Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Subversi di lapangan bola?

Beberapa tokoh di pssi, termasuk menpora abdul gafur meminta agar penyuap dihukum berat. misalnya disubversikan atau di-"petrus"-kan. oemar senoadji menanggapinya sebagai hal yang berlebihan.

9 Mei 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUBVERSI, yang pelaku kegiatannya menurut undang-undang bisa dihukum mati, kini masuk ke lapangan bola. Setidaknya ini disebut-sebut Ketua Umum PSSI Kardono, ketika kasus suap yang melibat para pemainnya terbongkar beberapa waktu lalu. Kardono mengharapkan agar penyuap yang mencemarkan dunia sepak bola Indonesia itu diadili berdasar undang-undang subversi. Saking jengkelnya, para pengurus lainnya dari cabang olah raga yang sudah jarang menjadi juara itu juga ikut kalap. Acub Zainal, Ketua Tim Penelitian dan Pemberantasan Masalah Suap (TPPMS), misalnya, lebih dahsyat. Ia ingin mem-"petrus"-kan si penyuap. Sementara itu, Menteri Pemuda dan Olah Raga, Abdul Gafur, menghendaki agar para pelaku suap itu dihukum berat. Untuk itu ia mengaku telah menganjurkan PSSI menghadap Menteri Kehakiman dan Ketua Mahkamah Agung. "Sementara ini orang 'kan beranggapan bahwa hukuman untuk pelaku suap di sepak bola itu belum berat. Jadi, memang salurannya melalui Menteri Kehakiman dan Ketua Mahkamah Agung semoga saja ada hasilnya," ujar Abdul Gafur. Pengurus PSSI sendiri sudah menjatuhkan vonisnya dengan menskors kelima pemain tim PSSI Pra-Olimpiade yang terlibat, dengan melarang mereka main bola selama 3 tahun. Tapi betulkah penyuap adalah pelaku kejahatan yang bisa dihukum berat? Semua pihak pada gregetan memang. Sementara itu, kasus suap di kalangan bola sebenarnya bukan hal baru. Zaman Ketua Umum PSSI Ali Sadikin, 1978, tim PSSI ke Merdeka Games pernah kebobolan penyuap. Bahkan jauh sebelum itu, tahun 1960-an, tim nasional zamannya pemain terkenal Ramang cs., kasus suap pertama kali pernah menjadi heboh besar. Usaha menuntut penyuap di depan hukum pernah dicoba. Namun, Ali Sadikin, misalnya, hampir putus asa, karena upayanya mengadili penyuap dan pemain yang kena suap melalui prosedur hukum, ketlka itu, gagal. Polisi, konon, bingung untuk memperkarakan kasus itu. Sebab, di pasal-pasal suap KUHP, tidak ada yang mengatur suap untuk olahragawan. Kejaksaan Negeri Padang pernah juga mencoba memaksakan suap dengan undang-undang perjudian, pasal 303 KUHP. Tapi hasilnya tidak memuaskan. Si penyuap dan pemain PSP yang terkena suap hanya diganjar hakim dengan hukuman percobaan. Sebab itulah, Ali Sadikin kemudian menjerit ke DPR dan Menteri Kehakiman agar dilahirkan undang-undang suap. Menteri Kehakiman, ketika itu, Mudjono mencoba mencarikan obatnya. Bersama DPR, Almarhum melahirkan undang-undang khusus untuk suap dan profesi lain, yaitu Undang-Undang No. 11/1980. Si penyuap diancam hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 15 juta, sementara pemain yang disuap bisa dihukum 3 tahun penjara selain denda Rp 15 juta. Toh obat baru itu tidak bisa menyembuhkan suap. Pada 1985, Sun Kie alias Jimmy Sukisman terbongkar telah menyuap pemain-pemain klub Galatama, Cahaya Kita. Obat baru produk Mudjono itu diujicobakan terhadap dirinya. Ternyata, di sidang ia hanya dihukum 1 tahun penjara. Vonis itu, kalau tuduhan PSSI benar, tidak membuat ia jera. Sebab, kini ia bersama A Nyie adalah nama-nama yang juga dilibatkan lagi dalam kasus suap pemain tim Pra-Olimpiadc yang kalah dari Singapura dan Jepang itu. Sebab itu, agaknya, pengurus PSSI sekarang seperti tidak puas terhadap obat baru itu. Mereka menuntut undang-undang yang lebih keras, seperti yang diminta Kardono. Tapi tuntutan itu oleh ahli hukum Prof. Oemar Senoadji dianggap berlebihan. "Masa tukang suap saja dikatakan subversi," kata Senoadji sambil tertawa. Bekas Ketua Mahkamah Agung itu juga tidak setuju dengan rencana PSSI menghadap Menteri Kehakiman atau Ketua Mahkamah Agung untuk meminta vonis berat bagi kasus suap. "Saya menjadi ingin tahu, kok mau minta hukuman berat harus ke Ketua Mahkamah Agung. Apa itu sesuai dengan asas kebebasan hakim?" tanyanya ketawa. Kendati Ketua Mahkamah Agung mempunyai pandangan lain tentang kasus itu katanya, MA tidak bisa mencampuri urusan pengadilan. "Kalau itu dilakukan juga, namanya pressure," tambahnya. Ketua TPPMS, Acub Zainal, sebaliknya, tetap berkeyakinan para pelaku suap itu bisa dimasukkan ke kejahatan subversi. "Saya ini tidak tahu hukum. Di mata saya mereka itu pengkhianat. Kalau orang yang ngoceh di masjid bisa dituntut subversi, penyuap ini lebih berbahaya dari mereka. Para penyuap itu sudah merusakkan mental dan moral putra Indonesia dan menjatuhkan martabat bangsa di dunia internasional," ujar Acub. Tapi selain menskors para pemain yang terkena suap, sampai kini, lucunya, PSSI belum melaporkan kasus suap itu ke polisi secara resmi. K.I., Laporan Biro Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus