ORANG-ORANG dulu mungkin mengatakan kejadian di bawah ini
sebagai tanda-tanda zaman. Masakan bayi usia satu setengah
tahun diperkosa. Tapi memang demikianlahl dan hakim Armen
Lubis SH dari Pengadilan Negeri Tanjung Balai, Kabupaten Asahan
turut pusing pula dibikinnya. Pada 23 Nopember yang lalu ia
telah menterapkan pasal 285 KUHP terhadap seorang pemuda
tanggung usia 15 tahun, Ng alias Ny. dengan hukuman 3 tahun. Dan
pada 8 Desember yang lalu, Kejaksaan Negeri Kisaran telah pula
menahan S, 12 tahun, dari rumah kediaman orangtuanya di Kampung
Sentang. S dipersalahkan memperkosa anak tetangganya, N umur 5
tahun. Sementara itu P yang baru 12 tahun, baru Juli yang lalu
keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Labuhan Ruku, setelah
memenuhi masa hukuman 9 bulan karena telah mengagahi SA, bocah
perempuan umur 6 tahun (TEMPO, 31 Januari).
Hakim Armen Lubis agaknya tepat juga untuk menasehatkan
kewaspadaan para orangtua yang punya anak berambut panjang, biar
seumur apapun. Memang tak ada kesaksian ahli, dari ahli ilmu
jiwa misalnya, terhadap beberapa kejadian pemerkosaan serius
tingkat ingusan ini. Tapi dari pengakuan Ng di pengadilan dapat
disadap beberapa penyebab. Ng tinggal bersama kakaknya yang
telah bersuami, di Kampung Alang Bonton, Kecamatan Pulau Rakyat,
Asahan. Namanyalah rumah perladangan, sudah tentu bentuknya
kecil hingga mirip sebuah dangau, kamar tidurnya pun hanya satu.
Di situlah kakak dan abang iparnya tidur di atas sebuah tempat
tidur kayu. Ini pangkal bala. Tengah malam, anak laki menjelang
balig itu sering terjaga dari tidurnya, dan menyaksikan suami
isteri itu lagi menelusuri bagian kehidupan mereka yang paling
erat. Pada mulanya hal itu tak seberapa diperhatikannya, tapi
lama kelamaan, mungkin karena kerapnya, Ng jadi tertarik dan
sekaligus terangsang. Ia sering melamun membayangkan perbuatan
kakak dan abangnya itu.
Sampai Hati Koe
Ng sendiri sehari-hari membantu Ibu S, tetangganya. Ibu ini
punya bayi perempuan, satu setengah tahun. Ng sering disuruh
mengasuh anak kecil tersebut. Pada 5 Agustus yang lalu Ibu S
pergi ke ladang di samping rumahnya. Tinggallah bayinya bersama
Ng di dalam rumah. Ketika asyik mengasuh itu, maaf, alat vital
sang bayi terlihat oleh Ng. Saat itu dia teringat adegan
kakak dan abangnya.
Si bayi ditelentangkan Ng di atas lantai dan selanjutnya
disampaikanlah hajatnya. Pekikan sang bayi sempat terdengar oleh
ibunya, yang bergegas pulang. Dilihatnya si anak terkapar di
lantai. Dari alatnya mengalir darah, sementara Ng berdiri
terpana di sampingnya. "Mengapa adikmu. Ng?' tanya Ibu S.
"Entah, bu jawab yang ditanya, dengan muka yang pucat pasi.
Masih belum menyadari apa yang menimpa bayinya, si ibu segera
membawa manusia kecil itu ke Puskesmas Pulau Rakyat. Dari
pemeriksaan Dokter- Hasan Mursyid segera dimaklumi apa yang
terjadi: alat kelamin bayi itu robek selebar 3« sentimeter. Hari
itu juga si ibu segera memburu ke kantor polisi setempat. Dia
buat pengaduan, dan Ng segera ditangkap dan ditahan. Sampai hati
koe (kau Red) bikin begini sama ibu tangis Ibu S mengutuk Ng
yang sudah dianggapnya sebagai anak angkatnya itu. Di depan
polisi Ng mengakui segala perbuatannya. Untunglah bayi masih
bisa diselamatkan jiwanya. Kalau tidak cerita akan lebih panjang
lagi.
Akan halnya S. kisahnya mirip pemuda yang pertama. Ia anak
seorang petani. Ia juga punya kakak yang tinggal serumah,
kira-kira 5 kilometer dari Kisaran yang ibukota Kabupaten Asahan
itu. Si Kakak baru saja bersuami. Maklumlah pengantin baru,
siang yang terik tetap selalu indah. Tentu pada saat tak ada
orang lain dalam rumah semua pergi ke ladang.
Celakanya S tergolong anak bandel. Dia maklum apa kerja kakak
dan abangnya di siang bolong begitu. Ada saja akalnya sehingga
dia dapat mencuci matanya melihat perbuatan yang tak boleh
diintip itu. Kabarnya S juga sudah sering pergi ke rumah
pelacuran "Wak Katir" yang tak jauh dari situ, memperhatikan
kerja para P dengan langganannya.
Alkisah pada 27 Nopember yang lepas, S sedang menggembalakan
kambing di belakang rumah tetangganya. Ketika itu N, 5 tahun
sedang bermain bersama kawannya P, 11 tahun. Saat itu timbul
hasrat S untuk mempraktekkan adegan asmara yang pernah
ditatapnya. Dengan tawaran akan diberinya uang Rp 10, perempuan
kecil N berhasil dibawanya ke semak-semak sekitar situ. P yang
mulanya ingin mengikut, diusir S. Di bawah sebuah pohon mangga,
S menyampaikan dendam berahinya. Memang ketika celana gadis
ingusan itu dibuka S, ia sempat meronta. Tapi hanya sekejap
sebab dia tak berdaya melawan anak lelaki yang jauh di atas
usianya. Sementara itu P yang diusir tidak terus pergi, dia
mengintip semua peristiwa itu.
Cuma Main-Main
S mengancam N untuk tidak memberitahukan kejadian itu kepada
orangtuanya. Keesokan harinya seorang kakak N melihat celana
adiknya berdarah. Merasa curiga dia melihat ke alat adiknya
masih mengeluarkan darah. Heboh. Di RSU Kisaran di bawah
pemeriksaan dokter Jiwa husada ketahuanlah aib yang sudah
menimpa gadis kecil itu.
Orangtua S segera menemui orangtua N. Sebagai sesama jiran, dan
sesuai pula dengan anjuran Kepala Lorong, mereka melakukan
perdamaian. N diobatkan sampai sembuh dan di "upah-upah" cara
Sumatera Timur sebagai pertanda syukur terlepas dari marabahaya.
Semua biaya ditanggung fihak S.
Tapi akhirnya peristiwa itu sampai juga ke telinga polisi.
Seorang polisi datang ke sana, katanya atas perintah Komandan
Sektor Polisi Air Batu. Tapi yang diusut bukan urusan
pemerkosaan melainkan tuduhan bahwa orangtua telah melakukan
pemerasan terhadap orangtua S. Tentu ruwet jadinya. Alhasil
perkara disampaikan ke Kejaksaan Negeri Kisaran. sehingga S
kemudian ditahan. Di tahanan jaksa. S ketika ditemui TEMPO
tampak tak menyesal atas perbuatannya. "Orang cuma main-main
saja, kok ucapnya. Mungkin juga urusan main-main yang membawa
korban ini bakal memusingkan Hakim Armen lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini