Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bagaimana Status Hukum Sertifikat HGB Tanah Musnah Pagar Laut Tangerang?

Menteri Nusron Wahid memastikan pagar laut di Desa Kohod berada di area tanah musnah. Sertifikat kepemilikan harus dibatalkan. 

28 Januari 2025 | 09.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pagar laut di Pantai Anom, Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, 24 Januari 2025. Antara/Putra M. Akbar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Pagar laut milik PT Intan Agung Makmur di Desa Kohod, Tangerang, masuk kategori tanah musnah.

  • Penetapan tanah musnah dilakukan karena adanya perubahan bentuk permukaan tanah sehingga tidak bisa diidentifikasi lagi.

  • Reklamasi atau merekonstruksi tanah musnah hanya untuk penetapan setelah 2021.

POLEMIK pagar laut Tangerang di pesisir utara Banten berakhir dengan investigasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Menteri ATR/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengatakan pagar laut milik PT Intan Agung Makmur di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, masuk kategori tanah musnah. "Karena sudah enggak ada fisiknya,” ujar Nusron pada Jumat, 24 Januari 2025. “Karena itu otomatis hak apa pun hilang.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penegasan itu disampaikan Nusron untuk menanggapi pernyataan Kepala Desa Kohod Arsin yang yakin pagar laut di pantai Alar Jimab memiliki legalitas berupa sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM). Menurut Arsin, pesisir Alar Jimab dulunya lahan warga desa yang dijadikan kolam atau empang. Namun lahan itu berubah menjadi hamparan laut akibat abrasi. 

Penjelasan Arsin itu selaras dengan klaim Muannas Alaidid, kuasa hukum Agung Sedayu Group (ASG). Menurut dia, sertifikat HGB pagar laut di Desa Kohod adalah milik anak usaha ASG, yaitu PT Cahaya Intan Sentosa dan PT Intan Agung Makmur. "SHGB di atas sesuai dengan proses dan prosedur,” katanya melalui keterangan tertulis pada 24 Januari 2025. “Kami beli dari rakyat dengan SHM."  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Atas kepemilikan lahan itu, kata Muanas, perusahaan membayar pajak dan memiliki persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PKKPR merupakan dokumen yang menyatakan kesesuaian antara rencana pemanfaatan ruang dan rencana tata ruang (RTR). PKKPR merupakan dokumen penting yang harus dimiliki pelaku usaha, terutama yang akan mendirikan bangunan untuk kegiatan usaha.  

Apa Itu Tanah Musnah

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, tanah musnah adalah tanah yang sudah berubah dari bentuk asalnya karena peristiwa alam dan tidak bisa diidentifikasi lagi sehingga tak bisa difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Pasal 66

(1) Dalam hal terdapat bidang tanah yang sudah tidak dapat diidentifikasi lagi karena sudah berubah dari bentuk asalnya karena peristiwa alam sehingga tidak dapat difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya dinyatakan sebagai tanah musnah dan hak pengelolaan dan/atau hak atas tanah dinyatakan hapus.

(2) Penetapan tanah musnah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan tahap identifikasi, inventarisasi, dan pengkajian.

(3) Sebelum ditetapkan sebagai tanah musnah, pemegang hak pengelolaan dan/atau hak atas tanah diberi prioritas untuk melakukan rekonstruksi atau reklamasi atas pemanfaatan tanah.

(4) Dalam hal rekonstruksi atau reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau pihak lain, maka pemegang hak pengelolaan dan/atau hak atas tanah diberi bantuan dana kerohiman

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan tanah musnah diatur dengan peraturan menteri.

Ihwal pagar laut yang dimiliki anak usaha ASG, kata Muanas, panjangnya tidak sampai 30 kilometer. Panjang pagar yang dibuat oleh PT Cahaya Intan Sentosa dan PT Intan Agung Makmur hanya ada di satu kecamatan di Desa Kohod. “Jadi bukan sepanjang 30 kilometer itu milik kami," kata Muanas.

Nusron menegaskan penerbitan sertifikat HGB dan SHM pagar laut di kawasan pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang itu cacat prosedur dan material. “Itu tidak boleh menjadi proverti privat, karena itu ini tidak bisa disertifikasi,” katanya. "Kementerian ATR/BPN punya hak mencabutnya atau membatalkan tanpa proses perintah pengadilan."   

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid melihat peta bidang tanah sertifikat di Pantai Anom, Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, 24 Januari 2025. Antara/Putra M. Akbar

Akademikus hukum agraria di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Dyah Ayu Widowati, mengatakan tanah musnah adalah tanah yang sudah berubah fungsi karena proses alam. Misalnya, wilayah di sekitar lereng Gunung Merapi, Jawa Tengah, yang berubah karena terkena lahar dingin. “Tanah yang tadinya 1.000 hektare berkurang menjadi 800 karena 200 hektare hilang terbawa aliran lahar dingin,” katanya. “Nah, 200 hektare ini dianggap tanah musnah.”

Begitu juga yang terjadi dalam fenomena abrasi. Daratan di pesisir menjadi hilang akibat tergerus air laut. Daratan yang hilang ini disebut tanah musnah. Dengan demikian, bila ada pihak-pihak yang mengklaim memiliki sertifikat atas tanah musnah tersebut secara otomatis hak kepemilikannya terhapus. 

Klaim Abrasi Terpatahkan

Urban Justice Campaigner Greenpeace Indonesia Jeanny Sirait mengatakan rata-rata peningkatan muka air laut di Indonesia sebesar 0,8-1,2 sentimeter per tahun. Sementara itu, penurunan muka tanah di kawasan Jakarta, Tangerang, dan Bekasi rata-rata 7,5 sentimeter per tahun. 

Karena itu, mustahil perairan di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, yang dipasangi pagar bambu, pada 2-3 tahun lalu merupakan daratan. “Kecuali jika pada masa tersebut ada bencana alam besar, seperti tsunami,” kata Jeanny, Senin, 27 Januari 2025.

Menurut dia, hilangnya daratan akibat abrasi memiliki waktu variatif. Fenomena alam itu bergantung pada kecepatan air dan angin, keras batuan/daratan di pantai, jumlah material yang diangkut, land subsidence, serta peningkatan muka air laut yang ada di wilayah tersebut akibat krisis iklim.

Berdasarkan pengamatan citra satelit, pada 1985, perairan di Desa Kohod yang dipasangi pagar laut bentuknya memang sudah laut. Dengan demikian, klaim Badan Pertanahan Nasional yang menerbitkan sertifikat berdasarkan girik 1982 menjadi janggal.

Namun, kata Dyah, penetapan lahan menjadi tanah musnah tidak bisa dilakukan secara serta-merta. Pemerintah harus menjalankan identifikasi, inventarisasi, dan pengkajian. Prosedur penetapan tanah musnah itu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang hak pengelolaan, hak atas tanah, satuan rumah susun, dan pendaftaran tanah serta Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 3 Tahun 2024. “Harus ada pengumuman lebih dulu dan pemegang hak diminta merekonstruksi atau mereklamasi.”

Prosedur yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 2021 itu tidak berlaku surut. Dengan demikian, lahan yang sudah bertatus tanah musnah oleh peraturan lama itu tidak akan berubah meski ada peraturan baru. “Jadi, kalau sebelum 2021 wilayah itu adalah laut, argumentasi tanah itu tadinya adalah daratan sudah langsung mentah,” tuturnya. “Itu menjadi dasar dibatalkannya sertifikat.”

Perahu bersandar di dekat pagar laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, 24 Januari 2025. Antara/Putra M. Akbar

Ahli hukum agraria dari UGM, Rikardo Simarmata, menekankan bahwa penetapan tanah musnah dilakukan karena adanya perubahan bentuk permukaan tanah sehingga tidak bisa dikenali dan diidentifikasi lagi. Adapun perubahan itu terjadi akibat peristiwa alam.    

Rikardo mencontohkan kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Semburan lumpur Lapindo membuat sebuah kawasan di sana benar-benar berubah. Begitu juga yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah, akibat adanya likuefaksi.

Tahapan Penetapan Tanah Musnah 

Mekanisme penetapan suatu bidang tanah sebagai tanah musnah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Tanah Musnah.

Pasal 2

(1) Hak pengelolaan dan/atau hak atas tanah hapus karena tanahnya musnah.

(2) Tanah musnah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi bidang tanah yang:
a. sudah berubah dari bentuk asalnya karena peristiwa alam;
b. tidak dapat diidentifikasi lagi; dan
c. tidak dapat difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

(3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi bidang tanah yang sudah terdaftar dan bidang tanah yang belum terdaftar.

(4) Kepala Kantor Pertanahan menetapkan tanah musnah dan menegaskan hapusnya hak pengelolaan dan/atau hak atas tanah.

(5) Berdasarkan hasil penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dilakukan pencatatan oleh:
a. Kepala Kantor Pertanahan untuk bidang tanah yang sudah terdaftar; dan
b. kepala desa/lurah atau yang disebut dengan nama lain untuk bidang tanah yang belum terdaftar.

Pasal 3

(1) Tata cara penetapan tanah musnah dilakukan dengan tahapan kegiatan meliputi:
a. penetapan lokasi bidang tanah yang terindikasi sebagai tanah musnah;
b. pembentukan tim peneliti tanah musnah;
c. sosialisasi;
d. identifikasi, inventarisasi, dan pengkajian;
e. pengumuman;
f. pelaksanaan rekonstruksi atau reklamasi apabila pemilik tanah menyatakan akan melakukan rekonstruksi atau reklamasi; dan
g. penerbitan keputusan penetapan tanah musnah.

Fenomena tersebut, kata Rikardo, merupakan peristiwa alam yang dikategorikan bencana. Untuk tanah musnah akibat bencana alam, pemilik tanah bisa mendaftarkan terhapusnya hak milik atas tanah ke kantor pertanahan. Namun dua peristiwa ini tidak bisa disamakan dengan perubahan permukaan tanah akibat abrasi yang terjadi di Desa Kohod, Tangerang. “Hak kepemilikan akan terhapus apabila terbukti tanah tersebut dinyatakan musnah,” ucapnya. 

Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021, kata Rikardo, pemilik tanah musnah memang diberikan hak prioritas untuk mereklamasi atau merekonstruksi agar tanah itu kembali. Namun, untuk tanah musnah di Desa Kohod, prosedur itu sulit dilakukan. Sebab, area yang diklaim “bekas daratan” sudah sejak dulu diidentifikasi sebagai perairan. Sementara itu, pemberian hak reklamasi atau rekonstruksi hanya berlaku untuk penetapan tanah musnah setelah 2021.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mutia Yuantisya

Mutia Yuantisya

Alumnus Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Padang ini memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2022. Ia mengawalinya dengan menulis isu ekonomi bisnis, politik nasional, perkotaan, dan saat ini menulis isu hukum dan kriminal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus