Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sedap tak sedap, sampai tuntas

Sengketa antara ADC dengan PT. Kebun Bunga mengenai penjualan saham PT. Indomilk semakin runyam, mahkamah agung victoria (australia) meneruskan sita jaminan atas saham-saham ADC di PT. Indomilk.(hk)

2 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTARUNGAN antara Australia Dairy Corporation (ADC) dengan PT Kebun Bunga tentang penjualn saharn-saham PT Indomilk sudah memasuki babak yang menentukan. Dan semakin runyam. Dua lembaga peradilan di dua negara: Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Mahkamah Agung (MA) Negara Bagian Victoria, Australia, bulan ini ikut sibuk mengurus sengl keta itu. Sampai saat ini Raj Kumar Singh dari Kebun Bunga, agaknya di atas angin. Mahkamah Agung Victoria sampai pekan lalu masih meneruskan sita jaminan atas saham-saham ADC di PT Indomilk. Sebab itu, ADC tidak diperkenankan, untuk semenura waktu, menjual saharnnya ke Marison (partner ADC di Indomilk) atau perusahaan lain, kecuali PT Kebun Bunga, yang menggugat ADC. Menurut penasihat Kebun Bunga di Australia, John O'Bryan, keputusan terakhir MA Victoria: ADC tidak diperkenankan berhubungan dengan pemerintah atau pejabat Indonesia. "Keputusan semacam itu kalau dilanggar bisa menyebabkan ADC dianggap melakukan perbuatan pidana," tambah O.C. Kaligis, pengacara Kebun Bunga di Jakarta. Kaligis mengaku sudah diminta mengangkat sumpah oleh MA Victoria melalui Kedubes Australia di Jakarta, untuk menerangkan adanya perjanjian antara ADC dengan Kebun Bunga, 20 September 1981. Isi perjanjian tahun lalu itu: penjualan 50% saham ADC di Indomilk kepada PT Kebun Bunga seharga US$ 10 juta. Unmk itu Singh membayar panjar US$ 1 juta. Keterangan di bawah sumpah itu digunakan MA Victoria sebagai dasar melakukan sita jaminan terhadap sahamsaham ADC. "Saya diminta ke Australia untuk memberikan konfirmasi atas keterangan saya tentang perjanjian tadi dalam heanng Makharnah Agung Victoria dalam sidang mendatang," ujar Kaligis. Persidangan kasus itu di MA Victoria ditunda sampai Selasa pekan ini. Sebaliknya pengacara ADC di Australia, Philip Earl, dalam sidang pekan ini akan berusaha meminta sita jaminan itu diangkat kembali. Kepada Koresponden TEMPO di Australia, Zulaikha Chudori, Earl mengatakan tidak tahu apakah usahanya itu akan dikabulkan hakim. "Tetapi kami punya argumentasi yang baik," ujarnya. Menurut Earl, sidang pekan ini baru akan memutuskan, sita jaminan itu akan diangkat atau diteruskan. Soal pokok, apakah ADC harus menjual sahamnya ke Kebun Bunga atau ke Marison, baru akan diperiksa MA Victoria bulan Desember nanti. Jika putusan itu pun terjadi, ADC akan menghadapi buah simalakama. Kalau ADC harus menjual sahamnya kepada Kebun Bunga, kata Earl, maka ADC membiarkan dirinya terbuka untuk tuntutan ganti rugi. Begitu pula sebaliknya. "Saya tidak tahu apa yang akan terjadi kalau kami sampai ke titik itu," ujar Earl. Sebab, setelah dengan Kebun Bunga, ADC uga menandatangani kerja sama penjualan saham itu ke Bapindo melalui Marison, 20 Juli 1982. Naskah kerja sama itu terjadi setelah Nahar Zahiruddin, direktur utama Marison memprotes penjualan saham ADC ke PT Kebun Bunga -- sampai pemerintah Indonesia turun eangan. (TEMPO, 21 Agustus). SELAIN itu, sampai di mana kekuatan hukum putusan MA Victoria itu di Indonesia? Guru Besar Hukum Antar-Tata Hukum dan Perdata Internasional, FHUI, Prof. Dr. Sudargo Gautama, memastikan pihak-pihak Indonesia tidak tunduk kepada keputusan pengadilan di luar negeri. "Dalam hukum, hal itu disebut prinsip teritorialitas," ujar Gautama. MA Victoria bisa melakukan penyitaan saham ADC. Tapi pelaksanaannya, kata Gautama, tergantung di mana saham itu terdaftar. "Kalau surat saham inl terdaftar di Indonesia, putusan MA Victoria itu sah, tapi tidak bisa dilaksanakan," tambah Gautama lagi. Kaligis dari Kebun Bunga mengakui pula, keputusan MA Victoria tidak akan bisa dipaksakan di Indonesia. "Tapi ingat, kita ikut organisasi hukum internasional dan lembaga internasional lainnya--apa integritas negara kita akan dipertaruhkan?" ujar Kaligis. Yang penting bagi pengacara muda ini, saham ADC tidak dipindahtangankan lebih dulu ke pihak lain. Sampai saat ini keinginannya itu terkabul. Keruwetan di peradilan Australia itu, juga dialami di peradilan Indonesia. Sita jaminan (conservatoir beslaag) yang dilakukan Pengadilan Negeri Jakarta Timur dicabut kembali oleh Pengadilan Tinggi atas memo Ketua Mahkamah Agung, Mudjono. Sidang pertama 20 September yang berlangsung sekitar 15 menit itu, Hakim Sunu Wahadi menawarkan perdamaian kepada ADC (tergugat) dan PT Kebun Bunga (penggugat) di luar persidangan. "Kalau sampai sidang kedua 5 Oktober nanti belum juga damai, kami akan menyidangkannya dan mempersilakan tergugat menjawab gugatan Kebun Bunga," ujar Sunu Wahadi selesai sidang. Kemungkinan sidang itu nanti bertambah runyam--bila tak jadi damai. Karena Marison melalui kuasanya Soenarto Soerodibroto sudah mengajukan surat intervensi (masuk ke dalam perkara yang lagi disidangkan itu). "Kami intervertsi sebagai tergugat, karena yang digugat Kebun Bunga menyangkut hak-hak Marison di Indomilk," ujar Soenarto. Karena itu, selain ADC, dalam sidang yang akan datang Marison akan tampil sebagai tergugat kedua. Tapi mungkinkah jalan damai akan terjadi "Usaha ke arah sana tidak ada jeleknya," ujar Delma Juzar, kuasa ADC di Indonesia. Tapi bagi Marison tidak segampang itu. Selain mencabut surat gugatannya, "Singh harus mengubah tindak-tanduknya yang selama ini menyerang Indomilk," ujar Nahar Zahiruddin, direktur utama Marison dan Indomilk. Tentu saja usul Nahar ini tidak enak didengar Singh. "Saya sudah dengar dari pengacara saya. Damai, .... ehm, saya bilang go ahead sampai tuntas, kalah atau menang itu biasa," ujar Kumar Singh. Beberapa waktu lalu, Singh pernah rela tidak jadi membeli saham ADC asal yang membeli saham itu Bapindo (bukan Marison) dan harus sebanyak 51% dari jumlah saham-saham itu. Keras hatinya kedua pihak ini tak urung membuat kesal Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, Suhartoyo yang ikut sibuk mengurus masalah Indomilk. "Sulit, kayak anak kecil saja," ujar Suhartoyo pekan lalu. Tuntutan Singh, agar Bapindo menguasai 51% saham Indomilk dinilai Suhartoyo keterlaluan, dan hanya bertujuan mempermalukan Nahar saja. Sebab pemerintah sudah setuju tak mengizinkan Nahar membeli saham ADC sebanyak 50% dan agar dibeli Bapindo. Ia mengaku tidak sanggup mendamaikan tiga pihak yang bersengketa itu. "Bagi pemerintah tidak soal benar. Hilang satu, masih banyak perusahaan lain," ujar Suhartoyo yang kelihatan sudah cukup kesal menghadapi soal itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus