Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Teka-teki tulang sirkuit ancol

Tengkorak dan beberapa potong tulang, dipastikan seorang wanita, yang ciri-cirinya klop dengan ny. sri suprapti. (krim)

9 Juni 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK kurang dari belasan dokter ahli dilibatkan untuk mencari jawab: tulang belulang siapa sebenarnya yang ditemukan di semak belukar sirkuit Ancol, Jakarta Utara, itu dan dengan cara bagaimana dia dibunuh? Jawabannya, pekan ini, sudah hampir pasti Tengkorak dan beberapa potong tulang itu dulunya tak lain seorang wanita yang berparas lumayan. Berusia 20-30 tahun, tinggi 150-155 cm dengan berat badan diperkirakan di atas 40 kilogram. Ciri-ciri itu ternyata klop dengan identitas Nyonya Sri Suprapti, karyawan honorer sebuah perusahaan di Jalan Kemukus, Jakarta Utara, yang hilang sejak dua bulan lalu. Apalagi suami korban, Chariri, yang beralamat di Cijantung, Jakarta Timur, bisa mengenali giwang dan ikat pinggang cokelat, serta sisa pakaian yang ditemukan, sebagai milik istrinya. "Meski begitu, kami belum bisa memastikan 100% apa betul tengkorak dan tulang belulang itu memang Sri," ujar seorang perwira menengah di Polda Jakarta. Sebab itulah, untuk mendapatkan bukti-bukti tambahan yang lebih meyakinkan, Senin pekan ini, sebuah tim kembali memeriksa Tempat Kejadian Perkara (TKP). Tim antara lain terdiri dari Letnan Kolonel Nurmala Tobing, kepala Dinas Laboratorium Identifikasi Polda Jakarta, Kolonel Dokter Agung Legowo dari Markas Besar Polri, serta beberapa ahli lain, seperti dokter ahli odontologi (gigi) dan patologi (ilmu penyakit). Seekor anjing pelacak, yang diikutsertakan dalam pemeriksaan TKP itu, berhasil menemukan sepotong tulang lengan kanan dekat parit. Tulang itu tergeletak tak berapa jauh dari tempat tengkorak dan beberapa potong tulang lain ditemukan sebelumnya. Dengan begitu, diperkirakan bahwa tulang lengan kanan tadi berasal dari bagian tubuh yang sama. Sebuah gorong-gorong yang ada di tempat itu direncanakan juga akan digali, dengan harapan beberapa gigi atau benda milik korban yang lain bisa ditemukan. Dan siapa tahu, di areal itu ditemukan belulang orang lain. Kasus yang cukup menarik perhatian itu bermula pada 24 Mei lalu. Saat itu seorang petugas di tempat balapan mobll dan sepeda motor itu melihat seonggok tulang berupa tengkorak dan beberapa potong tulang, di semak semak yang cukup tersembunyi. Ketika diteliti lebih lanjut, dapat ditemukan sisa pakaian - baju krem dan rok cokelat - sepatu nomor 35 warna gelap dan ikat pinggang cokelat. Lima hari kemudian setelah polisi turun tangan, ditemukan sepotong tulang kaki, rambut yang dikepang, gigi, dan sepasang giwang. ditambah dengan penemuan anjing pelacak, berarti semua tulang - kecuali beberapa gigi - sudah semua ditemukan. Penemuan tadi memberi petunjuk bahwa tulang berserakan tadi merupakan korban pembunuhan. Tak mungkin, memang, seorang wanita sampai ke tempat yang begitu terpencil seorang diri lalu mati kelaparan di sana. Hampir setiap malam, Ancol selalu dipenuhi orang yang berpacaran. Namun,tempat remang-remang itu agak jauh dari tempat tengkorak ditemukan. Penemuan benda-benda milik korban memang sangat membantu polisi melakukan identifikasi. Apalagi pekan lalu, secara tak dinyana-nyana, datang seseorang yang mengaku kehilangan istrinya, Sri, sejak 29 Maret lalu. Dan ketika ciri-ciri si istri dicocokkan dengan penemuan polisi, "ternyata cocok," tutur perwira kepolisian. Kecocokan itu misalnya pada gigi. Gigi Sri, 22, dan gigi tengkorak, sama-sama dipangur - diratakan. Dan gigi taringnya khas sekali. Agar lebih meyakinkan, polisi kini tengah mencari "catatan gigi" korban yang diketahui pernah pergi ke dokter gigi, baik di kantornya maupun dikantor suaminya. Dan dari pemeriksaan rambut diketahui bahwa golongan darah tengkorak itu sama dengan bekas darah di pakaian yang ditemukan. Jadi, memang korban itulah yang memakai pakaian tadi. Sebuah sumber menyatakan, pembunuhan bisa jadi dilakukan dengan cara dijerat. Dugaan itu didasarkan kepada ikat pinggang cokelat yang ditemukan dalam keadaan terbelit seperti habis digunakan mengikat sesuatu, yang kira kira sebesar leher manusia. Tapi, katanya, itu baru dugaan. "Terus terang, sulit memastikan cara korban dibunuh. Mudah-mudahan saja dari tulang dan tengkorak yang diperiksa nanti bisa ditemukan petunjuk lebih jelas," katanya. Sebab itulah, sampai Senin pekan ini, belum ada tersangka sebagai pembunuh atau yang tahu tentang pembunuhan itu. Sri, menurut penuturan suaminya kepada TEMPO, tak pulang ke rumah setelah pergi pada hari Kamis, 29 Maret lalu. Hari itu, katanya, Sri berangkat ke kantor membawa uang Rp 450.000. Rencananya, pulang bekerja ia akan membeli televisi. "Dia minta dijemput. Tak tahunya, ia tak ada," kata Chariri. Atasan dan kenalan Sri ditanyai, dan pihak keluarga pun dihubungi. Namun, Sri tetap tak diketahui berada di mana. Sebab itu, tiga hari kemudian si suami melapor ke polisi. Chariri, yang menikah dengan Sri pada Juli 1983, mengaku belum banyak tahu tentang Istrinya. Sebab, tak lama setelah kawin, ia bertugas ke Timor Timur selama lima bulan. Pulang dari sana ia sakit dan dirawat. Baru beberapa hari ia keluar dari rumah sakit, istrinya hilang. Jadi, katanya, hanya sekitar dua bulan ia sempat bergaul dengan Sri. "Kalau betul kerangka itu Sri, akan saya bawa untuk dikuburkan di kampungnya di Kutoarjo, Jawa Tengah," ujarnya dengan sedih. Meski sudah hampir pasti, secara ilmiah memang belum bisa dikatakan bahwa kerangka di Ancol itu betul-betul Sri. Kali ini, polisi tampaknya sangat berhati-hati, dan tak ingin mengulang "kasus Haryono" yang menghebohkan itu. Kasus itu, yang terjadi 1980, memang sempat mencoreng wajah polisi. Ketika itu, dua terdakwa, Suhambari dan Martin, dituduh membunuh Haryono. Orangtua korban dan PT Karana Lines, tempat Haryono bekerja sebagai pelaut, pun menyatakan bahwa mayat dalam karung yang ditemukan di Kali Brantas, Surabaya, memang Haryono. Ternyata, ketika kedua terdakwa diadili, Haryono muncul di rumah orang tuanya di Jakarta. Ia masih hidup, meski - setelah menghilang beberapa bulan menjadi kurang ingatan. Tentang begitu banyaknya ahli yang dilibatkan, menurut sumber di Polda, bukanlah karena kasus itu istimewa. "Dengan diundangkannya KUHAP, penyidikan yang melibatkan banyak ahli memang sudah waktunya," sumber itu berkata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus