Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pihak Maskapai Susi Air mengatakan pesawat Susi Air jenis Pilatus Porter yang dibakar oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) bernilai US$ 2 juta atau sekitar Rp 30,5 miliar (asumsi kurs Rp 15.244 per dolar AS).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Perwakilan Susi Air, Donald Fariz, mengatakan tidak mungkin OPM meminta uang ke Susi Air di tengah kehilangan pesawatnya. Apalagi pesawat jenis itu sudah tidak lagi diproduksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Nilai harga pesawat itu saja US$ 2 juta. Jadi harga pesawat itu US$ 2 juta dan tidak ada lagi diproduksi baru sekarang karena sudah closed,” kata Donal Fariz saat konferensi pers di Jakarta Timur, Rabu, 1 Maret 2023.
Donal mengatakan pihak Susi Air tidak mengetahui jumlah uang yang diminta OPM karena sejak awal pembakaran pesawat dan penyanderaan pilotnya, OPM tidak pernah membuka komunikasi dengan perusahaan. Ia juga tidak mengetahui ihwal permintaan senjata api oleh OPM sebagai syarat pembebasan Kapten Philips Max Mehrtens.
“Kami tidak tahu jumlah uang yang diminta karena permintaan itu justru disampaikan kepada otoritas. Jadi tidak tahu kami berapa uang dan bagaimana uangnya diminta,” ujar Donal.
Pesawat Susi Air Pilatus Porter PC 6/PK-BVY hilang kontak di Bandara Paro pada Selasa, 7 Februari 2023, pukul 06.17 WIT pada saat melaksanakan penerbangan dengan rute Timika-Paro-Timika. Pesawat itu membawa lima penumpang dan barang bawaan dengan total muatan 452 kg.
Belakangan, pasukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) pimpinan Egianus Kogoya mengklaim mereka telah membakar pesawat tersebut dan menyandera pilotnya.
Susi Pudjiastuti Minta Maaf ke Masyarakat Papua
Pendiri dan pemilik Susi Air, Susi Pudjiastuti, menjelaskan pembakaran pesawat Susi Air dan penyanderaan Kapten Philips Max Mehrtens oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) di Kabupaten Nduga, Papua, turut berdampak ke segala aspek. Salah satunya membuat sejumlah rute penerbangan Susi Air harus terganggu dan merugikan masyarakat Papua.
"Selebihnya saya sebagai founder dan pemilik Susi Air ingin meminta maaf kepada masyarakat Papua, pemerintah daerah, dan seluruh pengguna Susi Air di Papua yang sekarang ini menjadi terganggu," tuturnya.
Ia menjelaskan saat ini sudah sekitar 70 persen dari total penerbangan pesawat jenis Porter milik Susi Air harus terhenti pascainsiden. Ini berimbas pada terganggunya mobilitas masyarakat hingga pengiriman logistik di sejumlah daerah Papua.
"Kalau porter terbang 1 hari 30-40 flight berarti sudah lebih dari 25 flight terhenti. Dan tentu itu mengganggu kegiatan dan supply logistik daripada masyarakat yang hidup di pegunungan-pegunungan," ujar Susi Pudjiastuti.
Pilihan Editor: Manajemen Susi Air Sebut Zero Komunikasi dengan OPM