Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tujuh narapidana Rumah Tahanan Negara Salemba kabur setelah menjebol jeruji besi dengan mudah.
Tujuh tahanan berasal dari daerah yang sama yang kini dikejar polisi.
Penghuni penjara Salemba dua kali lipat dari daya tampung yang didominasi narapidana narkoba.
UJUNG gorong-gorong saluran air Rumah Tahanan Negara Salemba, Jakarta Pusat, punya tiga lapis jeruji besi baru sejak pertengahan November 2024. Besi behel berukuran 13 dan 16 milimeter terlihat bersaling-silang menutup saluran air itu. Gara-garanya, tujuh tahanan kabur dan menjebol dua jeruji lama di lubang itu. “Mereka diduga menggunakan alat tertentu,” kata Ketua Kelompok Kerja Hubungan Masyarakat Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Dedy Edward Eka Saputra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sipir baru mengetahui kaburnya para tahanan pada Selasa, 12 November 2024, sekitar pukul 07.30 WIB. Petugas yang tengah berpatroli melihat ada yang janggal ketika melintas di depan kamar 16 Blok S Rumah Tahanan Salemba. Kamar itu tak lagi berpenghuni. Lubang angin kamar mandi tampak menganga lebar. Tiga dari lima jerujinya terpotong. Terlihat selembar kain sarung melilit di salah satu jeruji yang tersisa. Kuat dugaan, semua penghuni kamar tersebut melarikan diri setelah memanjat lubang ventilasi dengan kain sarung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Petugas meyakini mereka kabur dengan cara menyusuri gorong-gorong saluran air yang berada persis di belakang gedung Blok S. Jalur itu terhubung dengan selokan di Jalan Percetakan Negara IX yang berada di sisi timur Rumah Tahanan Salemba. Gorong-gorong berukuran 1 x 0,5 meter itu terbilang cukup besar untuk dilalui orang dewasa dengan cara menunduk. Aliran airnya juga dangkal, hanya di atas mata kaki. Dua lapis jeruji yang menutup saluran itu terlihat mulai tertutup korosi.
Dedy Edward mengaku belum mengetahui siapa yang memasok alat yang digunakan para tahanan untuk memotong besi tersebut. Kini penyidikan kasus itu dilimpahkan ke kepolisian. Kementerian Pemasyarakatan dan Imigrasi juga melayangkan surat permohonan bantuan penangkapan kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) dan menerbitkan red notice bagi para tahanan pada Selasa, 19 November 2024. “Kepastian hasil penyidikan masih menunggu perkembangan,” ujarnya.
Kamar berukuran 4 x 6 meter tersebut sehari-hari dihuni tujuh tahanan kasus narkotik dan obat-obatan berbahaya atau narkoba. Mereka adalah Maulana bin Sulaiman, Meri Janwar bin Zainal Abidin, Murtala bin Ilyas, Annas Alkarim bin Rusli, Wahyudin bin Tamrin, Agus Salim bin Nurdin, dan Jamaludin bin Ibrahim. “Murtala ini anggota gembong narkoba yang pernah kami tahan pada 2016 dalam kasus tindak pidana pencucian uang hasil bisnis narkoba,” ucap Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol BNN Sulistyo Pudjo Hartono.
Putusan kasasi dengan nomor perkara 250 K/PID.SUS/2018 menjatuhkan vonis delapan tahun penjara dan denda Rp 5 miliar kepada Murtala dalam kasus itu. Namun majelis kasasi yang dipimpin Andi Samsan Nganro memerintahkan sejumlah aset sitaan dikembalikan lantaran dianggap tak terbukti berasal dari hasil kejahatan pidana narkoba. Aset tersebut di antaranya uang tunai dalam sejumlah rekening dengan nilai keseluruhan Rp 142 miliar serta tiga rumah mewah yang tersebar di Aceh dan Medan, Sumatera Utara.
Lepas dari penahanan pada 2020, pria asal Bireuen, Aceh, itu kembali berulah. Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Barat mencokok Murtala pada 13 Februari 2024 atas kepemilikan sabu seberat 100 kilogram. Ironisnya, barang bukti itu ditemukan di rumah yang pernah disita dalam kasus sebelumnya, yakni di Kompleks Debang Taman Asri, Medan Selayang, Kota Medan. “Dia memanfaatkan momentum kesibukan menjelang pemilihan presiden,” tutur Kepala Unit III Satuan Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Hendy.
Kasus itu juga menyeret dua rekan Murtala: Meri Janwar dan Maulana bin Sulaiman. Meri ditengarai berperan mengambil barang dari sindikat narkoba asal Malaysia. Sedangkan keterlibatan Maulana terlihat dari penggunaan rekening pribadinya untuk keperluan transaksi. Proses persidangan ketiganya sudah memasuki tahap pleidoi, tapi tertunda akibat kasus pelarian di Rumah Tahanan Salemba. “Dalam sidang tuntutan, jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman mati kepada mereka,” kata Hendy.
Hendy menjelaskan, persidangan kasus itu bisa tetap berjalan secara in absentia karena terdakwa melarikan diri. Hakim bisa tetap memutus perkara sesuai dengan proses pembuktian yang terungkap dalam persidangan. Putusan itu bakal menentukan langkah polisi untuk menyelesaikan berkas perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas aset sitaan yang terkait dengan masalah tersebut. “Penyelesaian berkas TPPU bisa berjalan secara simultan, tapi putusan atas pidana asalnya harus jelas lebih dulu,” ujarnya.
Ketika diminta menjelaskan upaya pengejaran para tahanan, Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Pusat Komisaris Besar Susatyo Purnomo tak menerangkan secara detail. “Kami masih berupaya menangkap mereka,” tuturnya kepada Tempo pada Jumat, 29 November 2024. Perihal ada atau tidaknya tahanan yang sudah ditangkap, Susatyo meminta hal itu ditanyakan kepada pihak Rumah Tahanan Salemba. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya dan Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat turun tangan menyidik kasus ini.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto mengaku sudah menonaktifkan Kepala Rumah Tahanan Salemba Agung Nurbani karena kasus tersebut. Ia juga memerintahkan Inspektorat Jenderal melakukan pemeriksaan internal guna mengungkap peran petugas rumah tahanan dalam kasus pelarian para tahanan.
Menteri Agus menduga ada sejumlah kejanggalan. Misalnya hampir semua penghuni sel tahanan yang kabur berasal dari satu daerah yang sama. Lalu jumlah tahanan di sel tersebut lebih sedikit dari sel lain. “Kamar lain lebih penuh,” kata mantan Wakil Kepala Kepolisian RI itu.
Agus mengatakan tengah menyiapkan kebijakan yang mengatur pola penahanan warga binaan sesuai dengan tingkat risiko. Ia mencontohkan, bandar besar narkoba nantinya bakal menempati hunian yang menerapkan standar keamanan maksimal. Aktivitas mereka sehari-hari pun dilarang bercampur dengan para pengguna. Ia khawatir pertemanan yang terjalin justru membentuk jaringan bisnis baru selepas dari penjara. “Sementara itu, pengguna tersebut seharusnya direhabilitasi, bukan dipidana,” ucapnya.
Berdasarkan data web sdppublik.ditjenpas.go.id tertanggal 12 November 2024, narapidana binaan di Rumah Tahanan Salemba berjumlah 3.057. Jumlah itu melampaui kapasitas hunian yang hanya disiapkan untuk menampung 1.500 orang. Dedy Edward Eka Saputra mengatakan tahanan kasus narkoba mendominasi porsi hunian di Salemba. Jumlah pelaku jenis kejahatan lain, seperti pencurian, korupsi, dan kekerasan, tak signifikan. “Kami terus berupaya memitigasi risiko serta meningkatkan disiplin kerja dan standar operasi,” ujarnya.
Ketua Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat, yang membidangi imigrasi dan pemasyarakatan, Willy Aditya mengatakan lembaganya akan membahas soal tahanan kabur ini dalam forum panitia kerja. DPR sudah menjadwalkan pemanggilan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan serta kepala rumah tahanan untuk menelusuri sejumlah kejanggalan dalam tata kelola warga binaan di Rumah Tahanan Salemba. Kecurigaan itu muncul lantaran kamera pengawas tidak berfungsi. “Ada blind spot juga di sana,” tuturnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Mohammad Khory Alfarizi berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Lilitan Sarung di Jeruji Salemba"