Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa korupsi timah Marketing PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Fandy Lingga dalam nota keberatan atau eksepsinya, menyatakan surat dakwaan a quo oleh penuntut umum Kejaksaan Agung tidak cermat, tidak jelas serta tidak lengkap sehingga harus dinyatakan batal demi hukum atau tidak dapat diterima. Tim penasihat hukum Fandy meminta Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan putusan sela.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kami tim penasihat hukum terdakwa mohom kiranya majelis hakim untuk menjatuhkan putusan sela," kata penasihat hukum Fandy Lingga, Andi Ahmad Nur Darwin, pada saat membacakan nota keberatan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 8 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Penasihat hukum meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan nota keberatan (eksepsi) Fandy Lingga. Andi juga minta hakim menyatakan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara a quo karena surat dakwaan a quo mengandung unsur yang berkaitan dengan kopetensi absolut sehingga sudah sepatutnya surat dakwaan batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
Berikutnya, menyatakan surat dakwaan penuntut umum tidak cermat, tidak jelas serta tidak lengkap sehingga harus dinyatakan batal demi hukum atau setidak tidaknya tidak dapat diterima. Penasihat hukum minta hakim membebaskan Fandy Lingga dari segala dakwaan penuntut umum, serta memulihkan harta juga martabat Fandy dan membebankan biaya perkara kepada negara.
"Apabila yang terhormat majelis hakim yang mengadili perkara a quo berpandangan lain, maka kami memohon agar majelis hakim memberikan putusan yang seadil adilnya dan seringan ringannya berdasarkan kepastian hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat," ujarnya.
Sebelumnya, Marketing PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Fandy Lingga didakwa ikut merugikan keuangan negara Rp 300 triliun dalam kasus korupsi timah. Ia merupakan adik Hendry Lie, pendiri Sriwijaya Air, yang juga terjerat perkara ini.
Hal ini terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan. "Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi," ujar Jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa, 25 Maret 2025.
Jaksa Penuntut Umum atau JPU menduga Fandy Lingga telah memperkaya pihak-pihak berikut:
1. Hendry Lie melalui PT Tinindo Inter Nusa setidaknya Rp 1.052.577.589.599,19 atau Rp 1,05 miliar;
2. Suparta melalui PT Refined Bangka Tin setidaknya sebesar Rp 4.571.438.592.561,56 atau Rp 4,57 triliun;
3. Amir Syahbana sebesar Rp 325.999.998 atau Rp 325,99 juta;
4. Tamron alias Aon melalui CV Venus Inti Perkasa setidak-tidaknya Rp 3.660.991.640.663,67 atau Rp 3,66 triliun;
5. Robert Indarto melalui PT Sariwiguna Binasentosa setidaknya Rp 1.920.273.791.788,36 atau Rp 1,92 triliun;
6. Suwito Gunawan alias Awi melalui PT Stanindo Inti Perkasa setidaknya Rp 2.200.704.628.766,06 atau Rp 2,2 triliun;
7. Sebanyak 375 Mitra Jasa Usaha Pertambangan, diantaranya CV Global Mandiri Jaya, PT Indo Metal Asia, CV Tri Selaras Jaya, PT Agung Dinamika Teknik Utama setidaknya Rp 10.387.091.224.913 atau Rp 10,38 triliun;
8. CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM) setidaknya Rp 4.146.699.042.396 atau Rp 4,14 triliun;
9. Emil Ermindra melalui CV Salsabila setidaknya Rp 986.799.408.690 atau Rp 986,79 miliar;
10. Harvey Moeis dan Helena setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000 atau Rp 420 miliar.
Amelia Rahima Sari turut berkontribusi dalam artikel ini.
Pilihan Editor: Cerita Pekerja Judol Asal Indonesia di Kamboja, Jadi SEO Specialist Buat Optimasi Google