Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah berdiskusi hampir lima jam, Henry Subyakto dan timnya baru menyepakati istilah itu. ”Kami memakai 'perundungan' sebagai pengganti cyber bullying,” kata Henry, ketua tim pemerintah untuk revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, ketika menceritakan rapat itu pada Kamis pekan lalu.
Henry dan kawan-kawan memasukkan kata baru tersebut dalam rapat dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa pekan lalu. Dalam rapat sehari sebelumnya, sejumlah anggota Komisi Informasi, Pertahanan, dan Luar Negeri itu mempersoalkan pasal 29 draf revisi undang-undang ini.
Pasal 29 memuat ketentuan tentang pengiriman pesan elektronik berisi ”ancaman” atau upaya ”menakut-nakuti”. Ancaman hukuman atas pelanggaran pasal itu tak main-main: 12 tahun penjara. Sejumlah anggota DPR menganggap ancaman hukuman itu terlalu berat. Mereka juga bertanya apakah ketentuan seperti itu mungkin diterapkan.
Henry menyodorkan kasus Lukminto, pemilik pabrik tekstil Sritex, Solo, sebagai contoh. Lukminto melaporkan seorang notaris yang mengirimkan pesan pendek yang dia anggap sebagai ancaman. Sang notaris, pada 2013, divonis tiga tahun penjara. Di media sosial, menurut Henry, banyak tindakan menakut-nakuti yang bisa mengakibatkan depresi. ”Efek bully bisa sangat buruk,” ujar anggota staf ahli Menteri Komunikasi dan Informatika itu.
Usul pemerintah ini memicu perdebatan di kalangan anggota Dewan. Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Evita Nursanty, termasuk yang menentang. Menurut dia, cyber bullying yang berarti intimidasi sudah tercakup dalam pasal 27 dan 28 draf undang-undang yang sama. ”Tidak perlu pasal khusus,” katanya.
Rekan separtai Evita, Tubagus Hasanuddin, justru mendukung usul pemerintah. Menurut dia, cyber bullying sering tak terkendali. ”Orang yang mem-bully sampai menimbulkan rasa takut, stres, bisa dipidana,” ujar Ketua Panitia Kerja DPR itu.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Sukamta, juga mendukung usul pemerintah. Negara, kata dia, harus melindungi warganya dari berbagai aksi perisakan. Namun Sukamta menganggap ancaman hukuman 12 tahun itu terlalu berat. Dalam rapat terakhir, wakil pemerintah dan DPR sepakat menurunkan hukuman atas ”perundungan” di media sosial menjadi empat tahun penjara.
Pembahasan pasal 29 merupakan bagian dari daftar inventarisasi masalah dalam revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Revisi tersebut kini memasuki tahap penyempurnaan di tim perumus.
Amendemen Undang-Undang ITE kali ini berfokus pada ketentuan pencemaran nama, penyadapan, penyitaan, dan penurunan ancaman pidana. Menurut Henry, pemerintah berinisiatif merevisi aturan ini untuk memberi perlindungan hukum berkaitan dengan tata kelola Internet. Sebelum direvisi, Undang-Undang ITE telah menjerat sekitar 200 pengguna Internet, umumnya atas tuduhan pencemaran nama.
Sejumlah organisasi kemasyarakatan mempersoalkan hasil revisi Undang-Undang ITE yang masih mempertahankan delik penghinaan dan pencemaran. Mereka juga mempertanyakan masuknya norma baru cyber bullying. Peneliti senior Institute for Criminal Justice Reform, Anggara Suwahju, misalnya, menganggap definisi cyber bullying dalam pasal 29 ayat 4 masih kabur. ”Ini bisa menyebabkan salah tafsir dan penggunaan yang sewenang-wenang,” kata Anggara. Linda Trianita
Yang Baru di Draf Revisi
Penghinaan dan Pencemaran
Ancaman pidana penghinaan atau pencemaran nama turun dari 6 tahun menjadi 4 tahun, sehingga tersangka bisa tidak langsung ditahan. Sifat pidana penghinaan atau pencemaran adalah delik aduan. Jadi polisi tak bisa menyidik perkara ini tanpa ada pengaduan.
Perundungan di Dunia Maya
Aksi merisak atau merundung di dunia siber (cyber bullying) merupakan tindak pidana, sama dengan ancaman kekerasan dan upaya menakut-nakuti secara pribadi. Hukumannya 4 tahun penjara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo