Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Setelah klingi, kini permata ii setelah klingi. kini permata ii

Km permata ii trayek asam-asam kota baru tenggelam di selat laut. membawa penumpang 81 orang termasuk 5 awak kapal. pejabat yang berwenang saling melempar tanggung jawab. kasusnya sama dengan km klinci.

3 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAPAL KM Permata II, yang berlayar pulang-balik Asam-Asam (Kalimantan Tenggara) - Kotabaru (Pulau Laut), sebenarnya cuma boleh membawa penumpang paling banyak 17 orang. Tapi ketika tenggelam di Selat Laut, tengah hari 14 Agustus lalu, membawa penumpang sebanyak 81 orang termasuk 5 awak kapal. Kabar terakhir menyatakan: 26 penumpang ditemukan mati terapung di lepas pantai Bonati dan Bamban. Sedang 2 penumpang masih belum diketahui nasibnya. Nakhoda Abdul Rasyidi selamat bersama sisa penumpang lainnya. Hari Minggu itu penumpang dari Asam-Asam memang banyak. Dimuat juga 2 ton beras. Permata II sebenarnya, berkekuatan 22 PK (dari mesin Yanmar) adalah kapal barang. Namun, untuk kelancaran pengangkutan rakyat, kapal ini bersertifikat untuk mengangkut 17 penumpang. Menjelang kecelakaan itu kapal bertolak jam 6 pagi dengan penumpang memenuhi geladak sampai atap. Cuaca, sebenarnya, biasa-biasa saja apalagi nakhoda Abdul Rasyidi sudah berpengalaman laut 11 tahun. Tapi, karena sarat, kapal mudah oleng hanya oleh hempasan ombak biasa saja. Nah, ketika muncul apa yang oleh orang laut disebut "gelombang tiga," yaitu gelombang yang beruntun tiga kali, datanglah maut. Kapal miring. Penumpang yang memadati geladak dan atap tergeser ke salah satu pinggir. Permata II kehilangan keseimbangan. Lalu terbalik. Kejadian di Selat Laut, 6 jam perjalanan dari Asam-Asam, sekitar jam 12 siang. Siapa bertanggungjawab atas kecelakaan ini? Pertama-tama tentu si nakhoda Abdul Rasyidi. Tapi pelaut ini cuma bisa bilang: "Saya sudah berpengalaman memecah gelombang tiga, tapi kali ini penumpang terlalu banyak dan menghilangkan keseimbangan kapal." Begitu katanya kepada TEMPO. Tapi ia tak dicegah untuk mengangkut penumpang melebihi ketentuan? Pejabat yang berwenang memberi izin Permata II berlayar, seperti kenyataannya, saling melempar tanggungjawab. Apalagi bagi Permata II ada dua instansi yang mengurusnya: Syahbandar dan Dinas LLASDF (Lalulintas Sungai, Danau dan Ferry). Permata yang bertolak dari pelabuhan Asam-Asam, yang berada di sungai (pedalaman), tentunya berada di bawah pengawasan LLASDF. Tapi, untuk tujuan Kotabaru dan karena harus melalui laut, tentu operasinya tak lepas dari mata Syahbandar. Dan akhirnya, untuk diketahui, Permata Il bertolak setelah mendapat izin dari Lurah Asam-Asam. Ingat tenggelamnya KM Klingi, bulan Maret lalu, di teluk Jakarta? Mahkamah Pelayaran, yang memeriksa dan mengadili perkara nakhoda Klingi, mcnyatakan: Kapal itu tcnggelam akibat kesembronoan nakhoda dan ketidaktelitian aparat pemerinah yang seharusnya melakukan pengawasan. Jadi kasusnya hampir sama dengan tenggelamnya Permata II. KM Klingi 7 Maret lalu masih berada di teluk Jakarta. Semalaman kapal yang sarat itu sudah membuang jauh dekat Pulau Nyamuk. Nakhodanya sudah memutuskan hendak kembali ke Tanjung Priok. Tapi jam 2 siang kapal tak tertolong lagi. Tak lama setelah tanda SOS dikumandangkan Klingi tenggelam. Korbannya: 2 awaknya tewas bersama 5 penumpang untuk Belawan. Empat penumpang lainnya dinyatakan hilang. Mahkamah Pelayaran yang selesai bersidang 14 Mei lalu banyak menemukan fakta-fakta yang tak seharusnya ada dan mengakibatkan kecelakaan. KM Klingi. bcrbobot mati 1800 dw ialah kapal barang milik PT Sriwijaya Paya Lines yang dibangun tahun 1947. Kapal ini memang punya fasilitas untuk penumpang sekitar 35 orang. Tapi karena tak bersertifikat maka ia tak dizinkan mengangkut seorang penumpang pun. Sudah Miring Tapi nakhoda Olden Dalentang, berijazah MPB 111 ternyata tak keberatan kapalnya ditumpangi orang. Menurut pengetahuan nakhoda ada 19 penumpang - 16 di antaranya penumpang bertiket. Namun di luar pengetahuan nakhoda ternyata jumlah penumpang ada 22 orang. Ketika kapal bertolak dari dermaga gudang 111, kapal sebenarnya sudah miring ke kanan. Keadaan ini jelas oleh berat muatan yang kelewat batas. Berapa jumlah muatan ? Macam-macam keterangan yang diperoleh oleh mahkamah. Menurut keterangan nakhoda sendiri cuma 1493,437 tom itu berarti masih di bawah takaran yang diharuskan: tak lebih dari 1500 ton. Kesyahbandaran memberikan kesaksian lain. Di geladak Klingi dipadati muatan 0 ton. Itu terdiri dari 300 sepeda motor, 15 mobil, beberapa karton mi dan tiang-tiang listrik. Muatan di geladak utama ada 80 ton terdiri dari: tepung terigu, thinner, limun, bir, drum-drum minyak pelumas dan tiang listrik. Di palka-palka juga penuh dengan barang yang sama sekitar 1370 ton. Dalam pemeriksaan oleh petugas khusus dalam pemuatan barang, menyatakan: muatan Klingi waktu tenggelam itu sebenarnya 1.617,256 ton. Itu sesuai dengan yang dibukukan di kantor B & C Tanjung Priok untuk 53.038 koli. Sebelum kapal bertolak pandu sebenarnya sudah memperingatkan nakhoda bahwa kapal miring ke kanan sekitar 2 derajat. Tapi nakhoda menganggap enteng: "Itu tak soal, nanti diselesaikan dalam pelayaran." Dan pandu sendiri, akhirnya, tak peduli lagi: kapal diserahterimakan kepada nakhoda kembali sebelum lepas dari bandar. Diteken Di Rumah Cuaca memang tak begitu baik. Namun juga tak buruk sekali. Buktinya hari itu ada sekitar 14 kapal, yang lebih berat maupun lebih kecil dari Klingi, yang dilepas oleh pandu dan tak mengalami kesulitan - apalagi harus kembali ke Tanjung Priok. Hujan turun rintikrintik. Klingi yang sudah miring itu terus berlayar. Tapi, sampai satu mil dari Pulau Nyamuk, kapal berhenti. Jangkar dibuang. Nakhoda akhirnya memerintahkan mengirim berita ke perusahaan: "Klingi kembali ke Priok, cuaca buruk, usahakan sandar lagi, kurangi muatan." Klingi hanya sempat berputar haluan. Sebab angin dari arah barat, yang berkecepatan 30 Km per jam, menghantam lambung: Klingi terbalik. Nakhoda, dalam pemeriksaan mahkamah, banyak mengakui kesalahannya. Sebagai hukuman, ijazah MPB IIInya dicabut. Dan tak diperkenankan menakhodai kapal selama 20 bulan. Mahkamah Pelayaran yang dipimpin oleh Capt. S.Z. Pattinasarany menyesalkan bahwa sesungguhnya sebelum berangkat dari Tanjung Priok, kapal itu sedang dalam pengawasan yang berwajib. Tapi apa boleh buat. Surat izin Berlayar (SIB) Klingi ternyata ditandatangani oleh petugas kesyahbandaran pada hari Minggu. 6 Maret, tidak di kantor tapi di rumahnya. Dengan begitu kapal berangkat tanpa pemeriksaan fisik. Petugas. yang meneken SIB Klingi cuma nengajukan sebuah pertanyaan: apakah tidak memuat penumpang dan barang di geladak atas? Orang Sriwijaya Lines menjawab: tidak. Dan semuanya lalu dianggap beres. Apakah peristiwa KM Permata II akan mengungkap keadaan serupa itu pula? Masih ditunggu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus