PIMPINAN BRI (Bank Rakyat Indonesia) Tanjungpinang merasa
kecolongan. Lantas mengeluh: "Saya betul-betul merasa terpukul!"
Sebab sebagai pimpinan, drs. Yoyo Sunaryo, tak tahu menahu ada
bawahannya bermain dengan orang luar untuk menggaet uang yang
ada dalam kekuasaannya.
Apa boleh buat. Sebagai pimpinan Yoyo hanya tahu, semua
administrasi beres, "tak ada sesuatu yang mencurigakan,"
katanya. Tapi nyatanya kas banknya telah kebobolan sekitar Rp 30
juta.
Hari-hari ini kejaksaan tengah mengusut kebobolan itu. Berbagai
pihak yang tersangkut panik. Pimpinan BRI sendiri, Yoyo, tengah
berusaha sekuat tenaga untuk menutup ketekoran. Dan sedikit
menyerah: "Pokoknya asal uang dapat kembali, saya sudah puas."
Untuk keteledoran yang diakuinya sendiri, Yoyo juga menyerah,
"mau dipindahkan juga silakan."
Bagi masyarakat Tanjungpinang, terbongkarnya kasus BRI bukan
berita baru. Sudah lama orang tahu ada praktek tak benar bank
ini dalam menyelenggarakan kredit. Orang sana menyebutnya
sebagai kredit melalui jalan belakang. Seorang terdakwa bernama
A Kok pernah mengakui hal itu di muka suatu peradilan. Misalnya,
dia bilang, pernah memperoleh kredit Rp 5 juta dari BRI tanpa
melalui prosedur yang semestinya.
Dan kali ini pun cerita itu serupa. Ada sebuah instansi
pemerintah penting di Tanjungpinang punya simpanan di BRI lebih
dari Rp 100 juta. Yaitu simpanan untuk dana non budgeter. Tapi,
berhubung tak ada pengeluaran yang cukup besar, maka uang
simpanan itu lama juga mengendap di BRI.
ND & ZM
Rupanya, melihat ada uang nganggur, ada oknum instansi yang
menyimpan uang itu hendak ikut memanfaatkannya. Oknum itu
seorang perwira pemegang kas bernama ND. Ia bekerja sama dengan
kepala kas BRI, ZM. Dengan kerja sama yang rapi uang simpanan
instansi militer tersebut berhasil mereka keluarkan tanpa
diketahui pimpinan yang berwenang. Sebab dalam pembukuan tetap
saja tertera: uang yang Rp 100 juta masih tetap berada dalam kas
BRI dengan aman.
Uang itu kemudian dipinjamkan kepada beberapa pengusaha dengan
bunga 6% sebulan. Abba, seorang kontraktor, mendapat pinjaman Rp
30 juta, CV Rahayu Rp 20 juta A Hie, anak muda pemilik toko Rp
30 juta. Dan masih beberapa pengusaha lagi yang memperoleh
pinjaman di atas sejuta rupiah.
Hampir setahun praktek perwira ND dan ZM berlangsung lancar.
Keruwetan dimulai ketika perwira keuangan, yang menjabat kepala
keuangan instansi tempat ND bekerja, pindah tugas.
Beberapa pinjaman dapat ditarik kembali. Tapi yang ada di tangan
A Hie, Rp 30 juta, ternyata macet. Betapapun ND dan ZM berusaha,
dengan halus maupun ancaman kekerasan, A Hie tetap saja ogah
membayar hutangnya. A Hie memang cukup cerdik. Ia tahu betul
dari mana ND dan ZM memperoleh uang yang mereka kreditkan. Jadi,
bagaimanapun, hutangnya tak dapat ditagih secara
terang-terangan. Mau menuntut? Boleh saja, begitu tentu fikir A
Hie, "kalau mau semuanya masuk lubang!" Paling-paling yang
dapat diberikan A Hie sebagai pembayar hutang hanyalah 6 lembar
cek kosong @ Rp 5 juta.
Letih mengejar A Hie dengan berbagai cara, ND dan ZM mencoba
minta bantuan seorang pejabat kejaksaan. Barangkali saja A Hie
takut melihat tangan jaksa ikut campur. Paling tidak, ia
diharapkan mau meneken surat pengakuan hutang. Tapi ternyata
kejaksaan tidak hanya mempelototkan matanya ke arah A Hie.
Hidung jaksa cepat mencium bau tidak beres dalam urusan ND dan
ZM. Pengusutan pun meluas. Dan akhirnya instansi tempat ND pun
tak dapat berbuat lain, kecuali menyerahkan pengusutan
sebaik-baiknya kepada jaksa.
Di tengah kesibukan di instansi ND, BRI dan Kejaksaan Negeri
Tanjungpinang, muncullah surat kaleng di meja Yoyo, pimpinan BRI
itu. Isinya mengungkapkan secara mendetail cara-cara permainan
curang di BRI. Jelas surat itu menunjukkan, penulisnya seorang
yang tahu persis seluk-beluk perbankan. Dan lengkap menyebutkan
pejabat-pejabat yang terlibat. Tembusannya diteruskan ke
berbagai instansi pemerintah di tingkat pusat Yoyo pusing.
Yang sedikit melegakan Yoyo ialah ketika A Hie belakangan mau
mengakui hutangnya. Empat buah pintu tokonya yang baru selesai
40% pembangunannya, dijadikan jaminan seharga Rp 28 juta. Apa
kalau sudah begitu urusan jadi selesai?
Kisah Sorta dan Elon
Penduduk Kabupaten Asahan di Sumatera Utara heboh. Juara nyanyi
daerah mereka, Sorta boru napitupulu, seorang siswi perawat
Rumah Sakit Umum (RSU) Kisaran dan mewakili daerah itu pada
festival Pop Singer 1978 se Sumatera Utara di Medan, dilarikan
seorang narapidana yang buron dari penjara. Polisi, bulan lalu,
berhasil mengirim Sorta kembali ke rumah keluarga Napitupulu,
dua hari setelah gadis itu meninggalkan rumahnya. Hanya
narapidana yang membawanya kabur, A. Anwari alias Elon (31),
hingga kini masih buron.
Bukan hanya dara Sorta saja yang dikenal penduduk Kisaran. Nama
Elon, narapidana yang tengah menjalani hukuman sekitar 6 bulan
lagi itu, juga pernah menjadi buah bibir. Dia adalah bekas
pegawai Bank Bumi Daya (BBD), dihukum 2 tahun penjara karena
menggerogoti uang bank sekitar Rp 17 juta (30 Juli 1977).
Waktu itu Elon dan teman sekerjanya, Zainal Abidin Nasution
(28), berniat menggasak uang BBD tempat mereka bekerja.
Mula-mula mereka menghubungi Ramli Khatib, pengusaha toko buku,
nasabah BBD yang mempunyai aktivitas perbankan baik. Ramli
dibujuk agar memperbolehkan mereka ikut mempergunakan rekening
koran banknya. Alasannya, baik kata Elon maupun Zainal, ada
seorang kontraktor perkebunan yang mempunyai banyak uang namun
enggan membuka rekening sendiri. Tentu saja belakangan diketahui
kontraktor perkebunan itu hanya nama kosong.
Ramli sendiri, karena merasa tak mungkin diperdaya kedua
pegawai bank yang cukup punya nama di Kisaran, tak keberatan
rekening korannya digunakan. Hingga sejak Maret 1974, Elon dan
Zainal mulai menggerogoti uang BBD. Pertama kali Zainal, petugas
yang dekat dengan urusan rekening koran nasabah menuliskan angka
Rp 1 juta dalam rekening Ramli sebagai setoran. Tentu saja itu
setoran fiktif. Agar setoran itu tercatat dalam buku besar giro
dan seolah-olah ada setoran uang yang sebenarnya. Tugas Elon:
mengotak-atik angka-angha pada buku besar giro, dengan cara
mengurangi uang komisi atau bunga sedemikian rupa, sehingga
kloplah pembukuannya dengan rekening koran yang telah digarap
Zainal sebelumnya.
Setelah beres dengan setoran kosongnya, keduanya berhasil juga
mengeluarkannya kembali dalam bentuk uang tunai dengan
menggunakan lembaran cek yang diminta dari Ramli. Begitu
terjadi berulang kali, antara Maret 1974 s/d Nopember 1976,
sampai 50 kali, sehingga uang BBD sebanyak Rp 16.839.808
tersedot.
Pekerjaan Elon dan Zainal akhirnya terbongkar ketika salah
seorang pegawai BBD menggantikan jabatan Elon dan mengetahui
ketidakberesan pembukuannya. Sebenarnya telah ada usaha pihak
BBD untuk menutup penyelewengan Elon dan Zainal. Asal kedua
oknum tersebut mau mengembalikan uang yang pernah mereka sikat
-- bagaimanapun caranya. Namun Elon, yang sebelumnya menyanggupi
syarat itu, ternyata menggunakan kesempatan yang diberikan
atasannya untuk kabur dari Kisaran. Rumahnya, yang ternyata
telah dianggunkan untuk memperoleh pinjaman dari Bank Rakyat
Indonesia, ditinggalkan kosong.
Kejaksaan pun bertindak. Zainal tak sulit diurus jaksa. Pun
Elon sendiri akhirnya dapat dibekuk, ketika dalam pelariannya ia
mencoba menghubungi pimpinan BBD Kisaran, I Gusti Ngurah Anaya,
untuk membujuk jalan damai. Untungnya Anaya tak mau diperdaya.
Elon ditangkap.
Jaksa akhirnya membawa Elon, Zainal dan Arsyad Nasution ke
pengadilan. Yang belakangan ini diseret oleh jaksa dengan
tuduhan mendalangi kegiatan kedua rekannya. Kedua tertuduh
pertama mengakui semua perbuatan mereka. Tapi Arsyad tak mau
dituduh mendalangi. Penyelewengan Elon dan Zainal, menurut
Arsyad, bisa terjadi karena kelalaian petugas bank lainnya.
Bukankah untuk 50 kali setoran kosong yang dibuat Elon dan
Arsyad itu setidaknya telah diketahui dan diteken oleh 18
petugas BBD selain Arsyad Arsyad juga mengungkapkan
ketidakberesan administrasi BBD Kisaran dan kelalaian pimpinan
mengontrol bawahan. Dikatakannya, Anaya sendiri selalu sibuk
main golf keluar kota tanpa seizin atasan di Jakarta sebagaimana
mustinya. "Saya hanya tumbal saja," begitu ujar Arsyad kepada
hakim.
Tapi keterangan Elon dan Zainal cukup melibatkan Arsyad.
Katanya, mereka sengaja menarik Arsyad sebagai pelindung, untuk
menghadapi kemungkinan terbongkarnya kegiatan mereka. Hal itu
mereka lakukan, katanya, hanya mencontoh seperti apa yang
dilakukan petugas BBD bernama Ali Amran yang dituduh pernah
menggaet uang BBD Rp 20 juta. Tapi perkaranya berhasil ditutup,
kata Elon maupun Zainal, "karena pak Arsyad yang mengurus."
Arsyad membantah. Siapa yang benar dalam hal itu, tak jelas.
Yang pasti kasus Ali Amran memang tak muncul di tengah
masyarakat. Yang bersangkutan hanya terkena tindakan
administratif: dipecat!
Majelis hakim yang dipimpin oleh Tambunan, 27 Juli lalu tetap
menganggap ketiganya terbukti bersalah. Mereka masing-masing
dihukum penjara 2 tahun.
Sebagai Pasien
Belum selesai. Sebagai narapidana Elon diperlakukan sangat
istimewa. Bahkan ketika masih berstatus tahananpun ia sudah
diperlakukan berlebihan. Mulamula ia memang ditahan di penjara.
Tapi entah bagaimana caranya, ia dipindahkan dari penjara Pulau
Simardan di Tanjung Balai ke Rumah Sakit Umum Kisaran. Sakit
apa? Entahlah. Tapi banyak orang melihat tahanan alias pasien
istimewa ini berkeliaran di kota dan pulang ke rumah di malam
hari.
Di RSU pun Elon membuat skandal. Dia (telah beristeri dan
beranak, yang semuanya diungsikan ke Tasikmalaya Jawa Barat
pernah digerebek dan tertangkap basah oleh sejumlah pemuda,
ketika bermesraan dengan siswi perawat Sorta Napitupulu di
belukar samping rumahsakit. Itulah yang menyebabkan Elon harus
kembali ke penjara Pulau Simardan.
Tapi Elon rupanya tak jera. Pagi itu, 21 Agustus jam 06.00 pagi,
ia sudah meninggalkan penjara bersama pengawalnya, Sianturi.
Alasannya hendak kembali berobat ke ISU. Sampai di Kisaran
pegawai penjara yang mengawalnya dan seharusnya tetap mengawal
Elon berobat, ternyata melepasnya begitu saja. Sianturi sibuk
mengurus bibit cengkeh. Sorenya, dekat maghrib, barulah Sianturi
sadar akan kekeliruannya. Elon tak muncul di tempat pertemuan
yang telah disepakati untuk kembali ke Pulau Simardan.
Padahal polisi Kisaran sejak jam 11 siang sudah mulai memburu
Elon. Yaitu atas laporan keluarga Napitupulu yang kehilangan
anak perawannya. Untungnya polisi tak sukar menjejaki. Dari
keterangan orang di pangkalan taksi Kisaran jejak Elon ketahuan.
Polisi berhasil menemukan Sorta di sebuah rumah di Jalan
Singamangaraja Kisaran. Tapi Elon lolos.
Sorta Napitupulu ternyata memang secara sukarelahendak mengikuti
pelarian Elon. Setidaknya ia merasa terbujuk oleh janji manis
sang pacar Elon hendak mengorbitkannya menjadi penyanyi top di
Jakarta kelak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini