SESUNGGUHNYA Quran sudah terjamin keautentikannya, seperti dikatakan dalam Ayat 9 surat al-Hijr: Allah tetap memeliharanya. Tapi tangan manusia, sengaja atau tidak, bisa membuat kekeliruan. Perbedaan dalam tafsir mungkin bisa diterima dan didiskusikan. Tapi salah cetak dan salah terjemahan bisa berbahaya. Untuk menjaga Quran itulah bila Kamis pekan lalu rapat gabungan Syuriah-Tanfidziah PB NU membentuk sebuah tim, yang diketuai Katib Syuriah NU, K.H. Ma'ruf Amin, untuk meneliti Quran terbitan Medinah, Arab Saudi, yang dihibahkan pada Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumberdaya NU. Soalnya, menjelang Munas NU di Bandarlampung akhir Desember lalu, dalam sebuah pertemuan masuk informasi dari beberapa kiai, ada beberapa terjemahan ayat dalam Quran hibah dari Arab Saudi yang berbeda dengan terjemahan dalam Quran dan Terjemahnya terbitan Departemen Agama RI. Padahal Quran tersebut jumlahnya cukup banyak: dua ribu jatuh ke tangan NU, dan sekitar 800.000 ke pihak lain di Indonesia. Memang, yang segera terasa bila membaca terjemahan Quran cetakan Medinah adalah kecenderungannya menerjemahkan secara harfiah. Misalnya untuk kata yadullah (dalam surat Al-Fath:10), Quran tersebut menerjemahkannya dengan "tangan Allah". Padahal, dalam tauhid, gaya personifikasi untuk melukiskan Allah dianggap tabu. Tapi, dalam Quran itu pula ada catatan kakinya, yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan "tangan Allah" ialah "kekuasaan Allah". Sebenarnya itu semua sudah diketahui oleh Kepala Puslitbang Lektur Agama Departemen Agama, Hafizh Dasuki, yang mengetuai Tim Pentashih Quran terbitan Medinah itu. Untuk menjaga segala sesuatunya, terlebih dulu diadakan semacam diskusi dengan mereka yang bakal menulis terjemahannya. Maka tiga mahasiswa Indonesia yang belajar ilmu tafsir di Medinah dikirim ke Jakarta untuk bertemu Hafizh. "Kadang kami bersitegang dengan anak-anak muda yang pintar-pintar itu. Mereka bersikeras menerjemahkan secara harfiah seperti apa adanya," kata Hafizh. Akhirnya dicapai juga kompromi. Misalnya dalam menerjemahkan potongan ayat wa yuhadzdzirukumullahu nafsahu. Para mahasiswa Medinah bersikeras menerjemahkan Ayat 28 dan 30 surat Ali Imran ini menjadi "dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri-Nya". Tim Departemen Agama mengartikan "diri" sebagai "siksa". Terjemahan komprominya: "dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)Nya" -- sebagaimana yang juga telah tercetak dalam Al-Qur'an dan Terjemahnya terbitan Departemen Agama, 1986-1987. Ada juga terjemahan yang lebih tepat dalam Quran cetakan Medinah itu. Misalnya albirr (AlBaqarah:189), oleh Departemen Agama diterjemahkan "kebaktian", diluruskan menjadi "kebajikan". Menurut Dr. Muhammad Quraish Shihab, ahli tafsir Quran terkemuka, Quran bisa diterjemahkan (dan ditafsirkan) dengan sudut pandang berbeda. "Pandangan orang bisa dipengaruhi, misalnya, oleh latar belakang pendidikan. Apalagi satu kata bisa ditafsirkan bermacam-macam. Perbedaan arti juga bisa muncul dari struktur kalimatnya," ujarnya. Karena itu, menurut Quraish, untuk menerjemahkan Quran diperlukan beberapa pakar dari berbagai disiplin ilmu, selain ahli tafsir dan bahasa Arab. Budiman S. Hartoyo, WM, SN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini