Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RATUSAN aktivis lingkungan sejak pagi memenuhi halaman dan ruang sidang gedung Pengadilan Negeri Medan, Rabu pekan lalu. Mereka berasal dari sejumlah organisasi seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Komite Anti-Illegal Logging Sumatera Utara.
Berbagai spanduk dibentangkan, orasi digelar dan digemakan lewat pengeras suara ke berbagai sudut gedung pengadilan. Inilah aksi untuk menyambut sidang pertama Adelin Lis, bos PT Mujur Timber Group, dalam kasus pembalakan ilegal di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Ulah Adelin menjarah hutan, dalam perhitungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup, merugikan negara sekitar Rp 225 triliun (Tempo, 27 Mei 2007). Pembalakan itu juga menghancurkan kawasan hutan, termasuk hutan lindung, di Mandailing Natal.
Adelin Lis ditangkap aparat keamanan di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing, Cina, 8 September 2006. Setelah sekitar sembilan bulan mendekam di tahanan polisi dan kejaksaan, pada Rabu pekan lalu ia dihadapkan ke pengadilan. Dalam struktur Grup Mujur Timber, jabatan Adelin direktur yang membawahkan PT Inanta Timber dan PT Keang Nam Development Indonesia. Dua perusahaan ini beroperasi di Mandailing Natal.
Kendati sidang molor dua jam dari jadwal pukul 10.00, semangat para aktivis lingkungan masih tetap menggelora. ”Adelin harus dihukum seberat-beratnya,” teriak mereka. Ketika Adelin tiba, suasana makin panas. Mereka berteriak-teriak dan puluhan wartawan merangsek mendekati Adelin. Ia, yang saat itu mengenakan baju merah jambu berbalut rompi tahanan, berusaha menghindar dan hampir terjerembap. Puluhan polisi ”menyelamatkan” Adelin.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Medan, Arwan Byrin, jaksa Edyward Kaban mendakwa Adelin melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagai Direktur PT Keang Nam, kata jaksa, Adelin secara sengaja tidak membayar provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi sejak 2000 hingga 2005. ”Atas perbuatan itu, Adelin Lis diancam pidana seumur hidup,” ujar Arwan tatkala membacakan dakwaannya setebal sekitar 60 halaman itu.
Jaksa juga menyatakan Adelin menebang hutan di luar rencana kerja tahunan. Dihitung dari nilai kayu bulat yang ditebang di luar rencana kerja ini, menurut jaksa, negara rugi Rp 108 miliar. Lantas, akibat tidak membayar provisi, negara rugi Rp 10,8 miliar. Adapun akibat pengemplangan dana reboisasi, negara tekor sekitar US$ 2,9 juta (Rp 26 miliar). ”Total kerugian negara Rp 119,8 miliar ditambah US$ 2,9 juta,” kata Edyward.
Jaksa mendakwa Adelin telah memperkaya diri senilai Rp 83,1 miliar. ”Uang itu disimpan di rekening Bank Buana dan Bank HSBC cabang Medan,” kata jaksa. Selain menjerat dengan pasal-pasal korupsi, jaksa mendakwa Adelin melanggar Undang-Undang Kehutanan.
Adelin, misalnya, dianggap sengaja mengangkut, menguasai, dan memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi surat keterangan yang sah. Dari dalam hutan, kayu itu dikirim lewat aliran Sungai Singkuang dan Sungai Natal di Mandailing Natal. ”Ini terjadi sejak 2000 hingga Januari 2006,” kata jaksa.
Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Utara, Job Rahmat Purba, menyatakan bahwa organisasinya sangat berkepentingan ”mengawal” kasus Adelin ini. ”Karena ada sejumlah kejanggalan dan intervensi,” katanya. Ia menunjuk, antara lain, surat Menteri Kehutanan M.S. Kaban kepada kuasa hukum Adelin pada 27 September 2006. ”Isi surat itu mengatakan tidak ada pelanggaran pidana pembalakan liar di perusahaan yang memiliki izin HPH,” kata Job Rahmat.
Dalam sidang pekan lalu itu Adelin didampingi pengacara Hotman Paris Hutapea. Menurut Hotman, dakwaan jaksa yang menyebut Adelin korupsi itu salah arah. ”Adelin pemegang HPH, jadi ini bukan pembalakan liar,” ujarnya. Hotman menunjuk surat Menteri Kehutanan yang menyatakan Mujur Timber pemegang izin hak pengusahaan hutan (HPH) yang masih berlaku.
Tuduhan kliennya melanggar rencana kerja tahunan juga dibantah. ”Yang membuat rencana kerja itu Mujur Timber sendiri. Kalau disebut melanggar program kerjanya sendiri, ya, paling dianggap pelanggaran administrasi,” kata Hotman. Dengan argumentasi seperti itu, Sakti Hasibuan, kuasa hukum Adelin lainnya, yakin bahwa kliennya bakal lolos dari jerat hukum. ”Tidak ada satu kalimat pun dalam dakwaan jaksa yang menyatakan PT Keang Nam menebang hutan di luar izin yang dimiliki,” katanya.
Namun Harli Siregar, jaksa tim kasus Adelin, tetap yakin bahwa Adelin tak bakal lolos dari jerat hukum. ”Dakwaan yang dibuat sesuai dengan penyidikan polisi,” kata Harli. Kasus Adelin juga menjadi perhatian Kejaksaan Agung. Menurut Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kemas Yahya Rahman, kasus Adelin sudah berkali-kali diekspos di Kejaksaan Agung. ”Kami yakin 100 persen dia bersalah,” kata Kemas.
Kendati kejaksaan yakin seratus persen, toh para aktivis lingkungan tetap khawatir Adelin bakal lolos dari tuduhan korupsi seperti dua anak buahnya. ”Kedua terdakwa sebelumnya bebas dengan dakwaan yang mirip dakwaan Adelin,” kata Job Rahmat Purba.
Di Jakarta, Komisi Yudisial juga mengarahkan matanya ke sidang Adelin ini. ”Proses peradilannya memang harus dikontrol semua pihak,” kata Ketua Komisi Yudisial, Busyro Muqqodas.
Kalaupun Adelin akhirnya dibebaskan seperti kedua anak buahnya, menurut Busyro, berkas pemeriksaan polisi dan dakwaan jaksa harus ditelusuri kembali. ”Kalau dalam berkas polisi dan dakwaan jaksa aspek pembuktiannya sudah kuat, fokusnya ke hakim,” ujarnya. ”Hakimnya akan kami panggil.”
Dimas Adityo, Sahat Simatupang (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo