Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tubuhnya menjulang tinggi besar, lebih dari 190 sentimeter. Jika ia berbicara, dengan suara baritonnya, matanya tajam menatap lawan bicara. Bahasa Inggrisnya oke, bahasa Indonesianya pun—menurut sumber Tempo—cukup bagus.
Itulah Hillary K. Chimezie, gembong narkoba yang pekan lalu, bersama enam narapidana lain, diambil Badan Narkotika Nasional dari selnya di Blok A Penjara Pasir Putih, Nusakambangan, dan diangkut ke Jakarta.
Berkepala plontos, pria 43 tahun ini tidak hanya jago mengatur jaringannya di Indonesia dan luar negeri—bahkan dari dalam kamar selnya di Nusakambangan. Dia juga jago memikat lawan jenisnya. Juga dari dalam penjara.
Salah satu yang termehek-mehek adalah Meirika Franola alias Ola, penghuni penjara wanita Tangerang yang bulan lalu juga dicokok BNN. Penangkapan Ola oleh BNN menjadi pembicaraan karena sebelumnya, September lalu, Presiden memberi grasi untuk perempuan 42 tahun ini. Hukumannya berubah dari hukuman mati menjadi seumur hidup.
Ketika itu, pertengahan 2010, kepada sejumlah temannya sesama penghuni penjara, perempuan berkulit langsat tersebut bercerita tengah berpacaran dengan seorang narapidana di penjara NusakambaÂngan.
Saat itu, Ola tak memberitahukan siapa nama pacarnya. Belakangan mereka tahu pria istimewa di hati perempuan Cianjur ini Hillary K. Chimezie, warga negara Nigeria, yang seperti Ola tengah menjalani hukuman karena kasus narkoba. "Semua penghuni Lapas Wanita Tangerang tahu soal itu," kata Dharmawati Dareho, bekas narapidana yang pernah tinggal di penjara Tangerang, kepada Tempo, Kamis pekan lalu, perihal hubungan Ola-Hillary.
Seorang narapidana penjara Tangerang lainnya membenarkan hubungan Ola-Hillary itu. "Mereka pacarannya lewat handphone. Istilahnya pacar udara." Selain sebagai pacar, ujar perempuan yang dihukum karena kasus perbankan itu, Ola berbisnis dengan Hillary. Tapi ia mengaku tak tahu bisnis yang dilakukan keduanya.
Belakangan, entah kenapa, hubungan asmara mereka tamat. Kepada Dharmawati, Ola kemudian mengaku berpacaran dengan seorang bekas vokalis band yang juga narapidana narkoba.
Hillary bukan bujangan. Sumber Tempo menyebutkan pria yang juga pernah ikut mengajukan permohonan uji materi penghapusan pasal hukuman mati Undang-Undang Psikotropika, yang kemudian ditolak Mahkamah Konstitusi, ini sudah menikah dan memiliki dua anak. Anaknya berada di luar negeri. Kendati ditangkap pada 2002, sumber ini memastikan, Hillary sebenarnya sudah cukup lama keluar-masuk Indonesia.
Dinding tebal penjara Nusakambangan memang bukan halangan buat Hillary mengendalikan bisnis narkobanya. Pada 2008, misalnya, Markas Besar Kepolisian RI dan BNN menciduk Sebastian, narapidana asal Nigeria yang dipenjara di Banceuy, Bandung, karena kedapatan memesan 3,322 kilogram heroin dari Laos. Kepada polisi, Sebastian mengaku memesan barang itu bersama Hillary.
Dalam kasus ini, Hillary tak tersentuh sampai kemudian, Selasa pekan lalu, BNN mencokoknya dari penjara NusakambaÂngan. Diangkut dengan bus menuju Markas Besar BNN di kawasan Cawang, sepanjang perjalanan tangannya diborgol dengan seorang terpidana narkoba lain.
Diwawancarai Tempo saat di Nusakambangan dan di dalam bus, Hillary lebih kerap menjawab "enggak" atau "tidak ngerti bahasa Indonesia". Anda menggunakan telepon dari dalam penjara?
Dari mana? Enggak.…Benar sama sekali tidak punya handÂphone?
Enggak. Tolong jangan marah. Aku masih bingung masalah aku apa….Anda mengenal Ola?
Kenal dari mana? Sebelum aku masuk, dia sudah ditangkap. Dia sudah di dalam.Lewat telepon?
Enggak mungkin.Kenapa tidak mungkin?
Enggak mungkin. Tolong Anda jangan marah. Itu enggak mungkin.Menurut Badan Narkotika Nasional, Anda mengendalikan bisnis narkoba dari penjara.…
Aku enggak ngerti semua bahasa Indonesia. Aku ngerti sedikit-sedikit. Aku enggak mengerti apa yang Anda sampaikan.Peninjauan kembali yang Anda dapatkan murni karena upaya hukum?
Itu biar pengacaraku yang menjawab…..
LRB, Anton Aprianto, Ananda Badudu (Nusakambangan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo