AKHIR-akhir ini banyak reaksi timbul terhadap ekses-ekses ekspor
tenaga kerja Indonesia, terutama tenaga wanita yang dikirim ke
Saudi Arabia.
Ekspor tenaga kerja pada umumnya disyukuri, karena hal tersebut
merupakan usaha ke arah perataan penghasilan secara
internasional. Indonesia pun telah pula melaksanakan pengiriman
tenaga kerja jururawat wanita ke Negeri Belanda secara baik, di
samping banyak sekali pengiriman ke Timur Tengah secara resmi,
setengah resmi atau bahkan liar.
Kita tahu pula bahwa Korea dan Taiwan mengirimkan tenaga
kerjanya sampai lebih 100 ribu manusia ke Saudi Arabia, Kuwait,
Abudhabi dan sebagainya. Ini berarti keuntungan devisa negara
tersebut kira-kira « milyar US $ langsung dari penghasilan para
tenaga kerja tersebut, dan « milyar US$ pula dari keuntungan
perusahaan -- karena buruh tadi merupakan tenaga kerja dari
pemborong atau konsultan. Keuntungan lain adalah:
a. Membantu neraca pembayaran internasional yang sangat
menguntungkan,
b. Penampungan pengangguran yang luar biasa,
c. Peningkatan pendapatan nasional
d. Memberikan penataran dan pengalaman kerja kepada tenaga kerja
dengan orientasi internasional
e. Perkembangan perusahaan pemborongan dan konsultan yang luar
biasa,
f. Bisa mengeratkan hubungan antar negara, dan lain-lain
sebagainya.
Khusus mengenai hubungan Timur Tengah pemerintah kita sudah
menentukan policy yang baik sekali, ialah agar dalam bidang
ekonomi Indonesia bisa memanfaatkan membanjirnya petrodolar itu
dengan cara:
a. mengintensifkan perdagangan,
b. memasukkan perusahaan-perusahaan pemborong Indonesia sebanyak
mungkin,
c. Perusahaan konsultan supaya aktip pula ikut dalam pembangunan
di negara-negara minyak tersebut,
d. Menggerakkan investasi dari modal Arab di Indonesia
e. ekspor tenaga-kerja terutama dalam pembangunan.
Sayang sekali implementasinya oleh departemen dan instansi
pemerintah masih sangat lamban, selalu setengah-setengah dan
tidak pernah tuntas, sehingga sering timbul kekacauan. Dengan
demikian masyarakat maju-mundur -- takut terhadap
ekses-eksesnya.
Dengan adanya ekses-ekses, malahan ada pihak yang ingin
melarangnya sama sekali. Ini akan mudah mendorong kita masuk
perangkap sesuai dengan peribahasa Belanda: "Membuang air
kotoran bekas mandi, bayinya ikut terbuang." Ini banyak terjadi.
Sebagai contoh- mengembangkan bonded warehouse atau kawasan
bebas bea, yang merupakan keharusan mutlak karena sangat
menguntungkan bagi ekonomi Indonesia, buruh Indonesia dan
lain-lain, gagal karena hanya ditolak akibat ketakutan akan
adanya ekses penyelundupan.
Contoh lain: orangtua yang kolot dulu melarang anaknya
sekolahkarena takut kalau menjadi pintar akan tidak tunduk
bahkan membantah. Banyak pula yang melarang kesenian karena
menjurus kepada kemaksiatan.
Kita tahu bahwa di semua negara, barat maupun negara-negara
berkembang, masalah biro swasta penyalur tenaga kerja banyak
sekali dan merupakan unsur mutlak dalam masyarakat karena sangat
diperlukan terutama untuk kepentingan tenaga kerja sendiri. Tapi
di Indonesia kita masih terlalu takut kepada ekses berupa
penjualan bayi, penjualan gadis untuk pelacuran, sehingga usaha
swasta semacam itu dilarang dan buruh akhirnya terlantar. Kita
masih ingat betul sejarah Pak Wongso dari Jalan Blandongan yang
mulai dengan usaha semacam ini, terus dicurigai dan akhirnya
dilarang sama sekali oleh yal berwajib. Padahal sebetulnya usal
swasta semacam itu perlu diperbanya. diatur dan diawasi.
Mengenai skandal penganiayaan, pnupuan, pelanggaran seks atau
lain-lainnya terhadap tenaga-kerja maupun sesamanya, di semua
negara sama saja termasuk di Indonesia pun -- apalagi kalau kita
membaca koran Pos Kota.
Ekses-ekses itu umumnya disebabkan karena beberapa masalah
kurang ditangani secara tuntas. Kami tahu, di Saudi Arabia rule
of law berjalan. Sampai sekarang pun masih juga sering dilakukan
bahkan pemotongan tangan terhadap pencuri dan hukuman mati
terhadap yang memperkosa. Tata tertib yang tegas dan sanksi
efektip tadi harus bisa kita manfaatkan dalam mengatur segala
sesuatunya mulai dari tanah-air kita sendiri -- dan kemudian
pelaksanaan diawasi KBRI. Kita tahu doktrin perwakilan luar
negeri sudah baik sekali, seperti:
a. menjunjung tinggi nama baik negara & bangsa kita,
b. mengumpulkan informasi untuk kepentingan rakyat & bangsa
Indonesia
c. membela kepentingan orang-orang Indonesia di negara-negara
tersebut.
Menurut observasi umum, dalam melaksanakan missi a dapat
dikatakan sudah mencapai angka 8. Untuk missi b mengenai
informasi politik bisa mendapat angka 7, tapi mengenai informasi
ekonomi sayang hanya mendapat anka 5. Dan untuk missi c bisa
dikatakan baru angka 4. Ini terbukti pada keluhan yang diajukan
oleh orang-orang Indonesia yang pergi ke luar negeri,
lebih-lebih dari kalangan swasta -- pengusaha atau tenaga kerja.
Syukurlah kalau penilaian yang kurang baik ini tidak benar.
Sebagai kesimpulan dapatlah kiranya kami menganjurkan:
1. Kita tetap pegang teguh policy Pemerintah untuk menggalakkan
ekspor tenaga kerja ke Timur Tengah di samping harus diusahakan
sebaik-baiknya agar semua ekses dapat dicegah kemungkinan
terjadinya.
2. Depnaker perlu segera merencanakan dan mengatur adanya
usaha-usaha swasta bonafide yang dapat menyalurkan tenaga kerja
ini.
3. Semua pihak yang memerlukan tenaga kerja termasuk perusahaan
asing pribadi maupun pemerintah asing harus memperhitungkan
peraturan yang dibuat pemerintah kita c.q. Depnaker.
4. Depnaker dan Dirjen Imigrasi harus membina, membantu dan
memberi fasilitas maksimal kepada pihak swasta yang mengemban
misi nasional tersebui.
5. Organisasi swasta tersebut dibenarkan mendapat imbalan
sewajarnya dan dikenakan sanksi yang berat terhadap pelanggaran.
6. Segala sesuatunya harus diletakkan hitam di atas putih dalam
kontrak tenaga kerja dengan majikan yang bersangkutan, baik
pribadi maupun kolektif.
7. Harus ditandaskan bahwa merupakan kewajiban multak KBRI
setempat untuk mengawasi segala pelaksanaan dan hahwa tiap
tenaga kerja yang teraniaya dengan mudah dapat mengadakan
komunikasi dengan KBRI, dan KBRI menyelesaikan segala masalah
secara cepat dan ekfektif.
H.M. SANUSI
Jl. Bangka I/33, Kemang
Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini