Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Palu Di Kaki Tertuduh

Bererapa insiden yang terjadi di persidangan di pengadilan negeri ciamis, hakim soewarso melemparkan palu ke terdakwa. di pengadilan negeri jak-pus, saksi pelapor, ngamuk dan merobek toga hakim. (hk)

2 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANG-ruang sidang Pengadilan Negeri Ciamis, Jawa Barat, siang itu terasa pengap. Di salah satu ruangan, Hakim Soewarso sedang memimpin sidang perkara pembunuhan. Tapi agak seret, karena seorang terdakwa, Dodo, tidak mengerti bahasa Indonesia. Berkali-kali Dodo memohon dalam bahasa Sunda, supaya hakim menggunakan bahasa daerah. Tapi Hakim Soewarso dan dua anggotanya tetap mengulangi pertanyaan dalam bahasa Indonesia. Dodo diam, tak menjawab. Hakim pun jengkel. Tiba-tiba, palu sidang berwarna cokelat melayang ke arah Dodo. Palu itu pun patah. Kejadian itu segera menimbulkan protes dari LBH dan Peradin Bandung ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Murad Harahap dari LBH Bandung menganggap, perbuatan hakim itu merupakan penekanan kepada terdakwa. Sesuai KUHAP, kata Murad, hakim harus menggunakan penerjemah kalau seorang terdakwa tidak mengerti bahasa Indonesia. "Pada sidang kedua kami sudah mengusulkan agar terdakwa didampingi penerjemah," uar Dindin S.Maolany dari LBH Bandung, yang sejak semula mendampingi tersangka. Tapi tuntutan itu tidak dipenuhi hakim. Sampai akhirnya pelemparan palu itu terjadi. Insiden di Pengadilan Negeri Ciamis, 16 September itu, segera mendapat perhatian dari Menteri Kehakiman Ali Said. Selain menyesali kejadian itu, dalam siaran persnya Ali Said menegaskan pihaknya tidak akan ragu-ragu mengambil tindakan administratif terhadap Soewarso. Untuk itu, pihak Pengadilan Tinggi Jawa Barat diperintahkan memeriksa Hakim Soewarso. Bekas hakim di Pengadilan Negeri Kebumen, Jawa Tengah, Soewarso (46 tahun), memang orang baru di Ciamis. Ia dipindahkan ke daerah Jawa Barat itu belum dua tahun. Alumnus UGM (Yogya) itu membantah terjadi kesulitan bahasa, ketika memeriksa tiga terdakwa perkara pembunuhan itu. "Apa yang saya tanyakan dijawab mereka dengan baik dan logis," ujar Soewarso sambil senyum tanpa sedikit pun menampilkan kesan galak. Selain Dodo, dua terdakwa lainnya yang sama-sama diadili adalah Dadang dan Hendarto. Hendartolah satu-satunya yang bisa berbahasa Indonesia dengan baik. Dua rekannya yang lain, hanya tamatan SD, sama sekali tidak mengerti bahasa Indonesia. "Saya kurang mengerti apa yang ditanyakan hakim, dan saya baru belajar bahasa Indonesia dari Hendarto," ujar Dodo lugu. Dalam bahasa Sunda, Dodo mengatakan, tidak mengantuk waktu kejadian itu. Tapi katanya, ia tidak menangkap sama sekali pertanyaan hakim. Dan ia baru kaget ketika palu hakim mengenai kakinya. Soewarso sendiri membantah melemparkan palu itu. Kata Soewarso ia hanya mengetukkan palu agar terdakwa memperhatikan keterangan saksi dan pertanyaannya. "Saya mengetuk terlalu keras dan palunya patah mencelat ke terdakwa" ujar Soewarso. Keterangan mana yang benar, sampaisaat ini masih diusut Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung. "Kami akan menindak hakim yang salah, tapi kami juga memerlukan bukti yang kuat agar putusan tidak merugikan yang bersangkutan," ujar Ketua Pengadilan Tinggi, Soenarto. Namun yang lebih penting adalah nasihat Menteri Kehakiman Ali Said. Perlunya seorang hakim memiliki kesabaran. pandangan luas dan tingkah laku yang baik dalam mencari kebenaran di persidangan kata Ali Said. Ketidakmampuan mengendalikan emosi, apalagi melempar palu, dianggap Ali Said, merusak citra peradilan. "Kalau memang suka berkelahi, jangan jadi hakim," kata Ali Said dalam siaran persnya untuk menanggapi protes Peradin. Luapan emosi selama musim kemarau ini memang sering melanda pengadilan. Awal bulan ini, seorang saksi pelapor, Nyonya B.M. Sinaga menjadi bringas ketika Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Riyanto membebaskan E.A. Panjaitan dari tuduhan penipuan. Nyonya Sinaga tidak puas, dan mengobrakabrik meja hakim serta merobek toga yang dipakai Hakim Riyanto. Beberapa hari kemudian seorang nyonya lain di Pengadilan Negeri Bogor, nekat memecahkan kaca jendela ruang kerja seorang hakim, karena tidak puas dengan putusan hakim Hanya mungkin di Pengadilan Negeri Ciamis yang terjadi sebaliknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus