SUSAHNYA menyelesaikan kuliah, sementara ia harus memikirkan
biaya makan dan pondokan, bukan hanya ada dalam novel atau film.
Itulah yang tak dilupakan para anggota Himpunan Alumni (HA)
dalam acara "Pulang Kandang" IPB pekan lalu. Mereka mau
menggalakkan usaha mengumpulkan dana yang kelak disalurkan
sebagai bea siswa.
Mahasiswa baru IPB mulai 1976 sebagian besar datang lewat
panduan bakat, lewat Prolek Perintis 11. Artinya calon bisa
datang dari semua penjuru tanah air, tapi belum tentu punya
biaya. Maka lahirlah gagasan bea siswa alumni.
Mulai tahun 1977 bea siswa diberikan sebesar Rp 12,5 ribu per
bulan selama 10 bulan. Dan tahun berikutnya bea siswa diberikan
setahun penuh. Kemudian Sekretariat HA periode 19791981 sedikit
macet, dana bea siswa dari alumni pun agak kacau. Toh dari 1977
sampai 1981 ada 40 mahasiswa IPB yang tertolong karena bea siswa
alumni itu.
Walaupun tak besar jumlahnya, bea siswa HA sangat berarti
terutama bagi mahasiswa tingkat 1. "Yang dari daerah dan
ekonominya lemah, 'kan terkejut menghadapi biaya hidup di
Bogor," tutur Dr. Moeratno, Wakil Ketua HA 1982-1983.
Biaya kuliah di IPB sendiri tidak mahal SPP tahun pertama Rp 75
ribu dan untuk tahun selanjutnya hanya Rp 24 ribu. Tapi ongkos
pondokan di Bogor kini minimal Rp 15 ribu per bulan. Itu pun
hanya untuk kebutuhan pokok (dan yang paling murah).
Sampai pekan lalu baru sedikit terhimpun dana. Namun bea siswa
HA mulai tahun ini dibagi dua. Untuk mahasiswa yang kepepet
benar diberikan Rp 25 ribu per bulan. Untuk yang masih
sedikit-sedikit mendapat bantuan keluarga diberikan Rp 15 ribu.
Yang menentukan semua itu adalah Biro Kesejahteraan Mahasiswa
IPB.
Di UGM ada pula dana alumni, tapi dengan latar belakang dan
tujuan yang berbeda. Asal-mulanya ialah di Fak. Teknik UGM
banyak mahasiswanya diikat bea siswa dari berbagai perusahaan.
Begitu mereka lulus, jarang sekali yang bersedia menjadi dosen
tetap. Maka mulai tahun 1975 Katgama (Keluarga Alumni Teknik
Gajah Mada) menghimpun dana dan mengikat mahasiswa yang cerdas
dan bersedia menjadi dosen. Hasilnya, jumlah dosen tetap Fak.
Teknik UGM kini 20, naik dari 7 semula.
TAPI bea siswa di UGM hanya bagi yang telah lulus sarjana muda.
Besarnya Rp 16 ribu per bulan. "Sei 1975 belum ada penerima bea
siswa yang lari, atau gagal menyelesaikan kuliahnya," kata Dr.
Bambang Soehendro, Dekan Fak. Teknik.
Janu Pardadi, misalnya, pada mulanya tidak tertarik menjadi
dosen. "Setelah mempertimbangkan ekonomi keluarga, juga melihat
fakultas kekurangan dosen, saya malu. Saya mau jadi dosen,"
tutur Janu, yang kini tak pernah minta uang saku kepada ayahnya,
pensiunan pegawai Kantor PU Yogyakarta.
Di Fak. Kedokteran Ul pun sejak 1978 ada pula bea siswa dari
alumninya. Kriterianya lebih kompleks. Selain mahasiswa penerima
bea siswa harus berprestasi tinggi dan keluarganya kurang mampu,
dia harus pula aktif di universitas. Bea siswa alumni di situ
sebesar Rp 20 ribu per bulan.
Sebetulnya banyak ragam bea siswa yang datang dari berbagai
pihak untuk mahasiswa. Dari pemerintah antara lain ada bea siswa
Pelita, Supersemar, dan LIPI. Dari swasta, antara lain dari
Toyota Astra Kosgoro, dan Kalbe Farma. Tapi inisiatif alumni
memang baru ada di IPB, UGM dan UI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini