Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sepuluh tahun untuk playboy buta

Seorang tunanetra karma nataatmaja, 54, yang dituduh membunuh pacarnya, nartiyem, 45, divonis 10 tahun oleh pengadilan negeri sumber, cirebon. karma, diperkuat 24 saksi, menyangkal telah membunuh.(hk)

20 Desember 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETIAP memasuki ruang sidang, sebelum duduk di kursi terdakwa, tunanetra bertubuh atletis itu menyampaikan salam dan mohon jangan disiksa. "Assalamualaikum. Di ruangan ini, saya mohon jangan disiksa lagi," katanya beriba. Tapi, pekan lalu, hakim Pengadilan Negeri Sumber, Cirebon, menghukumnya 10 tahun penjara, potong masa tahanan. "Ia terbukti bersalah membunuh Nartiyem, pacarnya," kata Hakim Djumadi Notodihardjo. Sebelumnya, Jaksa Uri Hasan Basri menuntut 12 tahun penjara. Karma Nataatmadja, kini 54, tunanetra sejak usia 5 tahun, didakwa membunuh Nartiyem, 45, teman kencannya selama 10 tahun. Tiyem, demikian panggilan akrab janda tak beranak itu, Juni lalu, kedapatan tewas di rumahnya, di Kampung Bakungkidul. Itu diketahui, karena para tetangga curiga. Tak biasanya, janda gemuk berkulit kuning langsat itu tak membuka warungnya. Waktu diintip, Tiyem tampak tergeletak di tempat tidur, wajahnya berlumur darah. Polisi lantas menangkap Karma. Tukang pijit itu dicurigai, karena, di malam kejadian itu, ia paling akhir bersama korban. Malam itu, seperti biasa berlangsung, dia berada di kedai, merangkap rumah, Tiyem untuk memijit. Yang dipijit, ya, Tiyem itu. Rupanya, paling tidak selama 10 tahun terakhir, hubungan antara Karma dan Tiyem bukan sekadar hubungan antara tukang pijit dan pasien. Seperti diakui Karma di hadapan polisi, mereka telah saling mencintai. Padahal, Karma masih beristri, menurut pengakuannya istri ketujuh belas, bernama Karnami, 42, yang memberinya 3 anak. Di hadapan polisi, ia berterus terang "Tiyem saya bunuh, karena saya kesal," ujarnya. Sehabis kencan, katanya, malam itu, tiba-tiba saja Tiyem minta dinikahi. Alasannya, dia malu. Masa sudah 10 tahun, kok, masih saja kumpul kebo. Karma menyanggupi mengawini wanita itu, waktu panen mendatang. Tak disangka, Tiyem tiba-tiba menempeleng si buta. Karma jadi mata gelap. Seketika itu ia berbalik lalu mencekal tengkuk Tiyem, dan kemudian menghantam wajah janda itu, Terakhir, Karma mencekiknya sampai terdengar bunyi ... kreeek. Karma yakin korban telah tewas, karena pergelangan tangan dan dada Tiyem sudah tak berdenyut. Juga sewaktu digelitik perutnya, korban, yang biasanya kegelian, kali ini diam saja. Pengakuan di Polres Cirebon ini di persidangan dibantah Karma. "Saya terpaksa mengaku karena disiksa dan diancam akan dikarungi," katanya lantang. Pernyataan Karma diperkuat oleh 24 saksi, yang mengaku tidak melihat Tiyem dibunuh Karma. Bahkan beberapa saksi tidak melihat Karma di rumah Tiyem pada waktu kejadian. "Pukul dua dinihari, baru saja Karma menghabiskan sebatang rokok di sini, kemudian ngeloyor entah ke mana," kata Dila, penduduk Kampung Bakunglor, tempat tinggal Karma. Pedagang mi goreng itu biasa buka sampai pukul 03.00, dan Karma pada jam-jam itu biasa singgah di sini sebelum pulang ke rumahnya. Menurut Dila, jarak dari warungnya ke rumah Tiyem sekitar satu jam perjalanan bagi orang bermata awas, orang tunanetra tentu lebih lamban. Ke mana Karma ngeloyor? "Sehabis istirahat di warung Dila, saya pulang," kata Karma. Karnami membenarkan pengakuan suaminya. "Pukul tiga dinihari, ketika jam dinding tetangga berdentang tiga kali, Karma mengetuk pintu rumah, lalu ia tidur sampai pukul delapan pagi," katanya. Padahal, Jaksa Uri Hasan Basri menuduh Karma melakukan pembunuhan pukul 02.00-03.00, pada 16 Juni itu. "Sayang, polisi pun tak mengambil sidik jari di tempat kejadian, dan sejumlah uang dan perhiasan yang hilang milik korban tak pernah disinggung di persidangan," keluh Sulistiyono, pengacara Karma. "Padahal, mustahil dicuri Karma yang tunanetra itu." "Saya tak mengira Karma akan divonis seberat itu," komentar Pengacara Sulistiyono. "Coba kalau hak pengacara mendampingi tertuduh dalam penyidikan dipenuhi barangkali hasil penyidikan polisi tak akan dibantah." Sulistiyono mengaku, ia baru mendampingi terdakwa sejak persidangan di pengadilan dimulai. Benarkah Karma pembunuh Nartiyem? Tampaknya masih teka-teki. Apalagi visum dokter, seperti diakui hakim, tidak menerangkan sebab kematian Tiyem. Hasan Syukur

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus