Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sengketa pengasuh kartini

Pengadilan tingkat pertama dalam kasus sengketa majalah kartini, memenangkan gugatan lukman umar. ia dinyatakan tetap sah sebagai direktur PT. Viariasi Jaya. tergugat harus membayar ganti rugi Rp 100 juta.(hk)

18 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIAM-diam sengketa mengenai majalah Kartini diputus pengadilan tingkat pertama: Lukman Umar menang. Ia dinyatakan tetap sah sebagai direktur PT Variasi Jaya yang mengelola majalah wanita tersebut. Juga kedudukan dan jabatannya di Yayasan Pratama Sari selaku penerbit. Dan ketujuh tergugat, yang dulu "sekapal" dengannya oleh hakim dihukum agar membayar ganti rugi kepadanya: Rp 100 juta. Tepat pada tenggang waktu yang diberikan, 8 Juni lalu, para tergugat naik banding. "Dari dulu saya sebetulnya tak mau ribut-ribut dan saya ngalah karena percaya ada undang-undang yang melindungi," komentar Lukman Umar kalem atas kemenangannya. Keputusan pertama jatuh pada 16 April. Vonis yang kedua, 21 Mei, didengarnya per telepon dari pengacaranya, Munir, S.H., ketika ia sedang mengikuti MTQ di Padang baru-baru ini. Kedua gugatan diajukan Lukman Umar, merupakan ekor sengketa para pengelola perusahaan penerbitan grup Kartini itu, yang entah dimulai kapan -- tapi yang mencapai puncaknya pada 8 Februari 1982. Hari Senin pagi itu Lukman Umar, direktur PT Variasi Jaya (mengelola majalah-majalah Kartini, Ananda, Puteri Indonesia, dan Dialog), menyegel kantor perusahaannya yang terletak di Jalan Garuda, Jakarta. Ia melarang para wartawan dan karyawan memasuki gedung bertingkat dua itu. Berikutnya, dia memecat Willy Risakotta, ketua Dewan Komisaris dan wakil Direktur PT Variasi Jaya. Bersama Willy, juga dipecat enam rekannya Djoko Prihatin, Tom D.B.P. Gultom, Moh. Ashuri, Surtaji Tirtosunyoto, Bram Tuapattinaya, dan Karnel Oemar Purba. Langkah Lukman itu, sesungguhnya sebagai balasan atas tindakan Willy Risakotta dua hari sebelumnya, yang memecatnya sebagai direktur. Tapi, keesokan harinya, Risakotta dan kawan-kawan mengambil alih kantor itu (TEMPO, Media, 20 Februari 1982). Kericuhan itu berlanjut terus. Kedua belah pihak akhirnya bersiap-siap menggugat di pengadilan. Lukman menunjuk Munir sebagai kuasanya. Sedangkan Risakotta dan kawan-kawan menunjuk Ny. Nani Razak, S.H. Tapi sementara itu, baik Lukman maupun Risakotta dan kawan-kawan, melanjutkan profesi mereka. Risakotta dan kawan-kawan meneruskan penerbitan Kartini dan Lukman pada akhir September 1982 menerbitkan Sarinah. Dalam perkara pertama, Lukman minta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang dipimpin Setiawan, S.H., agar pemecatan terhadap dirinya "dinyatakan melawan hukum". Juga agar hakim menghukum para tergugat membayar ganti kerugian sejumlah Rp 600 juta. Sebab, menurut Lukman, pengambilalihan segala pekerjaan dan fungsi direktur oleh tergugat, merupakan tindakan melawan hukum. Willy Risakotta dan kawan-kawan menangkis. Menurut anggaran dasar PT, katanya, para komisaris dengan suara terbanyak setiap waktu berhak memberhentikan sementara para anggota direksi atau seorang di antara mereka yang dianggap bersalah. Lukman Umar, katanya, telah menyalahgunakan kedudukannya untuk kepentingan dan keuntungan pribadi. Misalnya menggunakan uang perusahaan buat membeli rumah atas nama pribadi dan membiayai proyek sejumlah penerbitan. Juga, menurut tergugat, keputusan pemecatan tersebut sesuai dengan hasil rapat umum pemegang saham, 3 Maret 1982, yang tak dihadiri penggugat -- meski sudah dipanggil dan surat panggilan itu diterima penggugat. Tapi mereka mengakui bahwa panggilan rapat umum pemegang saham itu tanpa melalui pengumuman di koran. Sebab sudah merupakan konsensus bahwa undangan cukup dengan surat penggilan saja. Tapi majelis hakim berpendapat lain. Menurut hakim konsensus memanggil para pemegang saham lewat surat panggilan, atau kadang-kadang lisan, tidak dapat diterima. Alasannya, selain tidak bisa dibuktikan kebenarannya, juga suatu konsensus hanya berlaku bila pihak-pihak bersangkutan menyetujuinya. Maka rapat umum (luar biasa) pemegang saham yang memecat Lukman Umar itu tidak sah dan keputusan dewan komisaris batal demi hukum. Akan halnya perkara kedua, mengenai rapat yang menonaktifkan penggugat dari segala jabatan dan keanggotaan pada Yayasan Pratama Sari, majelis hakim akhirnya menyatakannya -- tidak sah -- oleh karena itu harus dibatalkan. Atas semua vonis itu, reaksi Risakotta hanyalah, "masalah itu akan tetap kami selesaikan melalui saluran hukum." Kartini, tetap dalam sengketa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus