Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Suatu Malam Buat Sofyan Hasibuan

Seorang buronan, sofyam hasibuan, 23, yang sering melakukan berbagai kejahatan di tebingtinggi, sumatera utara dan sekitarnya, tewas tertembak oleh polisi yang mengejarnya. (krim)

31 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EMPAT buah pelor melesat menghantam tubuhnya. Dua di antaranya, yang bersarang di kepala dan lambung sebelah kiri, berakibat fatal. Ia tewas seketika. Begitulah nasib Sofyan Hasibuan. 3 tahun, yang dihajar oleh polisi Tebingtinggi, Deli Serdang? Sumatera Utara, 30 Nopember malam lalu. Lalu sederet daftar dosa pun segera diumumkan polisi Sofyan, alias Karmun atau nama lain dari Zufri, kata polisi, memang buronan yang licin sejak dua tahun lalu. Yaitu ketika ia ditangkap di Selapian setelah menyikat « kg emas milik seorang penduduk Binjai. Ketika sedang dalam pemeriksaan polisi ia kabur. Ia lari dengan tangan masih digari. Perampokan belum lama ini di Medan, dengan korban turis Australia yang dicomot sejumlah uang dan perhiasannya, konon pelakunya juga Sofyan ini: Juga heboh aksi jambret di Binjai, Medan dan Tanjungpura oleh seorang muda bersepeda motor Yamaha - dan tak tertangkap -- jagoannya dituduh si Sofyan. Masih ada lagi. Dosa terhadap pencurian motor Honda di Jalan Jurung, Tebingtinggi, dituduhkan juga kepada almarhum. Dan sekarang polisi tampaknya lega hati. "Akhirnya buronan itu dapat kami sikat juga," kata PE Siregar, Letda alumni Akabri, Komandan Sektor 20204 Tebingtinggi. Hari terakhir bagi Sofyan ialah tengah malam 30 Nopember itu. Kabarnya ia hendak merampok Tajudin, bandar judi Kim, di arena Kim Santai di Jalan Sudirman, Tebingtinggi. Untung korban perampokan sempat berteriak: "Rampok!" Sofyan kabur tapi kepergok sersan Ismail Lengah yang kebetulan malam itu berada di sana. Dan tak dibiarkan. Ismail, 37, terus mengejar dari belakang. Sambil menembak ke atas, sebagai peringatan, polisi ini berteriak: "Jangan lari, kau. Aku polisi!" Tembakan polisi tak diindahkan Sofyan. Kali berikutnya tembakan Ismail mengarah lurus ke depan. Sofyan, entah kena di bagian tubuhnya yang mana, kontan terjerembab. Tapi ia bandel. Ketika Ismail hendak meringkusnya ia tetap melawan. Sebuah linggis besi dihantamkan ke kepala Ismail. Begitu Ismail mengaduh dan puyeng, Sofyan membawa lukanya berlari. Gegar Otak "Di antara sadar dan tidak," begitu cerita Ismail, karena hantaman linggis Sofyan terasa menyakitkan juga - yang ternyata kemudian menyebabkan polisi ini gegar otak -- ia menembak lagi beberapa kali. Polisi ini jago tembak juga rupanya: ia berhasil menyarangkan tiga buah pelor lagi di tubuh buronannya. Penduduk di sekitar peristiwa, yang terbangun dari tidurnya oleh suara ledakan pistol, menemukan tubuh polisi dan buronannya tergeletak terpisah 10 meter di jalanan. Sofyan tak tertolong. Sedang Ismail, yang pingsan, segera diangkut ke rumah sakit untuk memperoleh perawalan. Pendapat orang Tebingtinggi macam-macam atas peristiwa tewasnya Sofyan. Ada yang bangga memuji kelihayan polisi menembak. Ada yang ikut lega atas berakhirnya kemungkinan gangguan Sofyan. Tapi ada juga yang mengeritik polisi: kenapa mesti ditembak mati tak berperikemanusiaan polisi itu. Yah 'kan terpaksa: membela diri dari bandit yang melawan alat negara?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus