Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sengketa dua sahabat

Pengadilan negeri jakarta pusat memenangkan gugutan ibnu sutowo yang bersengketa dengan syarnubi said. ia menuntut haknya di perusahaan pt krama yudha berlian. (hk)

18 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM dua pekan terakhir ini nama H. Sjarnoebi Said surut di dua "front": lapangan hijau dan meja hijau. Terpukul di arena sepak bola SEA Games XII di Singapura, ketua umum PSSI itu kalah berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 9 Juni lalu, dengan Dr. Ibnu Sutowo, bekas bossnya di Pertamina. Cerita tergelar sekitar tiga tahun lalu. Antara dua bersahabat, Sjarnoebi dan Ibnu, timbul perselisihan mengenai kedudukan tokoh yang disebut terakhir ini dalam PT Krama Yudha, satu di antara perusahaan perakitan mobil terbesar di Indonesia. "Permintaan Ibnu Sutowo sebenarnya sederhana," kata Soetarno Soedja, S.H., kuasa bekas Dirut Pertamina itu, kepada TEMPO. Yaitu agar ia diakui sebagai anggota Dewan Komisaris PT Krama Yudha (KR). Ternyata kemudian masalah "sederhana" itu tidak bisa diatasi sendiri oleh pihak yang bersengketa. Pada 1982 mereka maju ke pengadilan. Tuntutan Ibnu tampaknya berkembang sampai ke soal saham dan pembagian keuntungan. Persahabatan Sjarnoebi, 56 tahun, dengan Ibnu Sutowo, 69 tahun, terjalin sejak lama. Di kala pemberontakan PRRI, akhir 1950-an, Mayor Sjarnoebi bertugas sebagai asisten utama intel Operasi Sadar yang dipimpin Kolonel Ibnu Sutowo selaku Deputy Kasad. Dan semasa Ibnu Sutowo memimpin PN Pertamina, Sjarnoebi terangkat, ditunjuk sebagai kepala Divisi Perawatan dan Pembangunan Pertamina. Peranan Sjarnoebi di perusahaan negara tersebut penting -- baik sebagai orang yang mengambil langkah-langkah pengamanan terhadap seluruh proyek Pertamina maupun sebagai sahabat Dirut. Melalui sahabatnya itulah Ibnu Sutowo pernah merupakan pemakai mobil Rolls Royce pertama di sini. Sjarnoebi diberhentikan dari Pertamina sehubungan dengan diberhentikannya Ibnu Sutowo. Tapi hubungan, bisnis mereka di luar Pertamina terus berlangsung. Memang agak mengejutkan ketika tiba-tiba mereka saling gugat menggugat di pengadilan. Dalam gugatannya ke pengadilan, Ibnu menuntut diakui sebagai Presiden Komisaris PT KY. Ia mengaku turut mendirikan perusahaan itu, dan memiliki 50% saham dari modal pertama yang berjumlah Rp 500 juta. Tetapi ia tidak pernah menerima laporan sejak perusahaan didirikan, 1972. Setelah Ibnu mendesak, demikian gugatan resmi tersebut, kepadanya disampaikan perhitungan laba-rugi 1973-1979, dengan perantaraan pihak lain. Konon ada hal yang meragukan dalam laporan tersebut. Tetapi sebagai "Presiden Komisaris", Ibnu merasa dihalangi melakukan pemeriksaan. Akibatnya ia tidak bisa mengetahui dan memperoleh haknya atas dividen, sejak perusahaan berdiri. Dalam gugatan itu, Ibnu menempatkan PT KY sebagai Tergugat I, Dewan Direksi PT KY sebagai Tergugat II, dan Sjarnoebi Said sebagai Tergugat III. Sidang yang direncanakan April lalu batal, karena pihak yang bersengketa tidak lengkap hadir. Tetapi Azwar Karim, S.H., pengacara Sjarnoebi, sempat menerangkan kepada TEMPO bahwa Ibnu Sutowo tidak bisa didudukkan sebagai pemegang saham. Sebab, katanya, Ibnu tidak pernah menyetorkan uangnya kepada perusahaan. "Hal itu bisa diketahui dari pembukuan perusahaan," ujar pengacara tersebut. Menurut pemeriksaan pembukuan yang dilakukan akuntan publik, Drs Bernardi, 11 September 1980, Sjarnoebi Said adalah satusatunya pemegang saham. "Keterangan akuntan itu diberikan di bawah sumpah," ujar Azwar. Dalam sebuah surat kepada lawannya, Sjarnoebi tidak mengakui penanaman modal itu. Pada Bab VI dari surat yang terdiri dari 10 bab, Sjarnoebi mengakui, pernah mengajak Ibnu (dan H.M. Joesoef) menanamkan modalnya di PT KY. Tetapi "mereka menolak," demikian surat tersebut. "Sebagai itikad baik saya," demikian Sjarnoebi -- masih dalam suratnya -- "Ibnu Sutowo dicantumkan sebagai pemegang saham." Surat itu hanya mengakui "keluarga besar Sjarnoebi Said, Amran Zamzami, dan Makmun Alrasyid," sebagai pemegang saham dengan jumlah Rp 200 juta. Belakangan disebut-sebut kwitansi jual beli saham antara pemilik saham keluarga Sjarnoebi Said dan Amran Zamzami kepada Ibnu Sutowo, 1976. "Tetapi itu proforma saja -- uangnya tidak ada," kata Amran Zamzami dalam kesaksian di depan pengadilan. "Tindakan itu dilakukan untuk menolong Ibnu Sutowo waktu itu," ujar Amran menambahkan. Amran terakhir menjabat direktur keuangan PT KY. Pada sidang pertama, Februari 1983, majelis hakim sudah meminta bukti setoran saham kepada penggugat. Tetapi permintaan itu tidak pernah dipenuhi. "Soalnya ia memang tidak pernah menyetorkan uangnya," kata Azwar Karim, merasa di atas angin. Setelah tertunda pada 5 Mei, empat hari kemudian majelis hakim yang dipimpin Sudijono, S.H., mengambil keputusan: Ibnu Sutowo diakui sebagai pemegang saham perusahaan yang memakai nama ayah Sjarnoebi Said, almarhum M. Said Krama Yudha, itu. Gugatannya yang lain tidak dikabulkan. Tetapi Soetarno Soedja, kuasa Ibnu, menyatakan menerima keputusan. "Saya sudah cukup bergembira dengan putusan itu," kata bekas hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang kini bergabung dengan kantor pengacara Gani Djemat itu. "Pokoknya klien saya sudah dinyatakan sebagai pemegang saham, itu sudah cukup." Pengacara Sjarnoebi, Azwar Karim, seusai sidang menyatakan akan berpikir dan berdiskusi dulu. Tetapi sore harinya sudah terbaca isyarat mulus. "Kalau Ibnu tidak banding, ya kita tidak banding juga," ujar Song Tjendra, asisten Azwar. Yang masih runyam tampaknya ialah soal pembagian keuntungan. Dari pengacara Sjarnoebi diperoleh jawaban bahwa soal itu akan ditentukan rapat pemegang saham. "Tetapi kalau pemegang saham tidak pernah menyetorkan uangnya, bagaimana mungkin bisa mendapat pembagian keuntungan?" katanya pula. Ketua Majelis Hakim, Sudijono S.H., pun tampaknya tidak ingin berpikir ruwet. "Pembagian keuntungan?" katanya. "Terserah mereka sendirilah, biar berpikir."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus