Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Pahlawan sentimentil dll

Korban pahlawan sungguhan adalah "tindakan terakhir", & korban pahlawan sentimentil adalah keasyikan pemimpin asci mengajak bawahan bekerjasama, pemimpin sentimentil minta bawahan berkorban & mengabdi

3 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADAKAH persamaan di antara pahlawan sungguhan dan pahlawan sentimentil? Ada. Keduanya siap melakukan korban besar, entah nyawa, keluarga, sahabat, kekasih atau karier. Dalam pandangan umum keduanya tetap pahlawan. Tidak perduli korban itu ditanggung dengan rela atau terpaksa. Menjadi korban karena berani atau takut tak akan merobah gelar yang demikian jaya. Mati dengan tersenyum atau menggigil, tetap juga pahlawan namanya. Bedanya? Pahlawan sungguhan memilih korban karena korban itu perlu. Tak ada jalan lain untuk berhasil atau bertahan, selain mempertaruhkan korban itu. Pahlawan sentimentil memilih korban karena nikmat Dia memilih gagal dan bukan sukses, memilih tragedi dan bukan kemenangan, semata-nata karena tragedi itu dikagumi dan amat dipujapuanya. Korban pada pahlawan sungguhan adalah tindakan "terakhir" Korban pada pahlawan sentimentil adalah keasyikan. Kepahlawanan bagi yang satu adalah kewajaran, seperti taktlk atau efisiensi. Kepahlawanan bagi yang lain serba luarbiasa, semacam persembahaniri seorang yang ingin disebut superman. Ada pahlawan sentimentil, ada pejuang sentimentil. Seorang pejuang sentimentil memilih berjuang tidak demi tujuan perjuangan. Semua tujuan bagaikan pamrih yang harus ditolak. Seorang pejuang mestinya bersih, bersih juga dari kemungkinan bersalah. Karena itulah pejuang seperti ini akan menerima segala kesalahan atas pundaknya. Bukan karena ingin mengambil-alih tanggungjawab, tetapi justru untuk menghindarinya. Seorang yang siap menjadi kambing-hitam berbagai dosa, dan tak berikhtiar membela dirinya, sebenarnya sudah menyatakan bahwa diri yang demikian siap-korban apakah mungkin melakukan semua dosa itu karena kelemahan? Bedanya dengan pejuang sungguhan cukup jelas. Pejuang sungguhan akan berhitung benar untuk mulai berjuang. Pejuang sentimentil selalu bernafsu untuk berjuang. Yang satu ingin berhasil dalam perjuangan, karena baginya perjuangan hanyalah sarana mencapai tujuan. Yang lain akan memilih kalah dan gagal, karena kemenangan adalah pamrih yang mengakhiri perjuangan. Pejuang sungguhan berani untuk merasaberani dan takut. Pejuang sentimentil takut untuk merasa berani dan takut. Pejuang sungguhan brada di lapangan. Pejuang sentimentil berada di pentas. Pemimpin sungguhan atau pemimpin sentimentil begitu juga. Pemimpin sungguhan akan tampil mewujudkan ambisinya. Dia tak takut menyatakan dirinya mempunyai ambisi dan pamrih. Tak ada kepura-puraan untuk tampak hebat dan serba sempurna. Yang sempurna mungkin usaha dan dayatahannya. Dia tertarik pada hasil dan bertekad mencapanya. Tidak merasa selalu unggul. Siap ditertawakan dan rela dipertentangkan dengan kemungkinan lain Tak takut mengahl kalah, dia akan ngotot mempertahankan rencananya, tetapi cepat memobilisir perobahan, begitu dia yakin akan perlunya perobahan tersebut. Tidak merasa dirinya pemimpin, namun siap memimpin dan memulai inisiatip. Dia tak menolak pujian dan tak membantai kritik. Bagi dia dua-duanya hanya berbeda dalam rasa Yang terkena akibat hanyalah reaksi selera. Dia tahu bahwa bagi kesehatan dan pertumbuhan, yang penting hanyalah kadar gizi: pujian kosong atau berbobot, kritik bergizi atau kerempeng. Pemimpin sentimentil selalu menginginkan status pemjmpin. Dia dengan tampil, agar ditampilkan orang. Dia menampakkan diri sebagai tokoh sepi yang tanpa kepentingan. Dia akan menolak pujian agar berhak juga menolak kritik. Pemimpin jenis ini bersikap anti-perhitungan. Dalam memberi dia berlaku murah dan boros. Bukankah pemimpin harus berani melupakan dirinya? Sebaliknya, dia jua tanpa rasa sungkan dalam mengambil atau menuntut. Menyebut miliknya adalah juga milik bawahannya sebenarnya mengartikan bahwa milik bawahan dan orang-orangnya adalah juga miliknya. Pemimpin sungguhan mengajak bawahannya berusaha bersama dia. Pemimpin sentimentil meminta bawllannya berkorban dan mengabdi. Pemimpin sentimentil cenderung berbicara tentang bakti yang masih harus diberikan. Pemimpin sungguhan akan menjabarkan kesulitan yang harus diatasi. Pemimpin sentimentil berbicara tentang penyerahaniri dan kesabaran. Pemimpin sungguhan berbicara tentang kekuatan dan kelemahan. Pemimpin sentimentil sadar tentang moral. Pemimpin sungguhan_sdar tentang tugas. Yang satu menyesuaikan bawahan dengan dirinya. Yang lain menyesuaikan dirinya dengan bawaharnya. Cita-cita sungguhan dan cita-cita sentimentil sama adanya. Yang sungguhan dibuat agar dilaksanakan. Yang sentimentil, agar dikagumi. Syarat bagi yang sungguhan adalah feasibility. Syarat bagi yang sentimentil adalah kadar dashatnya. Yang sungguhan diukur berdasarkan seberapa dekatnya ke bumi. Yang sentimentil, berdasarkan seberapa dekatnya ke bintang. Keduaduanya sama mengandung keinginan Yang sentimentil ingin menjadi juara. Yang sungguhan ingin mewujudkan keinginan itu. Sungguhan dan sentimentil, hampir tak nyata bedanya. Yang sentimentil bespura-pura untuk tidak sentimentil, yang sungguhan tidak berpura-pura untuk sentimentil. Yang sentimentil berpura-pura untuk bersungguh-sungguh, yang sungguhan bersungguh-sungguh untuk tidak berpura-pura.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus