Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah memberi pengampunan bagi koruptor yang mengembalikan kerugian negara melalui pemberian amnesti hingga abolisi dinilai keliru dan terkesan dipaksakan oleh pegiat antikorupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito mengatakan rencana pemberian pengampunan bagi koruptor melalui mekanisme pemberian amnesti dan abolisi tak lebih dari sekadar upaya yang dipaksakan untuk menjustifikasi keinginan Presiden Prabowo Subianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini jadi justifikasi untuk meringankan hukuman koruptor dengan dalih optimalisasi pemulihan aset," kata Lakso saat dihubungi, Jumat, 27 Desember 2024.
Lakso menjelaskan, upaya pemulihan aset dan penghukuman memang bisa dijalankan secara bersamaan. Akan tetapi, pemerintah mesti mengetahui bahwa keduanya berada dalam jalur yang berbeda.
Upaya pemulihan aset melalui pengembalian kerugian negara dari koruptor umumnya dikenal dengan mekanisme deferred prosecution agreement (DPA) yang bertujuan menggali potensi pendapatan negara dari kasus kejahatan korporasi tertentu.
Menurut Lakso, penerapan mekanisme DPA apabila merujuk pada pernyataan pemerintah yang berdalih mengampuni koruptor untuk mengoptimalisasi pemulihan aset, tidak berlaku. Sebab, mekanisme DPA hanya bisa dilakukan kepada korporasi.
"Sedangkan direksi, pejabat dan mereka yang terlibat tetap harus dihukum, tak bisa diampuni meski mengembalikan kerugian negara," kata Lakso.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi Yusril Ihza Mahendra mengatakan rencana pemberian pengampunan koruptor bisa dilaksanakan dengan memberikan amnesti dan abolisi.
Menurut Yusril, merujuk Undang-Undang Tipikor, memang diatur jika mengembalikan kerugian negara tidak serta merta mengartikan hukuman pidana bagi koruptor tanggal begitu saja.
Akan tetapi, kata dia, dalam Undang-Undang Dasar 1945, Prabowo sebagai Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.
Hal tersebut, kata Yusril, dapat dilakukan sebagai upaya mengoptimalisasi pemulihan aset negara.
Sebelumnya saat berpidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, Presiden Prabowo Subianto mengatakan ingin memberikan kesempatan kepada koruptor untuk bertaubat.
Menurut Prabowo, para koruptor yang mengembalikan uang atau kerugian negara akan diberikan pengampunan oleh pemerintah, dan tidak akan dipublikasikan identitasnya ke hadapan publik.
"Kami beri kesempatan dikembalikan korupsinya supaya enggak ketahuan," kata Prabowo, dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden pada Rabu, 18 Desember 2024.