Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Perlu penggalakan dan penanganan

Pengiriman tenaga kerja ke luar negeri perlu penggalakan dan penanganan yang baik untuk menghindari ekses-ekses yang dapat merugikan berbagai pihak. (kom)

23 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKHIR-akhir ini banyak reaksi timbul terhadap ekses-ekses ekspor tenaga kerja Indonesia, terutama tenaga wanita yang dikirim ke Saudi Arabia. Ekspor tenaga kerja pada umumnya disyukuri, karena hal tersebut merupakan usaha ke arah perataan penghasilan secara internasional. Indonesia pun telah pula melaksanakan pengiriman tenaga kerja jururawat wanita ke Negeri Belanda secara baik, di samping banyak sekali pengiriman ke Timur Tengah secara resmi, setengah resmi atau bahkan liar. Kita tahu pula bahwa Korea dan Taiwan mengirimkan tenaga kerjanya sampai lebih 100 ribu manusia ke Saudi Arabia, Kuwait, Abudhabi dan sebagainya. Ini berarti keuntungan devisa negara tersebut kira-kira « milyar US $ langsung dari penghasilan para tenaga kerja tersebut, dan « milyar US$ pula dari keuntungan perusahaan -- karena buruh tadi merupakan tenaga kerja dari pemborong atau konsultan. Keuntungan lain adalah: a. Membantu neraca pembayaran internasional yang sangat menguntungkan, b. Penampungan pengangguran yang luar biasa, c. Peningkatan pendapatan nasional d. Memberikan penataran dan pengalaman kerja kepada tenaga kerja dengan orientasi internasional e. Perkembangan perusahaan pemborongan dan konsultan yang luar biasa, f. Bisa mengeratkan hubungan antar negara, dan lain-lain sebagainya. Khusus mengenai hubungan Timur Tengah pemerintah kita sudah menentukan policy yang baik sekali, ialah agar dalam bidang ekonomi Indonesia bisa memanfaatkan membanjirnya petrodolar itu dengan cara: a. mengintensifkan perdagangan, b. memasukkan perusahaan-perusahaan pemborong Indonesia sebanyak mungkin, c. Perusahaan konsultan supaya aktip pula ikut dalam pembangunan di negara-negara minyak tersebut, d. Menggerakkan investasi dari modal Arab di Indonesia e. ekspor tenaga-kerja terutama dalam pembangunan. Sayang sekali implementasinya oleh departemen dan instansi pemerintah masih sangat lamban, selalu setengah-setengah dan tidak pernah tuntas, sehingga sering timbul kekacauan. Dengan demikian masyarakat maju-mundur -- takut terhadap ekses-eksesnya. Dengan adanya ekses-ekses, malahan ada pihak yang ingin melarangnya sama sekali. Ini akan mudah mendorong kita masuk perangkap sesuai dengan peribahasa Belanda: "Membuang air kotoran bekas mandi, bayinya ikut terbuang." Ini banyak terjadi. Sebagai contoh- mengembangkan bonded warehouse atau kawasan bebas bea, yang merupakan keharusan mutlak karena sangat menguntungkan bagi ekonomi Indonesia, buruh Indonesia dan lain-lain, gagal karena hanya ditolak akibat ketakutan akan adanya ekses penyelundupan. Contoh lain: orangtua yang kolot dulu melarang anaknya sekolahkarena takut kalau menjadi pintar akan tidak tunduk bahkan membantah. Banyak pula yang melarang kesenian karena menjurus kepada kemaksiatan. Kita tahu bahwa di semua negara, barat maupun negara-negara berkembang, masalah biro swasta penyalur tenaga kerja banyak sekali dan merupakan unsur mutlak dalam masyarakat karena sangat diperlukan terutama untuk kepentingan tenaga kerja sendiri. Tapi di Indonesia kita masih terlalu takut kepada ekses berupa penjualan bayi, penjualan gadis untuk pelacuran, sehingga usaha swasta semacam itu dilarang dan buruh akhirnya terlantar. Kita masih ingat betul sejarah Pak Wongso dari Jalan Blandongan yang mulai dengan usaha semacam ini, terus dicurigai dan akhirnya dilarang sama sekali oleh yal berwajib. Padahal sebetulnya usal swasta semacam itu perlu diperbanya. diatur dan diawasi. Mengenai skandal penganiayaan, pnupuan, pelanggaran seks atau lain-lainnya terhadap tenaga-kerja maupun sesamanya, di semua negara sama saja termasuk di Indonesia pun -- apalagi kalau kita membaca koran Pos Kota. Ekses-ekses itu umumnya disebabkan karena beberapa masalah kurang ditangani secara tuntas. Kami tahu, di Saudi Arabia rule of law berjalan. Sampai sekarang pun masih juga sering dilakukan bahkan pemotongan tangan terhadap pencuri dan hukuman mati terhadap yang memperkosa. Tata tertib yang tegas dan sanksi efektip tadi harus bisa kita manfaatkan dalam mengatur segala sesuatunya mulai dari tanah-air kita sendiri -- dan kemudian pelaksanaan diawasi KBRI. Kita tahu doktrin perwakilan luar negeri sudah baik sekali, seperti: a. menjunjung tinggi nama baik negara & bangsa kita, b. mengumpulkan informasi untuk kepentingan rakyat & bangsa Indonesia c. membela kepentingan orang-orang Indonesia di negara-negara tersebut. Menurut observasi umum, dalam melaksanakan missi a dapat dikatakan sudah mencapai angka 8. Untuk missi b mengenai informasi politik bisa mendapat angka 7, tapi mengenai informasi ekonomi sayang hanya mendapat anka 5. Dan untuk missi c bisa dikatakan baru angka 4. Ini terbukti pada keluhan yang diajukan oleh orang-orang Indonesia yang pergi ke luar negeri, lebih-lebih dari kalangan swasta -- pengusaha atau tenaga kerja. Syukurlah kalau penilaian yang kurang baik ini tidak benar. Sebagai kesimpulan dapatlah kiranya kami menganjurkan: 1. Kita tetap pegang teguh policy Pemerintah untuk menggalakkan ekspor tenaga kerja ke Timur Tengah di samping harus diusahakan sebaik-baiknya agar semua ekses dapat dicegah kemungkinan terjadinya. 2. Depnaker perlu segera merencanakan dan mengatur adanya usaha-usaha swasta bonafide yang dapat menyalurkan tenaga kerja ini. 3. Semua pihak yang memerlukan tenaga kerja termasuk perusahaan asing pribadi maupun pemerintah asing harus memperhitungkan peraturan yang dibuat pemerintah kita c.q. Depnaker. 4. Depnaker dan Dirjen Imigrasi harus membina, membantu dan memberi fasilitas maksimal kepada pihak swasta yang mengemban misi nasional tersebui. 5. Organisasi swasta tersebut dibenarkan mendapat imbalan sewajarnya dan dikenakan sanksi yang berat terhadap pelanggaran. 6. Segala sesuatunya harus diletakkan hitam di atas putih dalam kontrak tenaga kerja dengan majikan yang bersangkutan, baik pribadi maupun kolektif. 7. Harus ditandaskan bahwa merupakan kewajiban multak KBRI setempat untuk mengawasi segala pelaksanaan dan hahwa tiap tenaga kerja yang teraniaya dengan mudah dapat mengadakan komunikasi dengan KBRI, dan KBRI menyelesaikan segala masalah secara cepat dan ekfektif. H.M. SANUSI Jl. Bangka I/33, Kemang Jakarta Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus