Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pegiat Minta Prabowo Batalkan Rencana Mengampuni Koruptor

Rencana Prabowo dinilai keliru dan menyimpang dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

27 Desember 2024 | 11.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden RI Prabowo Subianto tiba di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin 23 Desember 2024. ANTARA/HO-Biro Pers Sekretariat Presiden

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pegiat antikorupsi mengkritik rencana Presiden Prabowo Subianto memberi pengampunan kepada koruptor yang mengembalikan kerugian negara. Rencana tersebut dinilai tak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peneliti pada pusat studi anti korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengatakan rencana Prabowo keliru dan menyimpang dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau dilanjutkan oleh pemerintah, ini sama saja upaya makin melemahkan pemberantasan korupsi kita," kata Herdiansyah sata dihubungi, Jumat, 27 Desember 2024.

Herdiansyah mengingatkan ketentuan pada Pasal 4 Undang-Undang Tipikor. Menurut dia, pasal tersebut semestinya menjadi acuan bagi pemerintah sebelum memutuskan untuk membuat suatu kebijakan terhadap pemberantasan korupsi.

"Mengembalikan kerugian atau ekonomi negara tidak berarti menghapuskan hukuman pidananya, ini yang harus betul dipahami," ujar dia.

Sehingga, Herdiansyah meminta pemerintah dan DPR membatalkan rencana pemberian pengampunan bagi koruptor ini, karena dinilai keliru dan tidak selaras dengan semangat pemberantasan korupsi.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Imigrasi Yusril Ihza Mahendra mengatakan rencana pemberian pengampunan koruptor bisa dilaksanakan dengan memberikan amnesti dan abolisi.

Menurut Yusril, merujuk Undang-Undang Tipikor, memang diatur bahwa pengembalian kerugian negara tidak serta merta mengartikan hukuman pidana bagi koruptor tanggal begitu saja. Akan tetapi, kata dia, dalam Undang-Undang Dasar 1945, Prabowo sebagai Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.

Peneliti pusat studi anti korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menegaskan tipikor adalah tindak pidana yang secara khusus, tidak dapat diselesaikan melakui mekanisme damai atau penerapan denda damai.

Dia mengatakan, sejak dahulu hingga hari ini Undang-Undang Tipikor masih menjadi rujukan penegak hukum dalam menangani perkara, dan tidak pernah sama sekali dirubah isinya. "Sekali lagi, tidak bisa dan tidak etis koruptor yang mengembalikan kerugian negara tiba-tiba diberikan pengampunan melalui amnesti atau abolisi. Ini keliru," ujar dia.

Adapun, saat berpidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Presiden Prabowo Subianto mengatakan ingin memberikan kesempatan kepada koruptor untuk bertaubat.

Menurut Prabowo, para koruptor yang mengembalikan uang atau kerugian negara akan diberikan pengampunan oleh pemerintah, dan tidak akan dipublikasikan identitasnya ke hadapan publik.

"Kami beri kesempatan dikembalikan korupsinya supaya enggak ketahuan," kata Prabowo, dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden pada Rabu, 18 Desember 2024.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus