Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mengapa Sultan Yogyakarta Menggugat PT KAI Hanya Rp 1.000 dalam Konflik Tanah Stasiun Tugu

Keraton Yogyakarta menggugat PT Kereta Api Indonesia atas kepemilikan lahan di Stasiun Tugu. Milik Sultan sejak zaman Belanda.

1 Desember 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Akses keluar masuk Stasiun Tugu Yogyakarta, Rabu, 27 November 2024. TEMPO/Pito Agustin Rudiana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kesultanan Yogyakarta menggugat secara perdata PT Kereta Api Indonesia senilai Rp 1.000.

  • PT KAI dituduh mencaplok lahan milik Keraton di Stasiun Tugu.

  • Kejaksaan Agung dan BPN Daerah Istimewa Yogyakarta mengakui lahan itu milik Keraton Yogyakarta.

TEMBOK setinggi 2 meter terlihat menutupi jalan masuk ke Lorong Bong Suwung pada Rabu, 27 November 2024. Bong Suwung adalah kawasan permukiman warga yang tinggal di pinggir rel kereta api. Lokasi itu persisnya berada di wilayah emplasemen bagian barat Stasiun Yogyakarta atau Stasiun Tugu, Kota Yogyakarta. PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) 6 Yogyakarta sedang merenovasi tempat itu beberapa bulan belakangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya PT KAI membongkar sejumlah gubuk dan bangunan semipermanen di sana pada Kamis, 3 Oktober 2024. PT KAI beralasan membutuhkan lahan lebih luas untuk proyek pengembangan Stasiun Tugu. “Sterilisasi ini bagian dari penataan stasiun dan saat ini terus kami lakukan,” kata Manajer Hubungan Masyarakat PT KAI Daop 6 Krisbiyantoro lewat sambungan telepon pada Jumat, 29 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PT KAI berencana membangun akses baru di sisi barat Stasiun Tugu untuk mengurangi sebagian kemacetan lalu lintas di Yogyakarta. PT KAI bakal melebarkan jarak antar-rel di lokasi eks Lorong Bong Suwung. Untuk rencana jangka panjang, stasiun yang berlokasi di jantung Kota Yogyakarta itu juga bakal diperluas.

Tapi rencana itu diperkirakan akan menemui kendala. Pengembangan Stasiun Tugu masuk materi gugatan perdata Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat alias Keraton Yogyakarta kepada PT KAI di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Dalam gugatannya, Keraton memohon provisi agar majelis hakim memerintahkan PT KAI tak mengutak-atik Stasiun Tugu. Provisi gugatan berarti meminta pihak yang beperkara tidak melakukan apa pun sebelum ada putusan berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

Penampakan Bong Suwung menjelang digusur PT KAI di sisi barat peron Stasiun Tugu, Oktober 2024. Tampak sebelah kanan adalah bangunan belakang Ditlantas Polda DIY dan kantor Samsat Kota Yogyakarta, 24 September 2024. TEMPO/Pito Agustin Rudiana

Keraton Yogyakarta mengklaim tanah di sekitar Stasiun Tugu milik Kesultanan. Sementara itu, PT KAI diduga mencatatkan lahan di Stasiun Tugu sebagai aktiva tetap. “Gugatan ini dilakukan demi tertibnya administrasi Kesultanan,” ujar kuasa hukum penggugat, Markus Hadi Tanoto. Markus menjadi kuasa hukum putri kedua Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Condrokirono, yang tercatat sebagai penggugat.

Gugatan perdata itu diajukan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan nomor perkara 137/Pdt.G/2024/PN Yyk pada Selasa, 22 Oktober 2024. Tak hanya menggugat PT KAI, Kesultanan menyertakan tergugat lain, yaitu Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Daerah Istimewa Yogyakarta, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perhubungan.

Obyek gugatan adalah lima bidang tanah dengan luas total 139.460 meter persegi atau 13,9 hektare. Di atas lahan yang disengketakan itu berdiri kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap atau Samsat dan Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, Kantor Kecamatan Gedongtengen, Depo Stasiun Tugu, sisi selatan Stasiun Tugu, serta Mess Ratih ke arah barat.

Keraton Yogyakarta mengklaim sebagai pemilik lahan Emplasemen Stasiun Tugu lintas Bogor-Yogyakarta seluas 297.192 meter persegi. Sri Sultan Hamengku Buwono X pernah menyampaikan bahwa tanah yang tercatat dalam aset PT KAI itu adalah Tanah Kesultanan alias Sultanaat Grond, istilah untuk tanah milik Keraton.

Keraton Yogyakarta juga mendesak PT KAI menghapus tanah Stasiun Yogyakarta sebagai aktiva tetap perusahaan. Satu lagi yang menjadi sorotan Keraton adalah rencana pengembangan Stasiun Tugu. Keraton meminta PT KAI tak melanjutkan proyek itu sebelum ada putusan pengadilan soal status tanah.

Nilai gugatan Keraton hanya Rp 1.000. Markus beralasan nilai gugatan itu menunjukkan Keraton Yogyakarta tak memusingkan urusan materiel. Mereka hanya ingin PT KAI mematuhi aturan. “Ini bukan sengketa, melainkan dugaan pencaplokan lahan Sultanaat Grond oleh PT KAI,” tuturnya.

Sebenarnya pembicaraan soal lahan Stasiun Tugu berjalan sejak tujuh tahun lalu. Mantan staf ahli bagian aset PT KAI, Harto Juwono, masih ingat perusahaan pelat merah itu telah bersepakat dengan Keraton Yogyakarta pada 2017. Dalam pembicaraan di Hotel Tentrem Yogyakarta, kedua pihak menyetujui renovasi besar-besaran di Stasiun Tugu.

Rencananya, stasiun akan dilengkapi fasilitas penunjang, seperti hotel, supermarket, dan basemen untuk lahan parkir kendaraan. Kesultanan Yogyakarta juga akan mendapatkan bagi hasil atas sewa lapak atau tenant di Stasiun Tugu.

Pertemuan tersebut dihadiri perwakilan Kesultanan, PT KAI, dan pemerintah daerah Yogyakarta. Menurut Harto, semua pihak telah menyetujui rencana ini yang dituangkan dalam draf kerja sama. “Saya lihat di lampiran draf sudah ada maket Stasiun Tugu,” ucapnya.

Masalahnya, proyek tersebut mandek. Pemicunya adalah tak ada kepastian hukum soal pemilik sah aset Stasiun Tugu. PT KAI, Harto memaparkan, telanjur mencatatkan aset Stasiun Tugu ke negara pada 1950-an. Pencatatan ini tak lepas dari sejarah kepemilikan tanah di Yogyakarta. Dosen Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah, itu menjelaskan, pemerintah Indonesia mengambil alih kekayaan yang ditinggalkan pemerintah kolonial selepas masa kemerdekaan, seperti aset milik perusahaan kereta api swasta Belanda bernama Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij dan perusahaan kereta api kolonial Staatsspoorwegen.

Kantor Ditlantas Polda DIY dan kantor Samsat Kota Yogyakarta, salah satu aset yang tercatat atas nama PT KAI, 27 November 2024. TEMPO/Pito Agustin Rudiana

Dua perusahaan Belanda itu mendapat izin membangun jalur kereta api di atas tanah konsesi yang tercatat sebagai Sultanaat Grond. Pemerintah Indonesia kemudian mengakui semua aset itu melalui Surat Keputusan Kementerian Perhubungan Nomor 2 Tahun 1950. “Aturan ini mengatakan semua aset kereta api Belanda otomatis menjadi aset Djawatan Kereta Api (nama lama PT KAI),” tutur Harto.

Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DIY Suwito memastikan aset Stasiun Tugu dimiliki Keraton Yogyakarta. BPN DIY telah menerbitkan sertifikat hak milik atas lima bidang tanah yang kini tengah diperkarakan di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sertifikat atas nama Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat itu diterbitkan pada 2016 dan 2019. “Sebelum ada putusan hukum tetap, pemilik sertifikat hak atas tanah merupakan pemilik yang sah,” katanya.

Tempo mengirimkan surat permohonan wawancara kepada Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo, tapi tak kunjung direspons. Vice President Public Relations PT KAI Erni Sylviane Purba berjanji memberikan jawaban tertulis. “Kalau sudah ada jawaban pasti saya update,” ujarnya. Namun, hingga Jumat malam, 29 November 2024, jawaban tertulis itu tak kunjung dikirim.


•••

KEPEMILIKAN tanah Kesultanan Yogyakarta dikenal dengan istilah Sultan Grond. Pada 1918, terjadi reorganisasi agraria. Hal ini menyebabkan ditetapkannya falsafah baru tentang kepemilikan tanah. Walhasil, semua tanah di Yogyakarta dianggap milik Kesultanan, kecuali lahan yang dapat dibuktikan hak kepemilikannya. Karena itulah nama Sultan Grond berubah menjadi Sultanaat Grond, yang termaktub dalam Rijksblad Kasultanan Nomor 16 Tahun 1918.

Pemerintah mulai merapikan urusan lahan di Yogyakarta setelah Indonesia merdeka. Tapi Kesultanan Yogyakarta tetap diberi kewenangan sebagai pemilik tanah. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Undang-undang itu menyebutkan pihak lain boleh memanfaatkan Sultanaat Grond dengan syarat mengantongi izin dari Keraton Yogyakarta yang bernama serat kekancingan. Serat kekancingan adalah surat keputusan dari Kesultanan atau kadipaten untuk memberikan hak atas tanah kepada warga atau institusi dalam jangka waktu tertentu.

Mess Ratih PT KAI (Persero) di Jalan Mangkubumi, Kota Yogyakarta, di sebelah utara Stasiun Tugu, salah satu aset yang tercatat atas nama PT KAI, 27 November 2024. TEMPO/Pito Agustin Rudiana

Pada pertengahan November 2024, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengklaim Stasiun Tugu adalah bagian dari Sultanaat Grond. Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Daerah Istimewa Adi Bayu Kristanto mengatakan tak mengetahui ada atau tidaknya serat kekancingan untuk PT KAI atas penggunaan lahan di Stasiun Tugu. “Tidak tahu, kan masih sidang,” katanya.

Putri sulung Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi, menyebutkan sudah lama PT KAI menggunakan tanah Kesultanan di Stasiun Tugu. Keraton bahkan pernah mendapatkan uang sewa lahan dari pemerintah Hindia Belanda. “Dulu Belanda menyewa kepada Kesultanan untuk stasiun kereta,” ucapnya.

Sebenarnya komunikasi antara Keraton Yogyakarta dan PT Kereta Api Indonesia masih terjalin hingga 2021. Masalah yang dibahas masih seputar status kepemilikan Stasiun Tugu. Harto Juwono, anggota tim ahli Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk PT KAI pada 2012-2020, mengatakan hubungan PT KAI dengan Keraton pernah erat. “Keraton beberapa kali membantu penyelesaian aset PT KAI,” ujarnya.

Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi menyampaikan belum ada lagi komunikasi antara Keraton dan PT KAI. Tapi PT KAI masih mencatatkan lahan Stasiun Tugu sebagai aset. Padahal pemerintah sudah merapikan aset Keraton lewat Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten. “Untuk administrasi, kami membutuhkan penetapan pengadilan,” tutur Mangkubumi.

Manajer Hubungan Masyarakat PT KAI Daerah Operasi 6 Yogyakarta Krisbiyantoro irit bicara ihwal sengketa lahan ini. Ia menyebutkan PT KAI pusat yang berwenang mengurus gugatan Keraton tersebut. “Sejak awal, KAI Daop 6 tidak tahu soal itu,” katanya.

Rupanya, PT KAI pernah meminta pendapat hukum atau legal opinion dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung pada 25 Mei 2022. Dalam suratnya kepada Kejaksaan Agung, PT KAI membeberkan lima poin. Intinya, PT KAI mengklaim menguasai aset tanah Stasiun Tugu yang tercatat sebagai aktiva tetap.

Kantor Kecamatan Gedongtengen di sisi selatan bekas Bong Suwung, salah satu aset yang tercatat atas nama PT KAI, 27 November 2024. TEMPO/Pito Agustin Rudiana

Direktur Pertimbangan Hukum Jamdatun Kejaksaan Agung saat itu, Maria Erna Elastiyani, melayangkan surat balasan kepada PT KAI pada 31 Oktober 2022. Tempo membaca surat itu. Kejaksaan menyatakan bahwa lahan stasiun kereta api yang kini dikelola PT KAI merupakan tanah milik Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. PT KAI bisa mengelola tanah itu jika terdapat konsesi atau perjanjian.

Poin lain adalah PT KAI beberapa kali bertemu dengan pihak Kesultanan. Dalam pertemuan itu, Keraton meminta dibuat perjanjian kerja sama atas penggunaan Tanah Kesultanan oleh PT KAI dengan mengacu pada Perdais Nomor 1 Tahun 2017. Tak hanya itu, Kesultanan Yogyakarta meminta jatah atas Tanah Kesultanan yang digunakan untuk kepentingan komersial.

PT KAI diketahui menyewakan lapak di dalam Stasiun Tugu kepada warga yang berdagang. Seorang penjaga toko roti mengaku menyewa satu kios berukuran 1,5 x 2 meter seharga Rp 25 juta per tahun. Menurut penjaga itu, ada juga pedagang yang dikenai tarif sewa Rp 50 juta per tahun.

Dokumen gugatan menyebutkan Keraton Yogyakarta pernah bersurat kepada PT Kereta Api Indonesia ihwal kompensasi penggunaan Sultanaat Grond pada 20 Januari 2022. Surat itu menyebutkan kompensasi berlaku per 1 Januari 2022 dan besarannya dicantumkan dalam perjanjian kerja sama. “Tapi materi bukanlah fokus utama gugatan ini,” ucap penasihat hukum Keraton Yogyakarta, Markus Hadi Tanoto.

Mekanisme penghapusan aset milik perusahaan negara pun diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap BUMN. Untuk melepaskan aset, PT KAI harus mendapat persetujuan pimpinan perusahaan yang ditetapkan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).

Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara saat itu, Feri Wibisono, mengaku tak ingat soal klaim tanah Stasiun Tugu. Kejaksaan, dia menjelaskan, hanya boleh menyampaikan pendapat hukum kepada pemohon. “Pihak lain bisa meminta konfirmasi kepada pemohon,” tutur pria yang kini menjabat Wakil Jaksa Agung itu.

Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sultan Hamengku Buwono X, didampingi GKR Hemas beserta anggota keluarga Keraton lain tiba di lokasi TPS 02 Panembahan, Yogyakarta, untuk mencoblos dalam pemilihan Wali Kota Yogyakarta, 27 November 2024. TEMPO/Pito Agustin Rudiana

Direktur Pertimbangan Hukum Jamdatun saat ini, Sila H. Pulungan, mengatakan belum bisa memberikan konfirmasi dalam waktu dekat. Ia berjanji memberi penjelasan pada Senin, 2 Desember 2024. Namun ia tak membantah kabar soal adanya permohonan pendapat hukum dari PT KAI. “Datanya ada di kantor,” ujarnya.

Pandangan hukum dari Kejaksaan Agung soal status kepemilikan tanah rupanya tak membuat PT KAI langsung menghapus lahan Stasiun Tugu sebagai aset. Dari dokumen yang diperoleh Tempo, PT KAI baru meminta persetujuan dalam RUPS sehubungan dengan penghapusbukuan aktiva tetap milik Keraton Yogyakarta pada akhir Oktober 2024 atau setelah Keraton melayangkan gugat.

Juru bicara Kementerian Perhubungan, Elba Damhuri, mengatakan lembaganya masih mempelajari materi gugatan Keraton. Kementerian Perhubungan turut menjadi tergugat dalam gugatan Kesultanan Yogyakarta. Dia mengungkapkan, Kementerian Perhubungan bakal berdiskusi dengan pihak yang berkepentingan sehingga belum bisa memberi penjelasan kepada publik. “Karena kami sedang berfokus pada persiapan Natal dan tahun baru,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Intan Setiawanty dan Pito Agustin Rudiana dari Yogyakarta berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Gugatan Seribu Rupiah Tanah Sultan Yogyakarta"

Lani Diana

Lani Diana

Menjadi wartawan Tempo sejak 2017 dan meliput isu perkotaan hingga kriminalitas. Alumni Universitas Multimedia Nusantara (UMN) bidang jurnalistik. Mengikuti program Executive Leadership Program yang diselenggarakan Asian American Journalists Association (AAJA) Asia pada 2023.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus