jalan Enggano Nomor 5E, Jakarta Utara, itu tampak sepi. Pintunya, yang berkelir cokelat, hanya sedikit terbuka, cukup untuk orang menyelinap. ”Perusahaan saya bangkrut karena kasus Freddy Budiman,” kata Rudi Suwandi, pemilik PT Tripanca Sakti Utama, di ruko itu, Jumat dua pekan lalu.
Rudi Suwandi—biasa dipanggil ”Rudi Botak”—terseret kasus penyelundupan 1,4 juta butir ekstasi oleh jaringan Freddy Budiman pada Mei 2012. Kasus ini melibatkan Primer Koperasi Kalta, milik Badan Intelijen Strategis (Bais) Tentara Nasional Indonesia. Sersan Mayor Supriadi, pengurus koperasi Bais yang memesan kontainer akuarium berisi ekstasi, divonis tujuh tahun penjara.
Badan Narkotika Nasional pernah menahan Rudi dan menjadikan dia tersangka. Waktu itu PT Tripanca menjalin kerja sama dengan Koperasi Kalta. Dalam kontrak disebutkan, Tripanca bisa memakai nama Koperasi Kalta untuk mengimpor barang. Belakangan, BNN melepaskan Rudi sebelum dia disidangkan.
Tempo menurunkan tulisan berjudul ”Tukar Kepala Dua Rudi” dalam edisi 26 September-2 Oktober 2016. Tulisan itu antara lain berdasarkan temuan Tim Pencari Fakta Testimoni Freddy Budiman yang dibentuk Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian. Menurut Tim Pencari Fakta, Freddy meminta temannya, Teja Harsoyo, mengaku bernama ”Rudi” ketika mengatur penyelundupan ekstasi. Seperti Freddy, Teja divonis hukuman mati.
Sebelum menurunkan laporan itu, Tempo berusaha meminta tanggapan Rudi Suwandi. Ketika Tempo mendatangi ruko nomor 5E di Jalan Enggano itu, seorang penjaga menyebutkan Rudi tak berkantor lagi di sana. PT Tripanca Sakti Utama pun sudah lama pindah. Yang berkantor di situ, kata si penjaga, PT Erawan Multi Perkasa Abadi.
Belakangan, Rudi mengajak Tempo bertemu di ruko yang sama. Ia mengaku mengganti nama PT Tripanca menjadi PT Erawan karena perusahaan lama masuk ”daftar hitam”. Berikut ini petikan wawancara Rudi dengan wartawan Tempo, Syailendra Persada dan Linda Trianita.
Bagaimana Anda bisa terseret kasus 1,4 juta butir ekstasi?
Saya tak tahu apa-apa. Saya memang bekerja sama dengan koperasi Bais yang menugasi Supriadi sebagai pengawas lapangan. Ternyata dia menusuk dari belakang. Supriadi tak melaporkan kontainer tersebut ke saya. Dia main sendiri.
Dalam berkas pemeriksaan, Supriadi mengatakan sudah melaporkan kontainer tersebut kepada anggota staf Anda bernama Ayu….
Ayu sudah lama tidak bekerja di sini.
Supriadi menyebutkan Ayu melapor kepada Anda….
Begini, kalau lapor itu harus ada dokumen. Ini enggak ada dokumen apa-apa. Mana saya tahu?
Supriadi juga menyebutkan Anda tahu kontainer itu berisi narkotik. Katanya, Anda mendapat bocoran dari Bea-Cukai, lalu melapor ke pejabat Bais….
Tak mungkin itu. Siapa saya, bisa kenal dengan petinggi Bais?
Ketika Kepala Bais Soleman Ponto ingin mengakhiri kerja sama dengan Tripanca, Anda ”menjual” nama pejabat lain di Bais?
Enggak mungkin itu. Saya hanya kenal dengan Supriadi. Saya hanya bertemu dengan beberapa pengurus koperasi, tidak pernah sampai petinggi Bais.
Soleman Ponto menyebutkan kerja sama koperasi Bais dengan Tripanca tak menguntungkan. Dia juga khawatir kerja sama itu disalahgunakan untuk memasukkan barang ilegal….
Tidak mungkin saya berani berbuat aneh-aneh. Bisnis saya jujur, sesuai dengan aturan. Saya tak ingin merusak bisnis saya.
Anda diuntungkan dengan fasilitas ”jalur kuning” koperasi Bais, sehingga barang Anda hanya dicek dokumennya, bukan fisiknya?
Perlakuan seperti itu wajar. Disebut menguntungkan juga bisa saja. Tapi saya tak mungkin memasukkan barang terlarang.
Faktanya, Anda pernah menjadi tersangka, meski akhirnya dibebaskan….
Saya itu korban salah tangkap. Setelah menahan saya selama empat bulan, BNN melepas saya. Itu artinya tidak ada bukti.
Teja Harsoyo menyatakan diminta Freddy mengaku bernama ”Rudi”. Karena itu pula dihukum mati….
Setahu saya, waktu itu Freddy sebenarnya menyuruh Teja mengaku sebagai ”Budi”. Tapi Abdul Syukur (perantara Freddy ke Supriadi) mendengarnya ”Rudi”.
Di berita acara, Freddy menyuruh Teja mengaku sebagai ”Rudi”, bukan ”Budi”….
Oh, berarti itu hanya kebetulan. Saya enggak pernah kenal Freddy atau Teja. Sampai suatu hari, pengacara saya yang ditunjuk BNN memberitahukan bahwa Freddy ditangkap. Waktu itu Freddy juga bilang begini, ”Sorry, Bos, jadi terlibat.”
Kalau Anda korban salah tangkap, mengapa tidak menggugat BNN?
Setelah saya ditangkap BNN, bisnis saya hancur. Saya masuk daftar hitam Bea-Cukai. Kalian lihat sendiri kan kantor ini sepi. Tapi saya enggak suka ribut-ribut. Lebih baik saya berfokus menjalankan bisnis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo