Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sederet Kasus Contempt of Court: Pengacara Tomy Winata hingga Razman Arif Nasution dan Firdaus Oiwobo

Pengacara Razman Arif Nasution dan Firdaus Oiwobo disorot karena dituding akukan contempt of court. Berikut sederet kasus yang dianggap hina peradilan

16 Februari 2025 | 13.57 WIB

Tangkapan layar keributan sidang Hotman Paris-Razman Arif Nasution di PN Jakarta Utara. Tempo/Jati Mahatmaji
Perbesar
Tangkapan layar keributan sidang Hotman Paris-Razman Arif Nasution di PN Jakarta Utara. Tempo/Jati Mahatmaji

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Berita acara sumpah advokat milik pengacara Razman Arif Nasution dan Firdaus Oiwobo dibekukan buntut melakukan tindakan contempt of court terhadap Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dalam sidang yang digelar pada pada Kamis, 6 Februari 2025. Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Yanto mengatakan, keduanya dinilai mencoreng muruah dan wibawa pengadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

“Dengan dibekukannya berita acara sumpah advokat atas nama saudara Razman Arief Nasution dan saudara M. Firdaus Oiwobo, maka yang bersangkutan tidak dapat menjalankan praktik sebagai advokat di pengadilan,” kata Yanto dalam konferensi pers yang digelar di MA, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Contempt of court merupakan penghinaan atau perbuatan tingkah laku maupun ucapan yang merongrong kewibawaan lembaga peradilan. Kejadian seperti ini sebenarnya acap terjadi namun jarang muncul kepermukaan. Bentuknya pun beragam, mulai dari menginterupsi hakim hingga pembakaran gedung pengadilan.

Tempo merangkum sederet kejadian contempt of court yang pernah terjadi di peradilan Indonesia.

Kasus Adnan Buyung Nasution

Mendiang Adnan Buyung Nasution disebut-sebut sebagai pengacara pertama di Indonesia yang tersandung kasus contempt of court. Menurut laporan majalah Tempo, kejadiannya terjadi pada Januari 1986, sosok yang kini dikenal sebagai pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) itu dituduh menghina lembaga peradilan.

Asalnya dari kasus H.R. Dharsono. Pada saat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membacakan vonis Dharsono, Buyung tiba-tiba merasa tersinggung oleh uraian hakim yang menyebutkan ia tidak etis. Serta merta ia menyambar pengeras suara didepannya dan berseru “Saya protes kata-kata Majelis itu – siapa yang tidak etis?”

Protes itu membuat Majelis Hakim Soedijono berhenti membacakan vonis. Suasana, yang sejak semula sudah hangat oleh teriakan-teriakan massa, semakin gaduh. Pada saat itulah polisi memasuki ruang sidang. Tapi Buyung, segera membentak dan menuding polisi itu: “Ruangan ini wewenang hakim, bukan polisi. Polisi keluar!”

Soedijono lalu mengadukan sikap Buyung itu ke MA. Buyung kemudian dipanggil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu, Soebandi, dan dituduh telah menghina atau merendahkan martabat lembaga peradilan. Singkat cerita, Buyung akhirnya divonis Menteri Kehakiman Ismail Saleh dilarang berpraktek selaku pengacara selama 1 tahun.

Kasus Mimi Lidyawati

Mimi Lidyawati membuat sejarah sebagai orang pertama yang divonis karena menghina martabat pengadilan. Pada April 1989, wanita itu divonis 5 bulan penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Wahono Baud. Mimi, menurut hakim, terbukti mencemarkan pengadilan karena nekat melemparkan sepatunya kepada hakim yang sedang bersidang.

Perbuatan Mimi yang menghebohkan dunia peradilan itu, berlaku pada 8 Agustus 1987. Ketika itu Hakim Abdul Razak baru saja selesai membacakan vonisnya terhadap Nyonya Nani dalam perkara penggelapan. Mimi, saksi perkara itu, yang duduk di kursi pengunjung, tiba-tiba melayangkan sepatu hitam bertumit tinggi ke arah hakim.

Abdul Razak bisa mengelak, tapi palu hakim di meja sidang terpental kena sepatu tersebut. Rupanya, Mimi tak puas atas vonis hakim, yang hanya menghukum Nani 10 bulan penjara. Padahal, Mimi, yang mengaku ditipu Nani Rp 76 juta, telah memberi suap Rp 2,5 juta kepada hakim itu agar Nani dihukum berat.

“Hakim tidak adil. Hakim menipu saya. Hakim sudah makan uang saya,” teriak Mimi histeris, waktu itu.

Kasus Pembakaran gedung PN Larantuka, NTT

Gedung PN Larantuka dan Kejaksaan Negeri Larantuka, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada November 2004 dibakar masa setelah hakim memutus perkara pertikaian pejabat negara melawan pemimpin masyarakat di sana. Seorang pastor Katolik dihukum percobaan karena kritiknya dituduh mencemarkan nama baik Bupati Flores Timur.

Putusan hakim PN Larantuka dianggap cenderung berat sebelah, seolah-olah ada konspirasi sesama pejabat negara. Massa berjumlah seribu orang meluap marahnya, ketika Pastor Frans Amanue Pr. Diputuskan bersalah dan dijatuhi hukuman dua bulan dengan masa percobaan lima bulan karena terbukti sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang.

Adapun Pastor Frans mengecam kebijakan Bupati yang minta bantuan Rp 199 miliar untuk menangani bencana banjir lumpur Larantuka, April 2003. Banyak ketidakberesan yang terjadi dalam pelaksanaan di lapangan. Pastor Frans menyatakan bahwa permintaan bantuan sedemikian besar itu tidak etis dan memalukan. Bupati Flores Timor ini memang sering disorot karena pemborosan atau dugaan korupsi.

Kasus Pengacara Tomy Winata, Desrizal Chaniago

Pengacara Tomy Winata saat itu, Desrizal Chaniago, menyerang dua hakim dalam persidangan di PN.Jakarta Pusat, Kamis 18 Juli 2019. Serangan dilakukan menggunakan ikat pinggang di tengah persidangan. Penyerangan terjadi di tengah majelis hakim membacakan putusan perkara gugatan wanprestasi yang diajukan Tomy.

Tergugat adalah PT Geria Wijaya Prestige, Harijanto Karjadi, Hermanto Karjadi, Hartono Karjadi, PT. Sakautama Dewata, serta Fireworks Ventures Limited. Perkara tersebut teregistrasi di PN Jakarta Pusat dengan nomor 223/Pdt.G/2018/PN Jkt.Pst.

“Kejadian bermula saat majelis hakim tengah membacakan putusan yang mana pada bagian pertimbangan mengurai pada petitum digugat,” kata Humas PN Jakarta Pusat, Makmur, lewat pesan pendek, Kamis sore.

Pengacara Tomy Winata, Desrizal, mendadak menyerang hakim menggunakan ikat pinggangnya. Ketua majelis hakim Sunarso terluka pada dahi karenanya. Sabetan juga mengenai seorang anggota majelis hakim. Usai kejadian itu, Desrizal langsung diamankan oleh petugas keamanan PN Jakarta Pusat.

“Penyerangan tersebut sempat mengenai ketua majelis hakim, HS, pada bagian jidat dan sempat mengenai hakim anggota 1, yang mulia DB,” kata Makmur.

Desrizal Chaniago lalu.didakwa pasal penganiayaan terhadap dua Majelis Hakim di PN Jakarta Pusat tersebut dan divonis enam bulan penjara oleh majelis hakim. Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni delapan bulan penjara.

Kasus Razman Nasution dan Firdaus Oiwobo

Teranyar adalah kasus Razman Nasution dan Firdaus Oiwobo. Keduanya membuat kegaduhan di PN Jakarta Utara pada Kamis, 6 Februari 2025 dalam sidang kasus pencemaran nama baik di mana Razman duduk sebagai terdakwa. Kegaduhan itu viral setelah videonya diunggah oleh Hotman Paris Hutapea, pihak yang melaporkan Razman.

Dalam video yang diunggah oleh akun Instagram @hotmanparisofficial, terlihat Razman menghampiri dan memegang pundak Hotman Paris yang duduk di kursi saksi. Dalam video viral lainnya, seorang pengacara Razman, yaitu Firdaus Oiwobo, naik ke atas meja sidang. Buntutnya, MA menyatakan berita acara sumpah advokat keduanya dibekukan.

“Untuk menegakkan muruah dan wibawa pengadilan maka berita acara sumpah advokat atas nama saudara Razman Arief Nasution dan saudara M. Firdaus Oiwobo dinyatakan dibekukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi yang melakukan penyumpahan,” ucap Yanto.

Pembekuan berita acara sumpah advokat Razman tertuang dalam surat penetapan yang dikeluarkan Ketua Pengadilan Tinggi Ambon Aroziduhu Waruwu pada Selasa, 11 Februari 2025. Pada hari yang sama, Ketua Pengadilan Tinggi Banten Suharjono juga mengeluarkan surat penetapan pembekuan berita acara sumpah advokat Firdaus Oiwobo.

Selain sumpahnya dibekukan, Razman Nasution juga dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Razman dilaporkan karena dinilai melanggar Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, Pasal 207 KUHP tentang penghinaan badan hukum, dan Pasal 217 KUHP tentang membuat gaduh di ruang sidang.

“Lembaga memutuskan untuk melaporkan tindakan yang terjadi pada Kamis 6 Februari. Ini adalah sikap yang kami ambil atas nama lembaga,” kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Maryono saat ditemui di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 11 Februari 2025.

Nandito Putra, Anastasya Lavenia Y, Taufiq Siddiq, dan Adam Prireza berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus