Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Tamat di tangan cucu sendiri

Dua remaja putri Sondang Boru Damanik, 17, dan adiknya Jenhilma, 15, tega menghabisi nenek sendiri, Theodora Boru Simanjuntak, 72, di pematangsiantar, sum-ut. mereka sakit hati karena neneknya cerewet.

25 April 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MANA ada nenek yang tidak cerewet? Tapi dalam usianya sepanjang 72 tahun, Theodora boru Simanjuntak tidak menyangka disudahi cucunya sendiri -- cucu perempuan pula -- 1 April lalu. Janda tua itu sedang memberi makan ternak babi di belakang rumahnya, ketika Sondang boru Damanik, 17 tahun, dan adiknya, Jenhilma, 15 tahun, menyiapkan belati dan dendam. Sondang, siswi kelas II SMA Putra Yani Panti, Pematangsiantar, menunggu neneknya masuk dari pintu dapur. Begitu lewat, neneknya langsung didekap. Mulutnya disumbat kain kotor. "Lakukan Jenhil. Tikam terus, ayo tikam," teriaknya. Si adik patuh. Sampai sepuluh tikaman, Theodora mencoba melawan dan mendorong Sondang. Ia lari, tapi pintu dan jendela terkunci. Sondang mengejar dan mengikat kepala si nenek dengan handuk. Lagi-lagi Jenhilma menjadi algojo, hingga neneknya tersungkur di dapur. Tikaman dan sayatan 43 lubang itu mematahkan tulang iga, merobek paru-paru, hati, dan memutuskan tulang punggung. Seusai membantai, kakak-adik itu menyeret tubuh neneknya sejauh 15 meter dan melemparkannya ke Sungai Bah Bolon di belakang rumah. Setelah itu, mereka membersihkan lantai dapur dari tumpahan darah. Lalu, seperti tak ada apa-apa, mereka bermain dengan teman-temannya. Malam itu, Sondang minum tuak bersama teman-temannya. Mayat Theodora ditemukan penduduk tersangkut di akar, dua kilometer dari tempat kejadian. Pembunuhan itu terungkap karena Nuraini boru Damanik mencemaskan nasib ibunya yang tinggal dekat sungai itu. Guru SMA IV di Pematangsiantar itu ke rumah Theodora. Ia tak menemukan ibunya. "Ke mana nenekmu?" tanyanya pada Sondang, keponakannya. "Tidak tahu," jawab Sondang. Karena curiga, Nuraini dan suaminya mencari ke kamar. Alangkah terkejutnya mereka melihat darah di kaleng dan beberapa kain lap yang berlumur darah. Besoknya, mereka melapor ke Polres Simalungun, Sumatera Utara. Baik Sondang maupun Jenhilma kepada polisi mengaku, terakhir melihat neneknya Rabu malam. Polisi mencurigai tangan Jenhilma yang diplester. Setelah plester dibuka, ternyata bukan luka sayatan pisau, tapi bekas cakaran. Mau tak mau ia mengaku telah membunuh neneknya. "Saya disuruh Kakak ikut membunuh Nenek," katanya. Keduanya ketika ditemui TEMPO di tahanan Polres Simalungun tak banyak bicara. Pembunuhan yang sudah direncanakannya itu, menurut Sondang, karena ia tak tahan mendengar omelan neneknya. "Saya sakit hati dan dendam karena Nenek cerewet," katanya. Anak ketiga dari enam bersaudara ini tinggal bersama neneknya untuk melanjutkan sekolah di Pematangsiantar. Dan Jenhilma yang duduk di kelas III SLTP, ketika itu, sedang liburan. Sondang yang manis, berkulit putih, dan bertubuh padat itu memang disukai lelaki. Rumah Theodora selalu dipenuhi anak-anak muda. Rupanya, sang nenek tidak menyukai suasana seperti itu. Apalagi cucunya sering keluar malam. Menurut Sondang, jika ada teman lelaki bertandang ke rumahnya, Theodora selalu marah. "Bahkan, nenek mengusir dan menuduh saya jadi lonte," katanya. Menurut Kapolres Simalungun, Letnan Kolonel Moch. Darus, cerita Sondang itu meragukan. Apalagi Jenhilma justru tak ada konflik dengan neneknya. Karena itu, pekan ini kedua tersangka diperiksakan ke psikolog. "Mana tahu mereka juga melakukannya di bawah pengaruh obat bius atau faktor kejiwaan," ujar Darus. Kedua anak itu menyesali perbuatannya. "Dalam mimpi, tiap malam Nenek datang dan memandangi kami dengan mata berlinang. Tanpa bicara. Setelah itu ia pergi," kata Sondang. Sedangkan ayah dan ibu mereka (keduanya adalah guru) kini bingung. "Kami malah telah dikucilkan oleh anggota keluarga," kata sang ayah. Bambang Aji dan Sarluhut Napitupulu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus